Bab 38

52.3K 1.7K 12
                                    

Hai readers tercinta :* :*
Aku mau nanya, masih ada gak ya yang nungguin cerita ini? Aku sadar udah lama aku gak nulis di cerita ini. Aku minta maaf.

Ah, basi minta maaf mulu.

Iya aku tau, kalian pasti bosan liat aku minta maaf mulu. Kalo yang dulu-dulu aku punya alasan, tapi yang sekarang ini real karena aku gak punya ide sama sekali buat lanjutin cerita ini. Pengen stop, tapi takut banya yang kecewa. Aku gak mau kacang lupa sama kulitnya. Aku tau banget gara-gara cerita ini followers aku naik, yang mampir di lapak aku banyak. Jadi aku ngucapin, makasih loh untuk kesetiaan kalian sama cerita ini. Aku terharu :(
Aku sayang kalian semua ❤

Btw, aku lagi kesel karena ada mantan yang tiba-tiba bilang gue bitch. Gila gak tuh mantan. Gak tau apa-apa, eh malah dihina _-

Selamat membaca :*:*

JANGAN LUPA SPAM KOMEN DAN VOTE!
****

UNEDITED

James sudah muak, selalu bersikap pura-pura di hadapan Elle dan Christian. Christian benar-benar membuatnya muak dengan apa yang dilakukan pria itu. Selalu bersama Elle kemana pun, tanpa memberikan Elle ruang untuk lebih dekat dengan orang lain.

James mencengkram kaleng sodanya dengan marah. Matanya menatap tajam ke satu arah. Nafasnya mengebu-gebu dengan dada yang bergerak naik turun. Bagaimana bisa Christian tiba-tiba membawa Elle pergi darinya. Padahal sudah jelas ia yang duluan meminta Elle untuk bersamanya.

Christian tidak berhak untuk memgambil kesempatannya. Pria itu hanyalah pria kaya yang sombong. James tidak akan melupakan apa yang telah di perbuat keluarga Christian terhadapa keluarganya. Dan bagaimana pria itu mengambil Elle darinya.

Mengambil ponsel yang berada di saku celananya, James melemparkan kaleng sodanya sembarangan. James mendial sebuah nomor yang akan menentukan masa depannya bersama Elle. James tidak akan menunda lagi kali ini. Ia akan segera membuat Elle jatuh ke dalam pelukannya.

"Bereskan semua!"

"Apa yang kupinta, kau harus bisa memberikannya kepadaku."

"Aku tidak peduli! Yang pasti kau harus melakukannya dengan cepat!"

"Satu minggu. Aku memberimu waktu selama satu minggu!"

Setelah menutup teleponnya, James kembali melangkah masuk ke kantor Christian. Para wanita menyapanya sambil tersenyum, yang tentu saja berusaha ia balas sehangat mungkin. Wajahnya segera terpasang dengan sebuah topeng. James memasuki lift, dan naik menuju lantainya bekerja.

Tidak ada yang begitu spesial di perusahaan Christian. Hanya saja,  tujuh puluh persen pegawai di perusahaan ini kebanyakan perempuan dan sebagiannya lagi, mereka laki-laki yang menganti identitasnya menjadi wanita. Hanya sedikit pria yang bekerja di perusaan ini. Dan para lelaki, kembankan memegang jabatan penting. Lagi pula banyak pirang di perusahaan ini. Dan beberapa dari mereka, pernah tidur bersamanya.

***

Elle kembali menyelesaikan pekerjaannya di depan komputer. Matanya sudah hampir lelah memandangi huruf-huruf kecil di depannya. Sial! Ternyata dekat dengan seorang atasan tidak membuat pekerjaan menjadi lebih mudah.

Elle kembali memikirkan, apa yang sebenarnya terjadi di antara dirinya dan Christian. Christian tidak pernah memintanya untuk menjadi kekasih pria itu. Tapi Christian bersikap seolah-oleh dia adalah kekasih Christian. Jangankan mengungkapkan perasaan, mengatakan cinta kepadanya saja, Christian tidak pernah melakukan itu. Elle jadi berpikir bahwa Christian hanya mempermainkannya saja.

