Bab 27

63.2K 2.1K 10
                                    

Bunyi sepatu pantofel yang beradu dengan lantai putih berbahan marmer, memenuhi seluruh sudut lantai satu di sebuah perusahaan.

Seorang laki-laki mengenakan kemeja putih yang digulung hingga ke siku tangannya, berjalan dengan kepala terangkat serta sebuah seringai ketika para wanita menatapnya dengan kagum.

Pria itu masuk ke dalam lift. Ia menekan tombol dua puluh tiga, di salah satu pilihan angka yang tertempel di dinding besi berbentuk kotak tersebut. Matanya melirih ke arah pantulan dirinya sendiri yang terlihat di dinding lift. Ia menyeringai, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana berbahan satin.

Tak lama, bunyi lift berdenting. Kedua pintu terbuka, memberikan pria itu celah untuk segera keluar dari benda berjalan tersebut. Ia melangkah,  memasuki ruangan yang berada di balik pintu berwarna cokelat.

Senyum tipis ditampilkannya, ketika ia mendapati pria paruh baya berpakaian rapi duduk di kursi kebesarannya dengan tangan yang bergerak di atas kertas sebuah tanda kepemilikan.

Pria paruh baya tersebut mengangkat kepalanya di saat ia berdehem mencari perhatian. Pria paruh baya itu tersenyum lebar, menyambutnya dengan ketenangan yang ditutupi keingintahuan dari bola matanya. Pria itu mempersilahkannya duduk di sofa berbentuk L berwarna krim.

"Bagaimana kabarmu?" tanya pria paruh baya tersebut dengan ramah.

"Seperti biasa, pikiranku terkacaukan oleh putrimu yang manis." lalu ia terkekeh pelan diikuti suara tawa kecil dari pria tua itu.

"Dia memang berdampak pada dirimu, nak."

"Seperti perusahaannya yang berdampak pada perusahaanmu, sir."

Pria itu tersenyum mengejek kearah pria tua di hadapannya. Ia tau pasti pria tua itu sedang menahan amarahnya. Kapan lagi ia bisa mengejek pria sombong seperti dirinya.

"Ah, kurasa tidak. Kau harus tau bahwa perusahaanku lebih unggul dari pada pria sialan itu!" pria tua itu menggeram pelan. Mungkin ia tidak terima diremehkan seperti itu dari orang yang bahkan levelnya jauh dari kehidupannya.

"Bagaimana?" pria tua itu melanjutkan.

"Ku dengar dia belum kembali, dan wanita itu bahkan ikut menghilang bersamanya. Kurasa mereka pergi bersama."

"Siapa yang menjalankan perusahaannya?"

"Mungkin salah satu dari orang kepercayaannya."

"Dokumennya serta rahasia perusahaannya, apa kau sudah dapat menembusnya."

"Belum. Ini terlalu sulit, sir. Kurasa dia menggunakan peretas handal. Bahkan peretasku sulit hanya untuk membuka segala hal yang berada di dalam ruang kerjanya."

Pria tua itu menggeram marah. Ia mengambil sebotol anggur dari atas meja, menungkannya kedalam gelas kristal kesayangannya serta sloki kecil untuk pria di hadapannya. "Aku tidak ingin semua ini berjalan lebih lama lagi."

"Aku harus menguasai seluruh pasar industri, tanpa terkecuali!" sambung pria itu tersebut.

Pria itu menggeleng. "Tidak semua yang kau inginkan, bisa kau dapatkan dengan cara instan. Semuanya butuh proses!"

"Setidaknya kita dapat membuat ini berjalan lebih cepat!"

"Atau kau tak akan pernah bisa mendapatkan putriku!" sebuah ancaman keluar dari mulut pria tua itu, membuat pria berkemeja bungkam dengan kehadirannya.

Jika bersangkutan dengan putri cantik jelita pria neraka, yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama, sudah dijelaskan ia tak akan bisa berbuat apa-apa selain mengikuti perintah pak tua tak berguna di depannya.

Ia hanya mengangguk. "Baiklah, aku akan mengusahakannya."

"Tidak. Kau juga harus melakukannya. Melakukan apapun yang membuat perusahaan pria sombong itu bangkrut, sebangkrut-bangkrutnya!"

"Demi putrimu!" ujarnya sedikit membentak.

Persetan dengan sopan santun!

Pria itu lalu bangkit dan membanting pintu berwarna coklat dengan cukup keras. Meninggalkan pria paruh baya yang masih menyesap anggurnya sambil menyeringai dengan kekehan jahat yang keluar dari mulutnya.

Pria itu memasuki mobil terbaru yang dibelikan oleh pria tua yang baru saja ditemuinya. Tidak ada ruginya untuk berkerja sama dengan pria itu, semuanya berjalan dengan keuntungan yang berpihak kepadanya.

Ia membawa mobilnya memasuki kawasan perumahan, salah satu rumah berwarna abu-abu yang terletak di bagian akhir di antara rumah-rumah lainnya. Pagarnya terbuka ketika ia membunyikan klakson, memarkirkan mobilnya dengan rapi di depan teras berkurva berbentuk limas yang terbuat dari kayu-kayu tipis kecil yang di susun sedemikian rupa.

Ia memasuki rumah tersebut melalui kurva berbentuk limas tersebut, memasuki sebuah ruangan yang hanya diketahui olehnya serta dua orang yang berkerja dengannya, untuk menghancurkan seorang pria yang dibencinya. Sangat-sangat dibenci olehnya.

Ruangan itu sedang kosong, kecuali beberapa komputer di atas meja serta dua pengeras suara yang tertempel di dua sudut ruangan. Di layar komputer terlihat sebuah ruangan berwarna putih dengan lantai marmer mahal serta ruangan berpintu hitam.

Ruangan tersebut terlihat kosong, hanya ada beberapa orang yang melalui sambil membawa beberapa map di kedua tangannya.

Pria itu menggeram kesal sambil menghentakkan salah satu genggaman tangannya di atas meja. "Shit! Mengapa susah sekali menembus ke dalam ruangan laknat itu?!"

***

Christian melingkarkan kedua tangannya di pinggang kecil milik wanitanya. Setelah seminggu menghabiskan waktu yang membosankan di kamar rumah sakit, ia dan Elle memutuskan untuk kembali ke New York. Lagi pula, ia juga memiliki urusan di kota itu.

Christian membawa Elle menuruni pesawat yang mereka tumpangi. Sebuah mobil porche berwarna hitam metalik terparkir di hadapan mereka dengan seseorang berpakaian hitam yang berdiri di dekan pintu belakang.

Pria itu mengangguk ketika Christian dan Elle berada di hadapannya. Ia membukakan pintu belakang, mempersilahkan pasangan tersebut memasuki mobil.

Di dalam mobil, Elle menatap Christian yang hanya memandang lurus ke depan. Wanita itu menghembuskan nafasnya, mempersiapkan mentalnya untuk menghadapi apa yang akan terjadi kepadanya besok.

Kedatangannya dan Christian pasti akan membuat para penggosip seperti mereka bertanya-tanya sambil membicarakannya berbisik-bisik.

Kehidupanmu yang sesungguhnya telah hadir di hadapanmu Elle, batinnya berteriak.

Wanita itu memejamkan matanya, kelelahan sudah menimpanya. Ia menyandarkan tubuhnya sambil menghembuskan nafas sebelum kegelapan mengambil alih semuanya.

.
.
.
.
To Be Continued

Gue update cepat kan, soalnya gue lagi mood makanya gue nulisnya cepet.
Mau diupdate lagi gak? 80 vote untuk update bab selanjutnya oke 😉

The Billionaire's ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang