Besoknya sehabis Maghrib, Andi dan ayahnya pergi ke rumah keluarga pak Tomi. Andi memasang wajah kesal saat melihat keluarga Hesadianto berkumpul semua. Mereka terlihat bahagia. Dan itu membuat Andi merasa semakin dendam.
"Tom, gua makasih lu udah bantuin gua beberapa hari ini. Gua sama Andi mau balik,"
"Tapi Andi kuliah disini. Andi biar tetep tinggal disini aja. Nggak papa," kata pak Tomi yakin.
"Nggak usahlah. Gua malu sama lu gara-gara nih anak. Mending kita balik aja,"
"Nggak papa santai aja. Andi harus kuliah. Gue masih bisa biayain dia,"
"Nggak usahlah Tom. Ngerepotin lu,"
"Nggak papa. Biar nantinya Andi bisa cari kerja yang bagus. Biar dia bisa bahagiain lo sama bini lo," ayahnya Andi tidak berani membantah. Karena jika pak Tomi sudah berkata dengan lo-gue, berarti pak Tomi benar-benar serius dan tidak mau di bantah sedikitpun.
"Ya udahlah. Terserah lu. Kalau dia bikin masalah lagi, langsung anterin pulang aja. Kalau perlu penjara aja udah. Biar kapok dia," Andi menatap ayahnya shock.
"Yang bener dong yah," kata Andi tidak terima.
"Setuju tuh gue. Kalau perlu gue yang anter langsung," tambah Roni.
"Boleh juga idenya. Gue setuju," Rama ikut berpendapat.
"Gila lo semua," kata Andi ketus. Kakak-kakak Ana terkekeh.
"Ya udah, gua balik sendirian kalau gitu,"
"Mau gue anterin ?,"
"Boleh deh. Ngirit ongkos,"
"Ya udah ayo,"
Pak Tomi mengambil kunci mobil. Setelah itu dia mengajak ayahnya Andi pergi. Mereka berdua pun pergi meninggalkan Andi yang cemberut di rumah keluarga pak Tomi.
"Ya udah, ayo siap-siap makan malam," ajak bu Tari. Semua melangkah ke ruang makan.
"Andi, ayo,"
"Nggak usah bu. Saya disini aja," kata Andi ketus.
"Udah ayo," bu Tari mendorong Andi. Dengan terpaksa Andi ikut ke ruang makan.
"Ngapain lo ikut ? Balik sana ke kosan lo," kata Roni tegas. Andi menatap Roni marah.
"Roni...," tegur bu Tari.
"Bercanda Ma,"
"Jangan dengerin Roni. Ayo duduk. Na, tolong ambilin Andi makan ya,"
"Iya Ma," Ana yang duduk di sebrang meja berputar dan menuju tempat Andi.
Dia mengambil piring Andi kemudian mengambilkan makanan untuk Andi. Karena dia sudah hafal makanan kesukaan Andi, dia tidak bertanya lagi pada Andi mau makan apa. Andi menatap Ana senang sekaligus sedih. Dia ingin tetap bersama Ana, tapi keluarganya tidak mengijinkan. Ana juga sudah tidak mau bersamanya lagi.
"Nih, habisin ya," kata Ana ramah. Andi tersenyum kaku.
"Iya. Makasih An,"
"Iya. Sama-sama," Ana melangkah kembali ke kursinya.
"Ayo makan," ajak bu Tari. Setelah berdo'a, merekapun mulai makan malam dengan tenang.
"Kamu malam ini menginap disini aja. Kamu bisa tidur di kamar kamu yang dulu,"
"Jangan Ma. Bahaya. Roni anterin dia pulang aja,"
"Roni, jangan berfikiran buruk gitu. Udah kamu tidur disini aja malam ini. Besok om anterin kamu ke kosan kamu,"
"Iya bu. Terimakasih,"
"Iya sama-sama,"
Roni menatap Andi tidak suka. Andi cuek saja dan lebih memilih melirik Ana. Ana hanya tersenyum pada Andi.
»»»»»
Besoknya, pak Tomi sampai di rumah sekitar jam setengah 7 malam. Pak Tomi melihat keluarganya di tambah Andi siap-siap makan malam.
"Pa, ikut makan malam ?," tanya bu Tari.
"Nggak Ma. Udah tadi di jalan," tapi pak Tomi ikut duduk.
"Oh iya Pa, nanti bisa anterin Andi ke kos nya lagi ?,"
"Iya. Nanti Papa anterin. Kamu ikut Na ?,"
Ana mengangguk."Aku juga ikut," kata Roni.