Tapi pernyataan yang diberikan oleh Christian beberapa jam lalu, membuat keraguannya sedikit luntur. Seditaknya Christian menyuruhnya untuk tetap berada di samping pria itu. Tanpa diminta pun, Elle akan dengan senang hati melakukannya. Elle sadar, kalau dirinya sudah lama jatuh cinta pada Christian.

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore ketika Christian keluar dari ruangannya sambil tersenyum ke arah  Elle. Ia menutup laptopnya dan segera membersihkan semua barang-barangnya.

"Kau sudah selesai?" tanya Christian.

Elle mengangguk. "Ya, tinggal sedikit. Aku bisa menyelesaikannya di apartemen."

Christian bersandar di mejanya sambil menatap ke dalam matanya. Semuanya masih sama seperti dulu, setiap kali pria itu menatap matanya. Elle masih merasakan dada yang berdebar dan perasaan gugup yang luar biasa.

Elle terkejut ketika Christian mengusap kepalanya. "Beristirahatlah. Kau sudah cukup lelah bekerja di kantor."

"Baiklah." Elle mengangguk dengan ragu.

Setelah Elle selesai membersihkan barang-barangnya dan memberikan sedikit pewarna di bibirnya, Christian membawa tubuhnya mendekat kepada pria itu. Tangan Christian melingkar di sekitarnya, dengan satu tangannya lagi yang masuk ke dalam saku celana satinya.

"Aku suka wangimu," ujar Elle saat mereka berada di dalam elevator.

Christian menyeringai, "Aku lebih suka mencium wangimu."

Elle tersipu malu. Pipinya memanas seketika dengan rona merah yang tercetak jelas di wajahnya. Elle sangat mengerti apa yang di maksud oleh Christian. Elle tau wangi apa yang di maksud pria itu. Dan hanya membayangkan Christian menciumnya saja, membuatnya sangat terangsang.

"Berhenti membual dan berkata cabul, Christian."

"Aku tidak membual. Apa kau ingin aku memberikan bukti?"

"Jika saja kita tidak berada di kantor, aku dengan senang hati menyerahkannya padamu."

"Kita bisa melakukannya di mana pun. Bahkan jika kau ingin melakukannya di dalam kotak ini."

Entah apa yang lucu, tapi perkataan Christian membuatnya tertawa. "Tidak, terima kasih."

Pintu elevator terbuka. Ia dan Christian sudah berada di lantai bawah. Tapi betapa terkerjutnya, Elle ketika mendapati James berdiri di hadapan mereka. Naluri di dalam dirinya menyuruhnya untuk bergeser dari sisi Christian, tapi tangan pria itu malah semakin erat memeluknya.

Elle tersenyum kecil ke arah James, tapi tidak mendapati tanggapan apa pun dari pria itu. Terlebih lagi, James menatap tajam ke arah Christian begitu pula sebaliknya. Elle tidak buta untuk menyadari adanya ketegangan di antara James dan Christian. Terlebih saat James menayap lehernya yang tak tertutup oleh rambut. Menampilkan tanda merah, bekas ciuman Christian tadi siang.

Elle merasa mereka benar-benar berada di keadaan yeng menegangkan. Dan Elle sama sekali tidak nyaman dengan keadaan ini. Ia mengelus pelan tangan Christian yang berada di pinggangnya sebelum berkata, "Kami duluan James."

James menatapnya. Entah jenis tatapan apa, tapi pria itu mendambakannya. James jelas menginginkan dirinya secara personal. Ia tidak buta untuk melihat tatapan itu sejak awal. Dan James sangat tidak suka ketika ia berada dekat dengan Christian.

Perasaan Elle menjadi kacau. Ia merasakan akan ada sesuatu yang besar dan berbahaya, yang akan terjadi dalam waktu dekat ini. Entah apa itu, tapi Elle akan selalu mengingatkan dirinya untuk tetap waspada.

The Billionaire's ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang