UNEDITED
Elle melepaskan sepatu tinggi yang sejak lama membalut kakinya. Tas kerjanya ia lembarkan ke atas sofa, di depan televisi
Hal yang pertama Elle pikirkan adalah tidur dan beristirahat sebelum pagi kembali menjemputnya untuk melalui hari-hari yang cukup membuatnya pikirannya semakin berkembang.
Hari ini benar-benar melelahkan. Berlibur membuat pekerjaannya menumpuk. Ia memiliki cukup banyak pekerjaan yang harus di selesaikannya sebelum minggu ini berakhir. Belum lagi orang-orang selalu membicarakannya. Mencibirnya dengan suara yang sengaja mereka besarkan. Menganggapnya dengan sukarela melemparkan tubuhnya kepada Christian. Membuka kakinya lebar tanpa pria itu meminta.
Munafik! Pikir Elle.
Padahal Elle yakin, mereka akan melakukan hal yang mereka bicarakan ketika mereka mendapatkan kesempatan untuk bersama Christian.
Elle masuk ke kamarnya. Elle terkejut ketika ia menyalakan lampu, ia mendapati seseorang duduk manis di sofanya.
Elle diam mematung di depan pintu. Dia masih belum bisa menguasai ketetkejutannya, ketika seseorang yang tidak ia bayangkan akan datang mengunjunginya.
Elle berjalan pelan mendekati, dengan telapak tangan yang berada di depan mulutnya yang terbuka.
"Kau hanya akan diam dalam keterkejutanmu, sayang?"
Suaranya masih sama seperti pria yang memeluknya setahun yang lalu. Pria yang membesarkannya penuh kasih sayang. Pria yang paling ia rindukan selama dirinya berada di Amerika.
Elle memperlihatkan senyumnya. Ia berlari menghampiri pria tersebut sambil merentangkan tangannya, memeluk erat tubuh pria separuh baya yang mengenakan jas hitam rapi dengan tampilan gagahnya.
"Ayah..." ujar Elle di sela-sela pelukannya.
"Aku merindukanmu, putriku."
"Kau.. kau membuatku terkejut. Astaga, aku tidak yakin kalau ini bukan mimpi."
Andrews Watson---ayahnya---melepaskan pelukannya. Menatap Elle sambil tersenyum, "Kau tudak bermimpi, Elle."
"Aku bosan menunggumu mengunjungi aku dan ibumu. Jadi aku memutuskan untuk menemuimu disini."
"Apa ibu ikut?"
Andrews menggeleng. "Sayangnya tidak, nak."
"Lalu mengapa ayah bisa di sini?"
Ayahnya mengangkat bahunya, terlihat seperti tidak peduli. "Ada pekerjaan yang harus kuurus di sini. Jadi aku memutuskan untuk mampi dan menemui putri kesayanganku yang sudah besar." Andrews tersenyum sambil mengacak rambutnya. Bagaimana pun Elle tetap putri ayahnya, ia merindukan perlakuan manja yang diberikan ayahnya.
"Apa kau akan bermalam?"
Andrews mengangguk. "Malam ini, iya."
Elle terlihat bersemangat. "Baiklah, aku akan menyiapkan kamar untuk ayah."
"Josh berkunjung beberapa bulan yang lalu, dan sekarang ayah mengunjungiku. Aku juga rindu ibu, tapi aku senang ayah di sini."
"Ibu juga merindukanmu, Elle."
Elle datang dari arah dapur. Membawa dua cangkir teh hangat kearah ayahnya yang sedang duduk di depan televisi. "Maafkan aku, karena tidak bisa berkinjung."
Andrew kembali mengacak rambutnya. "Aku mengerti, tapi jika kau ada waktu berkunjunglah. Aku yakin ibumu pasti akan merasa senang."
"Aku pasti akan berkunjung ayah."
"Ini sudah malam, lebih baik kau beristirahat."
Elle menggeleng keras. "Tidak. Aku akan di sini, menghabiskan malam dengan bercerita dan bermanja-manja pada ayahku."
