Hari demi hari berlalu. Ana sudah tidak sabar ingin liburan bersama sahabat sahabatnya. Setiap hari, dia di temani kelima kakaknya. Mereka bergantian menjaga Ana jika libur kuliah.
Dan seperti sekarang, Romi sedang menemani Ana. Tapi bukan hanya Ana, bu Tari juga. Romi sedang menemani dua perempuan itu berbelanja. Tidak jarang juga Romi ikut membeli sesuatu. Walaupun lebih banyak Ana dan bu Tari. Tapi Romi terlihat senang senang saja menemani mereka berdua.
Mereka bertiga mengitari mall untuk membeli perlengkapan kuliah Ana. Hari ini hari Jum'at. Waktunya Ana kuliah dengan Moya. Karena setiap hari Jum'at, kampus Moya libur. Selesai membeli semua perlengkapan, mereka segera menuju rumah Moya.
Di tengah perjalanan, ternyata hujan turun. Awalnya cuma gerimis, tapi makin lama makin deras. Ana jadi malas mau kuliah. Dia ingin segera pulang dan tidur. Tapi dia memilih diam dan tidak bilang pada bu Tari. Dia hanya melamun melihat hujan. Hingga dia tidak sadar mobil Romi sudah sampai di depan rumah Moya.
"Ayo turun,Na ," kata bu Tari dari kursi depan. Ana hanya tersenyum dan mengangguk.
Sambil membawa payung, bu Tari turun dari mobil. Ana keluar dari pintu mobil sebelah kanan dan dengan nekat langsung berlari ke teras rumah Moya sambil menggendong tas ransel nya. Bu Tari berteriak histeris tapi Ana hanya nyengir. Moya yang menunggu di ruang tamu langsung keluar.
"Ada apa tante ?," tanya Moya yang mendengar teriakan bu Tari.
"Rena ini. Udah tau sakit, sekarang hujan deras lagi, pake lari lari nggak pake payung, " kata bu Tari kesal. Moya terkekeh.
"Maaf ma, " kata Ana sambil tersenyum lebar. Dia tidak sabaran menunggu payung. Lagipula jarak nya tidak terlalu jauh ke teras. Jadilah Ana nekat berlari.
"Kamu harus jaga diri kamu, Na. Supaya cepat sembuh, " bu Tari mengelus pipi Ana. Ana tersenyum sambil mengangguk. Moya diam menatap dua perempuan itu.
"Ya udah sana. Kuliah yang bener. Jangan nakal," bu Tari menggenggam lengan kanan Ana.
"Iya ma, "
"Moya, tolong jaga Rena ya. Jangan berat berat ya kalau kasih tugas ke Rena. Otak Rena nggak boleh bekerja terlalu keras, " kata bu Tari. Ana tersenyum kecut. Dia kesal dengan ucapan bu Tari yang terlihat terlalu berlebihan, tapi malas mau membantah.
"Iya tante. Moya faham, "
"Ya udah. Tante pamit ya, " bu Tari melihat Ana dan Moya bergantian. Setelah itu bu Tari berlalu.
"Hati-hati ma, "
"Hati-hati tante, " Ana dan Moya mengucapkan itu bersamaan."Iya, " teriak bu Tari di depan mobil Romi sambil melambaikan tangan. Ana ikut melambaikan tangan.
Dengan wajah berat bu Tari berlalu menuju pintu mobil sisi kiri. Setelah mobil Romi sudah tidak terlihat, Moya melihat Ana.
"Biar gue tebak, lo pasti males kuliah kan ?," Ana hanya tersenyum menanggapi tebakan Moya yang benar 100 %.
"Ya udah ayo nonton, " Moya menarik Ana ke dalam rumah. Ana hanya pasrah sambil sedikit khawatir. Dia selalu saja merasa tegang jika bersama laki-laki yang belum dia kenal.
Moya terus menggandeng tangan Ana. Menuntunnya ke lantai atas. Tempat kamar Moya berada. Ana mengikuti langkah Moya sambil melihat isi rumah ini. Rumahnya tertata rapi, ada beberapa foto keluarga yang terlihat bahagia terpajang di beberapa sudut dan tengah ruangan, tapi rumah itu tetap terasa dingin dan sepi. Seperti tidak ada penghuninya. Ana terus melihat sekeliling sampai tidak menyadari mereka berdua sudah sampai di kamar Moya.
Moya melepas pegangan tangannya. Ana mengamati setiap sudut kamar Moya. Kamarnya sedikit berantakan, tapi masih enak di lihat. Ada layar proyeksi yang cukup besar di seberang ranjang Moya yang masih menggulung ke atas di tiang penyangga nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NaNaNa
Teen FictionJika sudah waktunya... hal yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin. Semua hal tak terduga terkadang adalah hal yang paling di harapkan. Jangan pernah menyalahkan keadaan. Tuhan tau yang terbaik untuk umat Nya