The Woman In Black #52

1.4K 236 22
                                    

SELAMA BERBULAN-BULAN ADA AJA PASTI YANG NANYAIN TENTANG LANJUTAN THE WOMAN IN BLACK DARI YANG PESAN PRIBADI SAMPAI KOMENTAR DI CERITA INI. SENANG SIH, TAPI SEDIH JUGA. SEKARANG MENULIS UDAH LUMAYAN SULIT. TUGAS MAKIN NUMPUK, OBSERVASI LAH, PRESENTASI, BUAT LAPORAN. UDAH MAKIN STRES AUTHOR. JADI MAKLUMI SELAMA INI AUTHOR GAK PERNAH UPDATE. BUKANNYA MALAS, TAPI TERKENDALA WAKTU.

JADI BAGI KALIAN YANG NANYAIN TERUS. BISA MILIH AJA, MAU AUTHOR HIATUS AJA DAN ENTAH KAPAN BALIKNYA LAGI ATAU TERSERAH AUTHOR KAPAN BISA UPDATE ASALKAN JANGAN HIATUS. TUH PILIH YA.

Udah itu aja, selamat membaca :)

*

“Omong kosong! Ajakan teman macam apa itu? Aku yakin Joe merencakanan sesuatu di belakang kita. Aku yakin ini salah satu muslihatnya,” sembur Alby. Ini kalimat protes yang pertama Alby keluarkan saat kami berada di kamar Elby juga Alby.

    Aku dan kakakku bahkan sudah kelelahan mendengar segala ocehan yang dilontarkan Alby sepanjang perjalanan menuju kamar si kembar ini. Alby beranggapan kalau Joe hanya memamfaatkan situasi, juga kepolosanku. Dia bahkan menyalahkanku karena aku mengambil keputusan itu tanpa bertanya dan terkesan terburu-buru. Aku menghela napas panjang, berusaha untuk menulikan telingaku sementara. Aku berjalan menuju kursi belajar Alby/Elby. Lalu menarik kursi itu dan duduk di sana dengan tenang sambil melemparkan pandanganku ke arah Elby yang sedang tidur di ranjang dengan selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Aku tidak dapat menampik saat Putri memasuki kamar si kembar ini. Elby sempat terkejut bahkan tidak ingin bertemu dengan kami—kecuali Alby. Mungkin satu-satunya jawaban atas itu semua karena Elby malu melihat kakakku. Jujur saja, kejadian kemarin malam membuatku tidak bisa berhenti tertawa jika mengingatnya. Apalagi bagi orang yang melakukannya. Aku yakin Elby berusaha keras untuk melupakan kejadian kemarin, sama seperti kakakku. Walaupun aku tidak tahu apakah dia dapat mengingatnya. Jika tidak pun, dengan senang hati Alby yang akan memberitahu dia dengan rekaman videonya.

“Teman-teman, suruh aku untuk usir orang ini. Aku dengan senang hati akan melakukannya,” geram Putri yang tertuju kepada Alby.

Elby menghela napas berat tampak lelah, “Alby, tutup mulutmu sebelum aku menyumpalnya dengan kain. Aku yakin dua perempuan di sini sudah tidak sabar untuk melakukannya tanpa disuruh olehku.”

    Alby memutar matanya, kemudian membungkam mulutnya. Dia berjalan ke ranjangnya sendiri lalu duduk sambil bersedekap.

“Kerjamu bagus Samara,” ucap Elby. Elby terlihat sudah bugar walaupun masih mengeluhkan pusingnya. Perlu kuberitahu, Elby tidak berani menatap Putri.

“Sudah kubilang kalau Joe tertarik pada Samara. Tugas kita ternyata lebih mudah dari yang kita duga dengan sikap Joe yang manis itu,” ucap Putri.

“Manis apanya?” dengus Alby. “Mengajak perempuan berjalan-jalan ke kastil tua bukan sesuatu yang manis.”

“Tapi sesuatu yang menarik untuk dipikirkan,” sahut Putri.

“Bisa kita mulai perbincangan ini dengan tenang, tanpa ada yang memulai perdebatan terlebih dahulu?” sela Elby cepat. Elby berkata demikian dengan raut wajah datar. Matanya mengembara seperti burung hantu. Kemudian dia mengembuskan napas singkat. “Kenapa kalian ke sini? Aku yakin ini bukan soal menjenguk teman yang sakit.”

    Aku meringis, merasakan sindiran terang-terangan Elby seolah tidak bisa menutupi maksud kedatangan kami. Putri melangkah lebar mendatangi ranjang Elby, dia berdiri sambil bersandar di dinding. “Ya, sebagian besar dari itu benar. Kami datang ke sini untuk meminta penjelasanmu terkait masalah kemarin malam,” ucap Putri.

“Jadi kalian berniat untuk mengintrogasi aku?” tanya Elby.

“Itu terlalu berlebihan. Mereka hanya ingin meminta penjelasan atas kejadian kemarin malam,” Alby akhirnya ikut masuk dalam perbincangan. 

The Woman In BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang