The Woman In Black #34

2.6K 383 24
                                    

MAAF YA KARENA SABTU KEMARIN GAK UPDATE. JADI SEKARANG AKU UPDATE. NGOMONG-NGOMONG. AKU PERNAH NGASIH TAU 'KAN KALAU ALBY MENGIRIM GAMBAR KEPADAKU. NAH AKU TUNJUKKAN SALAH SATUNYA.

ADA YANG TAU BANGUNAN APA ITU? :D

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


ADA YANG TAU BANGUNAN APA ITU? :D

YANG PEMBACA GELAP, AYO MUNCUL DONG. DIEM-DIEM BAE ^_^

*

Kamu tahu rasanya menjadi orang yang biasanya tidak diperhatikan oleh orang banyak lalu entah bencana dari mana  tiba-tiba saja dalam sekejap kamu menjadi pusat perhatian mereka.

Aku mengalaminya. Sekarang. Di ruang makan.

Aku menelan ludah dengan sulit. Menatap pakaianku berulang kali. Tidak ada yang salah dengan gaya pakaianku. Aku memakai celana panjang dan baju berlampis tiga. Udara malam cukup dingin membuat diriku memakai pakaian berlapis-lapis. Lagi pula mereka juga seperti itu jika udara dingin datang. Lalu mengapa mereka menatapku seperti itu? Seperti baru melihat orang yang baru saja pulang dari bulan. Aku mulai terusik dengan tingkah mereka. Aku menundukkan kepalaku dan berjalan menuju antrian makan.

Lima menit aku menunggu, aku telah mendapatkan beberapa makanan yang membuatku begitu sangat ingin makan. Aku lupa nama makanan yang aku bawa ini. Chef tadi bicara terlalu cepat. Aku bahkan juga sering bingung kalau ada yang bicara bahasa Perancis. Aku tidak sehebat Elby atau Alby yang setidaknya handal dalam bahasa dibanding aku. Dahiku mengernyit berusaha memikirkan nama makanan ini. Aku melakukan hal itu untuk mengalihkan perhatianku dari tatapan banyak orang.

Aku berjalan dengan kepala menekuk, melewati gadis berambut merah muda. Aku rasa warna cat-nya tidak serasi dengan warna kulitnya yang berwarna kecokelatan. Tapi rasanya dia cukup nyaman dengan warna rambutnya itu. Aku juga sedikit mendapat gangguan dari gerombolan anak klub basket di sekolah ini. Ketua basket itu, yang bisa aku kategorikan tampan, mengajakku untuk bergabung dengan mereka di mejanya. Namun, aku tidak menerima tawarannya. Yang benar saja, ketua basket itu--yang aku tidak tahu namanya, tidak benar-benar bermaksud baik padaku. Setelah dia menawariku untuk duduk di mejanya, dia bersiul menggoda kepadaku. Yang bisa aku simpulkan, dia bertindak mengejek daripada bertindak seperti pria yang terhormat.

Di belakangku, gerombolan anak klub basket bersorak riang, membuat hiruk-pikuk di ruang makan bukan semakin nyaman tapi malah sebaliknya. Akhirnya, aku mendapatkan mejaku sendiri. Dengan masih adanya makanan sisa yang masih berserakan di meja. Aku memutar bola mataku, tidak adakah orang yang mandiri untuk membersihkan sendiri sisa makanannya. Aku menghela napas berat. Kemudian menyisikan sisa makanan di meja di itu ke sisi meja lain. Setidaknya, meja untukku makan tidak kotor. Aku mengambil beberapa tisu dan mengelap saus yang ada di meja. Entah keributan semacam apa yang terjadi di meja ini sebelum aku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Kemudian menaruh tisu kotor itu ke baki yang berisi makanan sisa di meja sisiku.

Aku membasahi bibirku yang kering, kehangatan melingkupi diriku di ruang makan. Segera, aku mencicipi sup yang aku bawa tadi. Mengecapnya beberapa kali hingga memutuskan untuk tidak menyesali makanan yang aku kira akan terasa lekat denganku. Beberapa kali aku meminum air lalu kembali melanjutkan acara makanku lagi. Hingga pandanganku teralih dari makanan kepada pria yang kini sedang mengawasiku. Sebenarnya ada apa dengan Joe? Pria itu sedikit membuatku takut karena sikapnya seperti penguntit. Aku berharap di dalam keluarganya tidak ada seorang pun yang memiliki catatan kriminal selain menjadi korban tilang.

The Woman In BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang