Elle diam memikirkan satu hal. Apa yang sebenarnya terjadi pada Christian? Pria itu tidak berbicara padanya, bahkan masuk ke dalam ruangannya tanpa mengucapkan kata apapun atau mencium bibirnya sebelum melanjutkan kerjanya.
Akhirnya Elle memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Ia menulis sesuatu yang dilihat di layar komputer ke dalam buku jurnal berukuran besar.
Elle ingat bagaimana ia dapat menulis apapun, dan sebanyak mungkin di atas kertas. Sejak ia kecil ibunya selalu memberikan kertas dan sebuah pensil, sampai benda itu berubah menjadi pena dan spidol. Ibu menyuruhnya untuk menyalin buku-buku tebal. Buku apapun itu; novel, majalah, komik, fashion, bahkan sampai resep memasak.
Elle dibiasakan untuk melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh anak kecil berumur tujuh tahun. Mungkin anak seusianya saat itu hanya bisa menulis angka atau beberapa kata, tapi tidak dengannya. Lagi pula ia tidak menyangka, apa yang akan diajarkan ibunya, akan sangat berguna di waktu seperti ini.
Elle juga tidak menyangka kehidupannya akan berubah dalam waktu singkat. Ia bekerja dan berkencan dengan atasannya sendiri. Ia dan Christian menghilang, lalu kembali begitu saja seakan tidak ada hal penting yang terjadi di antara mereka. Mereka benar, cinta bukan masalah waktu. Elle benar-benar gila hanya karna mendengar pria itu memanggil namamya.
Tiba-tiba seseorang mengetuk meja kerjanya. Elle mendongkak, mendapati James yang berdiri di hadapannya sambil tersenyum. Pria itu menyapa dirinya, "Lama tidak bertemu, Elle."
Elle tertawa. "Yah.. kurasa cukup lama. Sampai-sampai melihat dirimu membuatku cukup terkejut."
"Apa kau ingin makan siang bersamaku?"
"Makan siang?"
"Tentu saja. Di seberang gedung ada bar yang menjual makanan cepat saji," ujar James.
"Sepertinya itu menyenangkan. Tapi aku tidak yakin apa kita akan dapat keluar sebelum jam istirhat."
"Kita sudah melewatkannya selama lima belas menit," jawab James.
Elle melihat jam kecil yang berada di atas mejanya. Ia menepuk keningnya sambil berseru. "Astaga, pekerjaan membuatku lupa waktu."
"Jadi, apa kau ingin makan siang bersamaku?"
Elle tidak menjawab. Ia menatap ke arah pintu yang menghalangi pandangannya dari Christian. Lalu beralih menatap layar ponsel, yang tidak memperlihatkan notifikasi apapun dari pria itu. Padahal sejak dua jam yang lalu, ia sudah berusaha menelpon atau hanya mengirim pesan pada Christian, walau sebenarnya ia bisa saja masuk ke dalam ruangan pria itu---tapi tetap saja Elle tidak akan melakukan itu.
Elle tersenyum melihat James yang masih menunggu jawabannya. "Baiklah."
Elle berjalan melewati mejanya. Melangkah bersama James, hingga melewati orang-orang yang terus saja membicarakannya. Bahkan wanita itu lupa untuk membawa ponsel ikut serta bersamanya.
Seperti sebuah cafe manis, James membunyikan lonceng sebelum mereka memasuki tempat yang di dekor dengan warna putih dan cokelat. Beberapa batu alam menjadi hiasan di tempat ini, dengan dua bartender dan seorang barista perempuan.
James menariknya duduk di meja bar. "Aku ingin burger dengan porsi jumbo dan sekaleng coke diet."
James menatapnya, "Kentang goreng dengan saus tomat dan seporsi tortila. Ah, jangan lupa sekaleng bir."
"Kau penikmat makanan gurih?"
Elle mengangkat kedua bahunya. "Ya begitulah."
Ella dan James menikmati makanan sambil membicarakan apapun. Ia tertawa ketika pria itu melemparkan lelucon kepadanya. "Kau tahu, aku melihat si gendut Pumkins berciuman dengan seoeang wanita. Aku tidak habis pikir, wanita mana yang ingin bercinta dengan pria itu. Ya Tuhan, namanya saja membuatku tertawa," mereka tertawa bersamaan saat James membicarakan Philip Pumkins---seorang pembersih gedung---yang bertubuh tambun.
Elle memukul lengan pria itu. "Berhentilah mengejek si tua Pumkins, James." Wanita itu berbicara, tapi ia belum bisa menghilangkan tawanya.
"Jika saja kau melihat bagaimana Pumkins mencium wanita itu, mungkin kau tidak akan pernah berhenti tertawa."
Mereka terus tertawa. Padahal makanan keduanya sudah habis sejak sepuluh menit yang lalu. Berbicara bersama James membuat Elle melupakan apa yang terjadi pada Christian. Tanpa sengaja tangan Elle menyentuh pergelangan tangan James. Mereka tertawa seakan tidak ada beban yang dipikirkan.
"Elle?" suara itu membuat Elle menghentikan tawanya. Ia menatap Christian yang berdiri di balik punggung James.
"Christian.."
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Christian. James yang berada di dekat mereka hanya diam sambil menatap Elle penuh sesal.
"Makan siang, tentu saja."
Christian menarik lengan Elle, menjauh dari James. "Kembali sekarang, Elle."
Elle tidak menjawab. Ia hanya mengikuti langkah Christian yang menarik lengannya. Sesekali Elle meringis, ketika genggaman tangan pria itu semakin mencekik lengannya. Orang-orang yang baru saja kembali setelah makan siang, menatapnya.
Christian berhenti sebentar. "Kembalilah bekerja!" teriakan pria itu membuat para karyawan kembali ke meja-nya.
Christian membawanya masuk ke dalam ruangan pria itu. "Serius Elle, kau pergi bersama James?"
"Kami hanya makan siang, Christian!" Elle hampir berteriak di depan pria itu.
"Kau bisa mengajakku!"
Elle tertawa. "Mengajakmu? Apa yang kau pikirkan, padahal kau tidak menghiaraukanku sejak pagi. Bagaimana aku bisa mengajakmu? Lagi pula kau tidak mengangkat telepon dan menjawab satu pun dari pesanku!"
"Kau bisa masuk ke dalam ruanganku, Elle."
Elle tidak sadar, ia sudah mengeluarkan air matanya. Bagaimana Christian bisa seegois itu?
"Dan mendapati kau akan mengusirku?!"
Pria itu diam. Christian memijit batang hidungnya, menarik nafas lalu membuangnya. Christian berjalan mendekatinya, memeluk Elle, membawa wajah memerah wanita itu ke dada bidangnya. Melingkupi tubuh Elle menggunakan kedua lengannya sambil mencium pucuk kepala Elle. "Maafkan aku, oke. Aku tahu aku salah, ini bukan salahmu. Hanya saja banyak hal yang harus ku pikirkan sehingga melupakanmu."
Elle menangis di pelukan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Cold
RomanceBagian diprivate acak, silahkan follow sebelum membaca. ____________________________________ Berkerja sebagai sekertaris di sebuah perusahan terkenal di Amerika Serikat adalah impian seorang wanita polos bernama Elle Watson. Hal itu terwujud setelah...