Christian tidak terlihat senang dengan keberadaan Andrews di rumah Elle.
Walaupun pria itu ayah Elle, Christian tetap tidak menyukai pria itu. Dia juga merasa risih saat dirinya berusaha bersikap seolah tidak mengetahui apapun padahal ia jelas tahu siapa orangtua Elle.
Mereka makan di meja yang sama , menyantap roti dengan selai kacang yang dibuat oleh Elle. Sesekali ia mengawasi Andrew, yang juga diam-diam meliriknya.
Christian jelas tahu, jenis tatapan apa yang ditunjukan Andrew kepadanya. Pria tua itu tidak menyukainya, bahkan mungkin membencinya.
Christian melirik Elle, wanita itu fokus memakan rotinya sendiri tanpa memperdulikan tatapan sengit di antara ke dua pria di apartemennya.
Christian mengumpat dalam kunyahannya. Rasanya ia ingin segera pergi dari hadapan Andrews, bahkan mulutnya terasa gatal untuk tidak meludahi wajah pria tua itu.
Lebih menyebalkannya lagi, ia tidak akan pernah suka terkurung lama-lama bersamaan dengan Andrews, tidak dalam pertemuan formal maupun informal. Setiap kali ia bergerak ia merasa tidak nyaman. Ia merasa mata Andrews selalu mengawasinya lalu meremehkannya di waktu bersamaan.
Ia membersihkan mulutnya ketika rotinya sudah habis. Ia menatap Elle yang masih mengenakan pakaian kerja semalam.
"Kita harus bekerja, Elle."
"Kita terlambat---tidak hanya aku yang terlambat."
"Itu tidak masalah, yang penting kau harus segera bekerja."
Wanita itu hanya menangguk menuruti perintahnya. "Baiklah, aku akan bersiap-siap."
Elle menghilang di balik pintu kayu setelah wanita itu membersihkan meja makan. Kini hanya ada dirinya dan Andrews di dalam ruangan yang sama. Dadanya terasa sesak, tiba-tiba suhu udara terasa panas. Ia butuh angin untuk menyegarkan dirinya atau hanya segelas minuman dingin.
"Berapa lama kita tidak bertemu, Christian." Andrews membuka suara. Pria tua itu menatapnya tajam, kesan formal yang sebelumnya melingkupi mereka kini telah luntur bersama suhu panas yang semakin meningkat.
"Lima atau enam bulan."
"Cukup lama untuk dua orang yang dulunya sering bertemu."
Christian memandang Andrews dengan cara meremehkan. "Aku tidak peduli."
"Bahkan jika harus tak bertemu denganmu seribu tahun," sambung Christian.
Andrews berjalan berputar. Berdiri di hadapannya sambil kembali berkata, "Aku memikirkan ini dengan sangat lama, Christian. Aku tidak percaya jika putriku berkerja di perusahaanmu, sangat tidak dapat dipercaya. Secara pribadi aku lebih suka Elle bekerja di tempat yang lebih kecil dari pada harus di perusahaanmu. Terutama setelah apa yang terjadi di antara kita."
Otot-otot di rahang Christian mulai mengeras seiring dengan debar jantungnya yang kencang dan sarat dengan amarah.
Suara Andrews kembali terdengar. "Aku masih ingat betul bagaimana kau memperlakukanku saat itu, Christian!"
Christian tidak perlu repot-repot untuk menutupi ketidaksukaannya terhadap Andrews. Ia bahkan jelas memutar matanya di hadapaan Andrews saat mendengar kata-kata pria itu. Ia sudah lama belajar, bahwa berusaha bersikap baik dan sopan terhadap orang lain tidak akan gunanya. "Kau pantas mendapatkan itu, Andrews!"
Mereka masih saling menatap sampai pintu kamar Elle terdengar terbuka. Christian langsung mengalih pandangannya ke arah Elle yang sudah siap dengan setelan kerjanya.
Elle mengenakan kemeja putih yang dilapisi jas wanita berwarna hitam. Wanita itu mengenakan rok hitam di atas lutut, memperlihatkan paha putih Elle yang membuat Christian susah payah menelan salivanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Cold
RomanceBagian diprivate acak, silahkan follow sebelum membaca. ____________________________________ Berkerja sebagai sekertaris di sebuah perusahan terkenal di Amerika Serikat adalah impian seorang wanita polos bernama Elle Watson. Hal itu terwujud setelah...