Beberapa hari berlalu. Terasa lama untuk keluarga Hesadianto karena mereka sangat menantikan nya. Sesuai rencana yang di sepakati keluarga Hesadianto, pak Tomi dan bu Tari pergi ke tempat kerja Ana. Sambil mempersiapkan semua kata-kata untuk diucapkan agar membuat rencana ini berjalan lancar, pak Tomi dan bu Tari juga mempersiapkan diri mereka untuk bisa menerima apapun hasil dari tes DNA nya nanti.
Mereka datang tepat saat jam istirahat di tempat kerja Ana. Jadi mereka dengan mudah berbicara pada bos nya Ana mengenai kedatangan mereka.
"Oh, seperti itu. Ya... sebentar saya panggilkan Ana," mendengar namanya di sebut, Ana langsung penasaran dan refleks menoleh ke arah pintu pembatas tempat kerja dan ruang makan. Begitu juga dengan teman-teman Ana.
Beberapa saat kemudian pintu terbuka. Ana dan bos nya saling tatap.
"Ana, bisa ikut sebentar ? Ada yang mau ketemu," sambil tersenyum kecil dan mengangguk Ana bangun dari tempat duduknya. Ana mengikuti bos nya ke depan.
"Ini Ana, silahkan," kata bos nya. Saat Ana dan pak Tomi saling tatap, ada perasaan aneh di dalam hati mereka. Mereka berdua seperti terharu melihat satu sama lain. Perasaan itu membuat pak Tomi yakin bahwa itu memang benar putrinya.
Tapi bagi Ana, perasaan itu sangat aneh. Dia jadi bingung sendiri. Kenapa saat bertemu keluarga ini dia jadi merasakan perasaan yang aneh. Ana terus melihat pak Tomi dan bu Tari bergantian karena kebingungan dengan perasaan nya.
"Bagaimana Na, kamu mau kan ikut kami sebentar ?," Ana yang sibuk dengan pikirannya sendiri sampai tidak memperhatikan ucapan bu Tari. Ana hanya mengangguk sambil tersenyum. Padahal dia tidak tau tadi bu Tari bicara apa.
"Baiklah. Em, bu. Kami minta izin mengajak Ana pergi sekarang. Tidak apa-apa kan bu ?," tanya bu Tari pada bos Ana penuh harap.
"Oh iya silahkan. Oh iya, makan kamu sudah selesai Na ?," tanya bos nya.
"Belum mbak," karna masih belum terlalu tua, bos nya Ana meminta semua karyawan nya memanggil dengan sebutan mbak. Supaya akrab juga dengan karyawan jika memanggil mbak.
"Kalau begitu Ana biar menghabiskan makan siang nya dulu ya bu,"
"Oh baiklah. Kita tunggu,"
Setelah itu bos nya Ana memberi isyarat Ana boleh pergi. Ana pun segera kembali ke ruang makan dan melanjutkan makan siang nya yang sempat tertunda. Semua teman nya menatap Ana penasaran.
"Ada apa Na ?,"
"Siapa yang ngajak ketemu ?,"
"Mau ngapain Na ?," berbagai pertanyaan di ajukan teman-temannya.
"Aku mau pulang," jawab Ana singkat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan temannya. Tidak lupa dia tersenyum senang.
Dengan cepat dia menghabiskan makan siang nya dan segera mencuci piring kotor nya setelah selesai makan. Itu sudah menjadi aturan di home industry ini.
Selesai mencuci piring, Ana melambaikan tangannya pada semua temannya. Temannya menatap Ana dengan penasaran sekaligus iri karena Ana bisa pulang duluan.
Setelah membereskan semua barang nya, Ana pamit pada bos dan karyawan disana. Setelah itu Ana bersama pak Tomi dan bu Tari melangkah pergi meninggalkan home industry .
Bu Tari dan Ana duduk di kursi penumpang, sementara pak Tomi sendirian di kursi depan fokus mengemudi. Bu Tari memeluk Ana dari samping. Ana merasa risih sekaligus nyaman. Tapi suasana jadi sedikit canggung karena tidak ada yang mau membuka suara.
Setelah setengah jalan, baru bu Tari membuka suara.
"Nama kamu Ana ya ?," tanya bu Tari.
"Iya bu,"
"Jangan panggil ibu. Panggil mama aja sama papa," bu Tari menunjuk pak Tomi.
"Iya. Ma," kata Ana ragu.
"Nama panjang kamu siapa ?,"
"Rizkyana Rahmawati," bu Tari terdiam. Pak Tomi yang mendengarkan jadi sedikit ragu karena namanya beda jauh.
