The Woman In Black #44

2.1K 297 26
                                    

Aku : Bagaimana kabar Perancis hari-hari ini Elby?

Elby : Cukup buruk, beberapa hari yang lalu di jalan penuh dengan demo, ada bom. Tidak bagus :(

Aku : Baiklah, bagaimana kabar kalian?

Elby : Siapa? Karena kata kalian untuk kamu hanya merujuk pada satu orang_-

Aku : Yah -_- baiklah, bagaimana kabar Alby?

Elby : Tidak jelas seperti hidupnya. Dia gila, tersenyum sendiri dan bicara sendiri. Aku harus pindah kamar. Kudengar kalau penyakit gila menular.

(Hemm.... 《^_^》Kamu yang bahkan lebih dulu gila Elby.)

REMEMBER VOTE AND COMMENT.

*

    Lidah api berpesta, melahap kayu kering yang aku lempar ke dalam perapian hingga menimbulkan derak dan rentihan yang cukup keras. Aku menoleh ke luar jendela. Warna hitam menyapu habis langit, menyambut kedinginan yang menyokong luar kastil. Aku menghela napas berat. Lalu beralih menuju ranjang. Aku tidak melihat ada Maya atau Putri beberaja jam ini. Ke mana mereka?

    Aku mengalihkan pandanganku sejenak ke arah pintu yang tertutup kemudian kembali ke jendela yang telah menggeleparkan tirai panjang. Aku mengerjapkan mataku berulang kali dan baru memutuskan merangkak naik ke ranjang, menyelusup masuk ke dalam selimut yang tebal. Aku baru saja menata bantal untukku merebahkan kepala namun dentaman keras terdengar, membuatku mengarahkan pandangan ke asal suara.

    Aku mengerutkan keningku saat jendela terbuka hingga membuat angin menyelusup masuk ke dalam kamar yang telah hangat. Apa akan ada badai? Aku melihat angin menerpa tirai dengan begitu keras sehingga tirainya berterbangan ke atas, belum lagi dengan api yang ada di perapian yang tiba-tiba padam seketika. Aku menarik selimut ke dagu, mencengkeram kuat selimut itu. Lampu di kamarku tiba-tiba berkelap-kelip lalu mati seketika. Aku menarik napas dan mengembuskannya dengan gusar. Aku menelan dengan begitu sulit. Jika tidak karena sinar pudar yang jatuh dari luar jendela dan mengenai ranjangku, mungkin aku tidak dapat melihat apa pun. Aku mengerjapkan mataku berulang kali. Angin kembali mendesau keras sehingga membuat tirai mengepak-ngepak seperti sayap burung.

BUK... BUK...

     Aku mendengar bunyi derap langkah berat dari luar kamar. Lalu dilanjut dengan deritan pintu yang terbuka lebar. Aku menelan ludah dengan begitu sulit. Aku tidak melihat siapa pun yang masuk.

“Ma-Ma-Maya! Ka-Ka-Kakak!” Aku berseru keras. Berusaha untuk menjaga tubuhku agar tidak bergetar ketakutan. Namun sialnya sulit, aku bahkan sampai gelagapan saat memanggil kakakku juga Maya. Aku menarik kakiku yang dingin, menekuknya dan memeluknya dengan sebelah tangan. Jantungku berdegup kencang, perutku melilit seolah aku baru saja keracunan makanan. Hingga mataku menyipit dan melihat kepulan asap masuk ke dalam kamarku. Mengisi bagian bawah kaki ranjang sehingga aku tidak dapat melihat lantai kamarku lagi. Aku menyeretkan tubuhku mundur dan memojokkan diriku mendekati kepala ranjang. Kemudian aku melihat sebuah cahaya terang merambat naik mendekati kamarku. Dan ketika cahaya itu semakin terang, aku mendapati ada sesosok wanita yang memasuki kamarku. Mataku terbelalak saat melihat sosok wanita bergaun hitam itu lagi. Dia masih setia memakai cadar. Tangannya menggenggam lampu yang terlapisi kaca. Dia berhenti di dekat dinding, menatapku untuk beberapa lama. Aku terpaku diam, takut-takut jika aku bertindak sembrono--seperti turun dari ranjang dan kabur akan membuatku terperangkap. Paru-paruku seperti menyempit, memerangkap dan mengengkangnya sehingga napasku seperti tersengal-sengal.

     Angin menyapu halus cadar hitam panjang yang dipakai wanita itu, namun terlalu halus sehingga tidak dapat membuat cadar itu terbuka. Lalu secara tiba-tiba sosok itu berbalik lambat-lambat. Tangannya yang bebas mendorong dinding yang kosong itu hingga terbuka lebar. Aku terkejut bukan main. Kepalaku tersentak ke belakang melihat sosok wanita itu seperti memandangiku dari balik bahunya. Aku tidak salah lihat, kan?

The Woman In BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang