The Woman in Black #74

1.3K 234 51
                                    

AKU RASANYA INGIN BERTERIAK DAN BILANG, “GILA TIGA CHAPTER LAGI MENUJU EPILOG!!”

AKU YAKIN, YANG NGIKUTIN CERITA INI DARI AWALLLLL BANGETTT. AKAN MERASA GAK NYANGKA KITA UDAH SAMPAI SEJAUH INI. IYA, NGGAK? ATAU HANYA AKU DAN TEMAN-TEMANKU?

DAN SETIAP KALI INGIN MELEPASKAN SETIAP KATA DALAM CHAPTER. YANG AKU PIKIRKAN, “BETAPA SEDIHNYA MELEPAS KAWAN-KAWANKU. RASANYA SEPERTI MELEPAS BAYI YANG DALAM GENDONGAN DAN SEKARANG DIA AKAN SEKOLAH.”

TAPI TENTU, KAWAN-KAWAN TWIB KITA TIDAK AKAN BENAR-BENAR HILANG. SALAH SEORANG PASTI AKAN MEMBUKA ULANG DI SETIAP CHAPTER UNTUK MENGENANGNYA. DAN MEREKA TIDAK AKAN PERNAH DILUPAKAN. KARENA AKU PUNYA LEBIH DARI SATU ORANG UNTUK MENGENANGNYA.

Dan terima kasih sekali, kepada teman-teman WP, yang mana sudah berapresiasi karya ini dengan vote dan komen. Dan juga yang entah bagaimana bisa merasakan karya ini juga pada diri kalian sendiri sehingga sulit dilepas.

Dan makasih untuk teman-teman yang sudah promosikan cerita ini padahal aku gak minta awokwok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan makasih untuk teman-teman yang sudah promosikan cerita ini padahal aku gak minta awokwok. Yang di atas hanya salah seorang yang terekspos, walau begitu, aku juga akan berterima kasih kepadanya dan juga orang-orang misterius yang dengan baik hati mempromosikan cerita ini kepada teman-temannya tanpa diketahui olehku. Kalian lebih dari doi ye awokwokwok.

REMEMBER FOLLOW, VOTE AND COMMENT :)

*

Setelah peristiwa burung-burung menggila itu, kami dibebaskan seharian penuh. Pihak sekolah pasti kalang kabut mengenai perbaikan pascabencana ini. Yang artinya, aku juga akan pindah kamar untuk sementara waktu karena kamarku mempunyai jendela. Aku tidak tahu seburuk apa keadaan kamarku melihat isi setiap kelas yang berada di dekat jendela saja sudah seperti kapal pecah.

Selain itu, bukan waktunya aku memikirkan kamar. Aku harus mencari Alby dan juga kakakku. Itulah yang terpenting. Bersama Elby, tampaknya jauh lebih menenangkan karena dia tidak membuatku gelisah. Ketika kami berlari di sepanjang lorong, kami melihat Maya. Dia berada lima meter dariku. Kepalanya berpaling dari kami.

“Maya!” aku berteriak, melambai-lambaikan tangan. Gadis itu menoleh. Dia tersenyum lebar. Lalu kami berlari dan saling menghamburkan pelukan. Aku menjauh darinya dengan tangan masih membelit.

“Kamu baik-baik saja?” tanyaku.

“Aku terluka. Cuma cakaran burung,” Maya menunjukkan luka di lengannya yang sudah diobati. “Tadi buruk banget ya? Aku bahkan masih syok. Belum lagi tadi aku melihat gagak bergelimpangan di lantai,” sahut Maya sambil bergidik.

Tatapan Maya bergeser pada Elby yang ada di sampingku. “Kalian baik-baik saja?”

“Ya,” kata Elby. “Sejauh ini. Kami mencari adikku dan Putri. Kamu melihatnya?”

The Woman In BlackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang