The Woman In Black #33

2.8K 357 25
                                    

REMEMBER VOTE AND COMMENT

*
Elby tampaknya tidak begitu kecewa akan hal itu. Dia masih tersenyum. Ia menepuk tangannya sekali dan berkata dengan nada riang. "Bagus, karena aku baru saja menemukan satu bukti. Dan aku yakin kalian akan sangat menyukainya."

Elby bangkit dari kursinya dan mengayunkan tangannya, mengajak kami semua untuk mengikutinya. Awalnya aku pikir dia mengetahui kalau aku telah menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Dan berencana menggeledah jaketku namun aku salah. Elby malah menunjukkan sesuatu kepada kami. Aku bisa bernapas lega.

Kami berjalan mengikuti Elby dari belakang. Kemudian langkah kami terhenti tepat di depan sebuah meja berukuran kecil dan di atasnya ada sebuah cermin berbentuk bulat yang berukuran kecil dengan hiasan ukira yang berasal dari perak. Gagang cermin itu tertancap di meja. Kami sama-sama tidak mengerti apa yang dipikirkan Elby. Elby tetap bungkam jika kami menanyakannya. Ia memandang cermin itu lalu ke atas. Aku mengikuti arah pandangan Elby. Di atap itu, tepatnya di bagian sudut atap ada sebuah kaca yang aku yakin dibuat untuk pencahayaan di siang hari. Elby menatap kembali cermin di depan kami. Kemudian, menatap ke sekelilingnya. Ia menghela napas berat.

"Sial! Jika saja sekarang tidak hujan, kita bisa membuktikan apa yang sedang aku pikirkan," ucap Elby.

"Memangnya apa yang kamu pikirkan sekarang Elby?" Tanyaku.

"Jangan membuat kami mati penasaran Elby," ucap Putri.

"Sulit untuk dijelaskan. Sial! Andai saja hujan ini berhenti dan matahari menerangi tempat ini," ucap Elby. "Aku membutuhkan sebuah cahaya yang dapat membantuku memecahkan rasa penasaranku."

"Bukannya ada cahaya lilin," ucap Alby.

"Bukan cahaya itu," Elby berjalan bolak-balik. Seperti memikirkan sesuatu di otaknya. "Aku butuh cahaya yang dapat memantulkan benda dari satu titik ke titik yang lain."

"Sayangnya aku tidak membawa handphone-ku. Di sana ada senternya," ucap Alby sembari menggidikkan bahunya.

Elby tampak senang. Tangannya mengayun seperti menepuk angin. "Ya! Itu yang aku butuhkan. Sebuah senter!"

"Tapi... adakah di antara kita yang membawa senter?" Tanyaku. Sedetik kemudian, Elby kembali mendesah pasrah. Ia mengacak-ngacak rambutnya frustasi.

"Jangan sefrutasi itu Elby. Itu terlihat tidak bagus untukmu," ucap Putri. "Aku membawa senter."

Wajah Elby secerah harapannya. Dia membuka kedua tangannya dan berkata begitu riang,"kamu selalu membantuku di saat yang tepat. Bisa kamu ambilkan untukku?"

Putri mengangguk. Kemudian berlalu pergi dari hadapan kami. Ia mengambil senter di dalam tas ranselnya. Lalu kembali mendekat dan memberikan benda itu kepada Alby karena Elby menyuruhnya.
Kulihat kakakku kini sedang melipatkan tangannya di dada dan sedikit menaikkan sebelah alisnya.

"Untung saja aku membawa benda ini. Jika tidak, mungkin kita perlu keluar masuk ruangan untuk mengambilnya," ucap Putri.

Elby tersenyum lebar. Ia menatap ke atap yang di hiasi sebuah kaca dan kembali lagi ke cermin itu. Segera, Elby memandang kami dengan gaya khasnya yang misterius itu. Sudut bibirnya tertarik. Ia menggosokkan kedua telapak tangannya lalu berkata,"kalian akan suka jika ini benar-benar berhasil. Tapi untuk itu kita perlu memadamkan cahaya yang ada di sini."

Saat itu juga, kami terkecuali Alby mematikan penerangan yang ada di ruangan ini dengan cepat hingga menyisakan tiga cahaya lilin yang membantu kami untuk kembali ke tempat sebelumnya. Setelah kami berkumpul kembali ke tempat semula. Kami saling memandang.

"Apa yang kamu rencanakan Elby?" Tanya Putri.

"Kamu akan tahu nanti Putri. Tapi sebelum itu kita matikan dulu cahaya lilin ini," ucap Elby.

The Woman In BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang