Keesokan paginya, Ana bangun duluan. Dia melihat keempat kakaknya masih terlelap. Dengan perlahan Ana merangkak ke ujung ranjang dan turun dari ranjang. Ana berdiri di samping Romi.
"Kak, lari pagi nggak ?," kata Ana sambil menepuk nepuk lengan Romi.
"Libur dulu deh. Ngantuk, " kata Romi lemas.
"Ya udah, " Ana pun memutuskan untuk mandi.
Setelah mandi, Ana pergi ke lantai satu. Dia ingin melangkah ke dapur tapi langkahnya terhenti di depan kamar Andi. Ana menatap pintu yang masih tertutup itu. Ana jadi sedih. Dia harus kehilangan pacar pertama dengan cara tidak menyenangkan seperti ini.
"Mau lari pagi sendirian ?,"
"Ayam. Ya ampun Andi... Ngagetin aja sih, " kata Ana kesal. Sampai dia latah. Andi malah tersenyum melihat ekspresi terkejut Ana.
"Ngeselin, " kata Ana kesal tapi bibirnya tersenyum.
Andi terus melihatnya. Ana jadi grogi sendiri.
"Jangan ngeliatin gitu dong," Ana tertunduk malu.
"Kita masih bisa ketemu kan ?," tanya Andi. Ana entah kenapa mengangguk saja dengan malu.
"Maaf ya. Aku nggak bisa nemenin kamu lagi, "
"Iya nggak papa Di. Mau gimana lagi, " Ana tersenyum tulus.
"Lari pagi ?," tanya Andi sambil mengulurkan tangan kanan nya. Ana mengangguk dan menerima uluran tangan itu dengan senang.
»»»»»
Ana dan Andi terus bergandengan tangan sambil berlari kecil. Senyum mereka terus terkembang seakan tidak ada masalah apapun. Saat melewati rumah Moya, mereka berdua berhenti. Moya berdiri di depan pagar rumah nya dengan wajah serius.
"Kita harus ngomong, " kata Moya sambil menatap Andi serius. Membuat Ana dan Andi saling pandang karena kebingungan.
Moya mengajak mereka masuk ke dalam rumah. Kemudian dia mempersilahkan dua orang itu duduk di sofa ruang tamu. Ekspresi Moya masih serius.
"Gue sebenernya males di ikutin sama masalah kalian. Tapi karena om Tomi udah gue anggep kayak bokap gue sendiri, gue akhirnya nggak bisa nolak, "
"Maksudnya apaan sih ?," tanya Ana bingung. Andi juga menatap Moya bingung.
"Om Tomi nyuruh Andi tinggal disini. Tapi tante Tari nggak boleh tau. Gue udah di kasih tau ancaman tante Tari kemarin. Gue juga nggak mau Rena pindah cuma gara-gara ini. Jadi gue setuju aja Andi pindah kesini, " Ana tersenyum lebar. Begitu juga Andi. Dia tersenyum lega karena tidak jauh juga pindah nya.
"Lu sih bego Ndi. Dah tau tante Tari gitu. Masih aja nekat, " cela Moya.
"Ini masalah hati, "
"Gaya lo. Trus kalau kayak gini semua orang jadi susah. Bego lo, " cela Moya lagi karena merasa kesal ikut di sangkut pautkan dengan masalah ini.
"Bilang aja lo ngiri. Lo kan nggak punya cewek, "
"Lo mau gue berubah pikiran ?," ancam Moya sambil menatap Andi sangat kesal. Andi terkekeh karena berhasil membuat Moya kesal.
"Sorry sorry, " kata Andi sambil terus tersenyum penuh kemenangan.
Setelah itu Moya mengajak Andi dan Ana keliling rumahnya dan menunjukkan kamar Andi. Setelah puas, mereka bertiga pun menuju rumah keluarga Hesadianto.
»»»»»
"Kamu dari mana aja ? Mama khawatir cariin kamu, " Ana yang baru saja masuk rumah tiba-tiba di kejutkan dengan bu Tari yang langsung berdiri di depannya.
"Aku habis lari pagi ma, " kata Ana tenang.