"Aku juga," kata Rama semangat.
"Ya udah. Habis makan kita berangkat,"
"Siap Pa," jawab Rama dan Roni bersamaan.
"Reza boleh ikut juga nggak ?,"
"Ngapain lo ngikut. Diem dirumah aja lo,"
"Tapi gue pengen ikut juga bang,"
"Boleh. Tapi duduk di atap,"
"Jahat amat lo bang,"
"Ya sudah kalian ikut saja semua. Kita jalan-jalan,"
"Asik," jawab Reza girang.
"Kayak bocah lo," ejek Roni.
"Bodo',"
"Lo bilang gue bodo. Lo mau nggak bisa jalan seminggu hah ?," ancam Roni.
"Ampun ampun. Bercanda gue bang,"
"Sini lo,"
"Ampun bang. Ampun," Roni menghampiri Reza dan mengapit leher Reza dengan lengannya.
"Aduh... Kalian berdua ini. Udah jangan berisik. Makan itu buruan. Keburu malem nih," kata bu Tari tegas. Roni dan Reza diam. Mereka semua lanjut makan. Andi menunduk sedih.
("Gua bener-bener pisah sama Ana. Gue emang bego. Gue bego,") Andi menyalahkan dirinya sendiri dalam hati.
»»»»»
Selesai makan, seperti janji pak Tomi mereka pergi keluar bersama-sama. Karena tidak mau membawa dua mobil, mereka duduk berdesakan di dalam mobil pak Tomi. Ana duduk dengan Rama, Romi dan Roni. Sementara Andi duduk dengan Rendy dan Reza di kursi belakang.
Ana, Rama, Romi dan Roni asik bernyanyi sementara tiga pemuda di kursi belakang hanya diam. Andi melihat Ana dari belakang yang terlihat bahagia dan bebas. Di satu sisi Andi sedih karena Ana tidak merasa kehilangannya, tapi di satu sisi dia ikut senang melihat kebahagian Ana. Dia jadi berfikir mungkin Ana memang bukan untuknya. Andi tersenyum ikhlas. Dia berusaha untuk bisa menerima hal ini.
»»»»»
Setelah tadi mereka pergi nonton film, bermain game di timezone, kemudian foto di studio, akhirnya mereka mengantar Andi ke kos nya. Ana yang kelelahan, tidur bersama Roni. Mereka berdua jadi tidak tau kalau Andi turun dari mobil.
Andi pamit pada semua dan titip salam untuk Ana dan Roni jika mereka berdua bangun. Setelah itu Andi melangkah pergi. Perasaan Andi sedikit lega karena merelakan Ana.
"Kasihan juga ya dia. Sebenarnya dia memang baik. Tapi dia terlalu ceroboh sampai merusak kebaikan nya," kata pak Tomi.
"Iya Pa. Mama juga sebenernya nggak tega liat dia putus sama Rena. Tapi Mama nggak mau kejadian kemarin terulang lagi. Untung kita waktu itu tidak terlambat,"
"Iya Ma. Benar juga. Ya sudahlah. Ini demi Rena," pak Tomi melajukan mobilnya pergi.
Sejak malam itu, Andi jadi sedikit menjauh dengan keluarga Hesadianto. Pak Tomi masih sering mengajaknya makan atau jalan bersama keluarganya. Tapi Andi kadang tidak mau ikut dengan alasan banyak tugas. Dan pak Tomi pun tidak memaksa.
Kakak-kakak Ana lama kelamaan dapat bersikap biasa pada Andi. Bahkan mereka kadang menginap di tempat kos Andi. Tanpa Ana tentunya. Tapi Andi tetap menjaga jarak walaupun merasa nyaman saat bersama kakak-kakak Ana.
Ana sendiri ikut bersikap biasa dan menganggap tidak terjadi apapun sebelumnya. Andi sudah dia anggap seperti sahabat. Jadi Ana tetap tidak mau kehilangan seseorang yang menemaninya selama beberapa waktu kemarin. Andi juga bisa bersikap biasa, tapi dia sekarang jadi tau batas. Dia tidak berani menyentuh Ana sedikitpun. Ana menghargai itu. Yang penting Andi masih mau bicara padanya, itu sudah cukup untuk Ana.
KAMU SEDANG MEMBACA
NaNaNa
Teen FictionJika sudah waktunya... hal yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin. Semua hal tak terduga terkadang adalah hal yang paling di harapkan. Jangan pernah menyalahkan keadaan. Tuhan tau yang terbaik untuk umat Nya