"Kau harus bekerja, Elle."
Elle terkekeh. "Aku ingat saat aku masuk sekolah menengah kau juga mengatakannya. Kau harus sekolah, Elle." Elle mengikuti apa yang ayahnya katakan beberapa tahun yang lalu
"Aku tau aku harus bekerja. Tapi biarkanlah aku menghabiskan waktu dengan ayahku yang jarang ku temui."
"Ini salahmu yang memutuskan untuk bekerja di perusahaan orang lain."
Elle tidak peduli. "Kau tahu alasannya, ayah."
"Tapi kudengar kau memiliki hubungan dengan pemilik perusahaan. Benarkah begitu?"
Pipinya terasa memanas. Elle tidak pernah membicarakan seorang pria kepada ayahnya. Lagi pula ia tidak pernah berkencan sebelumnya. Ia hanya mengenal laki-laki sebagai teman, tidak lebih.
"Ayah..." akhirnya Elle hanya merengek.
Mereka membicarakan banyak hal. Segelas teh sudah diganti dengan segelas kopi berkafein tinggi. Ayahnya selalu menggodanya dengan kisah-kisah masa kecil, membuat mereka tertawa bersama-sama. Ketika Andrews memintanya untuk tidur di pangkuan ayahnya, Elle menurut. Ia selalu melakukan ini ketika ia tidak bisa tidur, atau ketika ia sedang bercerita banyak hal bersama ayahnya, seperti sekarang ini. Elle senang bisa menghabiskan waktunya bersama ayahnya, walaupun harus sesingkat ini.
***
Elle terbangun saat bel apartemennya berbunyi. Ia sudah ada di kamarnya ketika ia membuka matanya. Mungkin Andrews memindahkannya, pikirnya dalam hati.
Ketika bel kembali berbunyi, Elle segera keluar dari kamarnya. Tidak memperdulikan wajahnya yang baru saja bangun tidur.
Ruang tamu terlihat sepi ketika ia melewatinya. Tapi, dimana ayahnya?
Elle tidak terlalu terkejut ketika mendapati Christian berdiri di hadapannya. Pria itu selalu bisa membuatnya terkejut dengan apa yang dilakukannya sehingga Elle tidak membutuhkan rasa keterlejutan itu lagi. Elle dapat melihat senyum tipis yang terpantri dari wajah pria itu. Menyuruhnya masuk dan menawari untuk sarapan bersama.
"Kau ingin sarapan? Segelas kopi dan sepotong roti."
Christian mengangguk. "Boleh jika tidak keberatan."
Ketika Elle membuat kopi untuk Christian, sebuah pintu tiba-tiba terbuka. Memperlihatkan ayahnya yang sudah mengenakan setelan rapinya. Andrews menatapnya meminta penjelasan, tapi ia hanya tersenyum malu.
"Well, lama tidak berjumpa Mr. Scott."
"Aku terkejut mendapatimu di apartemen kekasihku."
"Kekasih?"
"Ya. Kami baru saja berkencan beberapa bulan yang lalu."
Elle datang dengan dua gelas kopi yang ia serahkan kepada ayahnya dan Christian. Ia terlihat tidak nyaman dengan pertemuan formal yang ayahnya lakukan. Pandangan Andrews menatap lurus ke arah Chrisrian, begitu pula sebaliknya.
"Perkenalkan, dia ayahku."
Christian tidak terlihat terkejut dengan penuturannya, seolah pria itu sudah tau segalanya. Tapi melihat Christian yang tersenyum formal sambil mengulurkan tangan ke arah ayahnya, membuatnya napat bernafas lega.
"Senang bertemu denganmu lagi, Mr. Watson."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Cold
RomanceBagian diprivate acak, silahkan follow sebelum membaca. ____________________________________ Berkerja sebagai sekertaris di sebuah perusahan terkenal di Amerika Serikat adalah impian seorang wanita polos bernama Elle Watson. Hal itu terwujud setelah...