"Kalau mau lari pagi bilang dulu dek. Mama kebingungan nggak liat kamu di kamar, " kata Romi.
"Tadi semuanya masih pada tidur. Aku mau bilang siapa ?,"
"Sudah. Ayo sarapan. Setelah ini om antar kamu ke rumah baru kamu Andi, " Andi mengangguk pasrah. Sementara Ana melirik Andi sedih. Sebenarnya tidak rela Andi pergi. Tapi dia tidak bisa membantah perkataan mama nya.
»»»»»
Setelah sarapan, Andi pergi ke kamarnya untuk membereskan semua barang barang nya. Keluarga Hesadianto dan juga Moya menunggu di ruang tamu.
Beberapa saat kemudian Andi keluar kamarnya dengan membawa sebuah koper besar yang di pinjami pak Tomi dan juga sebuah tas ransel miliknya. Andi berjalan ke ruang tamu dengan yakin. Lagipula dia cuma akan pindah ke rumah Moya. Dia tidak akan kebingungan jika ingin bertemu dengan Ana.
"Maafin tante ya. Tapi tante nggak mau ada hal buruk terjadi kalau kalian masih bersama. Tante harap kamu mengerti, " bu Tari memegang pundak Andi. Ekspresi nya antara lega dan bersalah.
"Iya nggak papa tante. Andi ngerti, " Andi tersenyum tulus walau sebenarnya dia masih kesal pada bu Tari. Bu Tari mengangguk.
Andi mulai pamit pada kelima kakak Ana. Saat pamit pada Ana, Andi hanya tersenyum. Begitu juga Ana. Dia hanya tersenyum dengan mata yang mulai terlihat merah karena menahan tangis.
"See you, " hanya itu yang di ucapkan Andi sebagai salam perpisahan. Ana mengangguk.
Andi pun melangkah pergi di ikuti pak Tomi dan Moya yang beralasan nebeng pulang. Keluarga Hesadianto mengantar Andi sampai depan rumah. Ana menatap mobil pak Tomi dengan dada yang terasa sesak.
"Maafin mama ya. Mama tau kamu pasti sedih. Tapi ini demi kebaikan kamu juga, " bu Tari memeluk Ana dari samping. Ana hanya mengangguk kecil sambil tetap menatap mobil pak Tomi yang mulai melaju meninggalkan rumah keluarga Hesadianto.
Setelah mobil pak Tomi sudah tidak terlihat, bu Tari mengajak anak-anak nya masuk rumah lagi. Dengan berat hati Ana hanya menurut dalam diam.
»»»»»
"Tenang aja Ndi. Kamu masih bisa ketemu kok sama Rena. Kalau ada waktu om ajak kalian bertemu, "
"Iya om. Terimakasih, "
"Tapi waktu Rena kuliah sama Moya kamu nggak boleh ikut, " Andi terdiam. Dia berpikir, trus dia harus ngapain di rumah Moya.
"Dan kamu harus kuliah. Om akan daftar kan kamu di kampus tempat anak-anak om kuliah, "
"Tapi om, kan Andi seharusnya kerja ?,"
"Tidak papa Ndi. Kamu harus kuliah biar bisa dapat pekerjaan yang baik, "
"Tapi om..., "
"Tidak apa apa. Kalau kamu punya pekerjaan yang baik, om tidak perlu khawatir lagi masa depan Rena nanti, " Moya menatap pak Tomi tidak percaya dengan ucapan barusan.
"Maksudnya om ?," tanya Moya. Pak Tomi hanya tersenyum. Sementara Andi yang tau arah pernyataan pak Tomi ikut tersenyum. Satu lampu hijau telah menyala. Batin Andi.
Setelah itu tidak ada obrolan hingga sampai di rumah Moya. Moya dengan setengah hati menyuruh dua orang itu masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
NaNaNa
Teen FictionJika sudah waktunya... hal yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin. Semua hal tak terduga terkadang adalah hal yang paling di harapkan. Jangan pernah menyalahkan keadaan. Tuhan tau yang terbaik untuk umat Nya