"Orang tua kamu masih lengkap ?,"
"Masih,"
"Kamu berapa bersaudara ?,"
"4. Saya anak kedua,"
"Kamu lahir dimana ?," pak Tomi jadi penasaran benar atau tidak. Karena perasaan nya mengatakan jika Ana memang putri nya.
"Di Bali," bu Tari melihat ke arah pak Tomi sambil tersenyum kecil. Sementara pak Tomi tersenyum senang . Karena putri mereka memang lahir di Bali. Sebenarnya hanya numpang lahir saja karena kebetulan waktu itu keluarga Hesadianto sedang liburan ke Bali.
"Kita ke rumah sakit dulu ya," kata pak Tomi semangat. Bu Tari mengangguk dengan mantap. Sementara Ana hanya tersenyum melihat pak Tomi.
Setelah itu bu Tari mengajak Ana ngobrol dengan topik pekerjaan nya Ana. Pak Tomi sedikit kecewa karena Ana lebih memilih kerja daripada kuliah. Tapi karena Ana tidak mau membahasnya, pak Tomi pun akhirnya mengalah karena mungkin Ana punya alasan lain yang menurutnya lebih penting daripada kuliah.
»»»»»
Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di rumah sakit. Mereka bertiga keluar mobil dan berjalan beriringan ke ruang dokter keluarga Hesadianto, yang juga sahabat pak Tomi. Ana sebenarnya bingung. Dia ikut kesini untuk apa. Tapi karena tidak mungkin menolak, Ana hanya diam melihat sekeliling ruang dokter.
"Ayo silahkan ke ruang pemeriksaan," pak Tomi mengajak Ana. Ana dengan sedikit terkejut langsung bangun dari duduk nya dan mengikuti pak Tomi.
Pertama Ana yang diambil darahnya. Kemudian pak Tomi. Pak Tomi bilang untuk tes kesehatan. Bu Tari sudah tes kesehatan Minggu lalu. Tinggal pak Tomi yang belum. Dan pak Tomi mengajak Ana, supaya tidak sendirian. Ana yang mendengar penjelasan pak Tomi hanya mengangguk dan percaya saja. Pak Tomi tersenyum melihat Ana yang gampang percaya itu.
Setelah itu mereka bertiga kembali ke tempat bu Tari. Pak Tomi bersalaman dan mengucapkan terimakasih pada dokter itu.
"Tunggu hasil nya seminggu lagi," kata dokter itu dengan senyum misterius. Pak Tomi mengangguk dan melirik Ana. Ana yang di lihat seperti itu sebenarnya curiga. Tapi dia tidak berani bertanya.
Selesai berbincang sebentar, mereka bertiga keluar dari ruang dokter. Bu Tari mengajak Ana jalan-jalan dulu, tapi Ana menolak dengan alasan sudah sore. Akhirnya bu Tari mengalah. Bu Tari dan pak Tomi mengantar Ana pulang.
»»»»»
Di perjalanan, mereka bertiga mengobrol dan bercanda. Ana merasa akrab dengan pasutri itu. Padahal Ana baru bertemu mereka. Tapi rasanya seperti sudah saling kenal sejak lama. Sementara bu Tari dan pak Tomi senang melihat Ana yang sudah seperti putri mereka sendiri.
Karena serunya obrolan mereka, sampai tidak terasa mobil pak Tomi sudah sampai di depan gang rumah Ana. Dengan berat hati pasutri itu mengijinkan Ana pulang. Bu Tari melihat Ana sampai masuk ke rumahnya. Kemudian baru bu Tari masuk mobil lagi.
"Sepertinya dia memang Rena kita pa, " kata bu Tari senang sambil menatap pak Tomi dengan haru.
"Do'akan saja ma, hasil tes nya sesuai dengan harapan kita ,"
"Amin ,"
Setelah itu pak Tomi melajukan mobilnya menuju ke rumah kediaman Hesadianto dengan harapan yang sangat besar di dalam hatinya. Pak Tomi tak berhenti berdo'a supaya harapan keluarga nya menjadi kenyataan.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Maaf ya kalau ceritanya masih berantakan. Mohon kritik dan saran nya. Terimakasih sudah membaca. Tolong Comment dan Vote nya 🙏🙏🙏💕
KAMU SEDANG MEMBACA
NaNaNa
Teen FictionJika sudah waktunya... hal yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin. Semua hal tak terduga terkadang adalah hal yang paling di harapkan. Jangan pernah menyalahkan keadaan. Tuhan tau yang terbaik untuk umat Nya