Siangnya, Ana yang sedang menemani Asa bersama pak Langit mendapat pesan dari Roni. Saat melihat isi pesan itu, seketika muka Ana menjadi tegang. Tapi dengan sesantai mungkin Ana memberitahu Asa.
"Kak, kata kak Roni kak Sindy jadi ikut kesini. Soalnya waktu pulang katanya kak Sindy tiba-tiba ada di atas motor kak Roni. Kak Roni sama teman-teman nya udah coba nurunin kak Sindy tapi nggak bisa. Jadi terpaksa kak Sindy ikut kesini," Asa menatap Ana serius. Pak Langit yang tidak tau situasi nya menatap Asa dan Ana bingung.
"Emangnya kenapa kalau Sindy kesini ?," tanya pak Langit bingung.
"Nggak. Nggak papa pak. Tenang aja. Ada aku," Asa tersenyum meyakinkan. Ana pun hanya patuh dan mengangguk, walaupun dia masih takut Sindy akan mengenalinya.
»»»»»
Sekitar pukul 2 siang, Roni datang bersama teman-teman tim basket nya dulu. Ana menatap pintu takut. Dan saat Sindy masuk, Ana jadi tegang. Dia melirik Sindy takut. Roni dan kelima temannya bersalaman pada Asa dan Ana. Yang terakhir Sindy. Sindy menatap Ana sebentar kemudian mengulurkan tangannya.
"Sindy. Lo pasti Rena kan ? Adiknya Roni ?," Sindy melirik Roni. Tangan mereka masih bergandengan. Itu membuat Ana semakin takut.
"Iya kak," baru saat itu Sindy melepaskan tangannya. Ana merasa sedikit lega. Tapi masih melirik Sindy was was.
Mereka pun mengobrol. Ana masih merasa khawatir tapi dengan sekuat tenaga bersikap biasa. Hingga akhirnya Sindy yang kelihatan merasa bosan mengajak Ana keluar kamar.
"Na, mau nganterin gue nggak ?,"
"Kemana kak ?,"
"Em, beli minum,"
"Oh, iya," dua gadis itu berdiri dan berjalan bersama keluar kamar diikuti tatapan pemuda-pemuda di ruangan itu. Saat pintu sudah tertutup, Roni menatap Asa.
"Perasaan gue kok nggak enak ya ?," tanya Roni khawatir.
"Udahlah santai aja. Sindy mana berani ngapa-ngapain adek lo ?!," kata Niko yakin.
"Lo nggak tau Sindy. Kalau dia bt siapa aja bisa dia serang,"
"Ya udahlah santai aja. Kalau 10 menit belum balik lo susulin aja," kata Asa.
"Oke,"
Kiky kemudian memecahkan keheningan. Mereka kembali ngobrol dan bercanda.
Sementara itu di koridor rumah sakit, tidak ada pembicaraan antara Ana dan Sindy. Ana yang takut sekaligus canggung tidak berani membuka mulut.
"Lo tau kan gue mantan nya kakak lo sama Asa ?! ,"
"Iya,"
"Kalau sama kakak lo gue putus karena kakak lo gak bisa ngerti perasaan gue. Tapi kalau sama Asa, lo pasti tau kan gue putus karena apa ?!,"
"Enggak kak. Emang kenapa ?,"
"Nggak usah sok polos lo," Sindy yang sudah terpancing emosi mendorong Ana dari samping. Untung Ana masih bisa menahan tubuhnya jadi dia tidak jatuh. Ana menunduk takut.
"Dasar. Kecil kecil udah jadi perebut pacar orang. Gimana kalau udah gede," Ana semakin menunduk dalam.
Sindy tau jika perempuan yang di cium Asa waktu itu Ana, karena dia di nasihati teman teman nya. Roni tidak akan perduli saat itu, sampai sampai mau menyuruh Asa minta maaf, jika tidak ada hubungan dengan nya. Dan salah satu teman nya menebak itu pasti Ana. Teman nya yang lain mengangguk setuju.
Bahkan satu teman nya sampai repot repot tanya ke teman sekelas Roni. Teman sekelas Roni pun bilang jika waktu itu Asa mengantar Ana pulang dan Roni sempat sempat marah marah karena nomer Ana tidak aktif. Sindy pun jadi makin yakin kalau itu Ana.
"Untung lo adik nya Roni. Kalau bukan, abis lo sama gue," Sindy mendorong Ana hingga Ana yang sudah terlanjur lemas terjatuh ke lantai. Setelah itu Sindy melangkah pergi.
Ana berdiri sambil menahan air mata nya. Seorang suster menghampiri nya dan bertanya keadaan nya. Ana hanya tersenyum dan menjawab tidak apa apa. Ana pun melangkah pergi dengan lesu. Dia menahan tangis yang sudah menumpuk di kelopak matanya.
Saat masuk kamar inap Asa, Ana mencoba biasa saja. Tapi ternyata Asa tau kalau Ana menyembunyikan sesuatu. Ana duduk di tempatnya dengan tenang. Semua pemuda di ruangan itu menatap Ana bingung.
"Sindy mana Na ?," tanya Roni.
"Pulang,"
"Kenapa ?," Ana hanya menggeleng.
"Kamu di apain sama dia ?," tanya Asa. Ana menggeleng sambil tersenyum melihat Asa.
"Jangan bohong Na," desak Asa. Ana menunduk sambil menggigit bibirnya untuk menahan tangisnya yang sudah mau keluar.
Roni yang baru paham maksud Asa, menghampiri Ana. Dia memeluk Ana. Ana akhirnya menangis di dada Roni.
"Kamu tadi diapain sama Sindy ?," tanya Roni sambil mengeluh elus rambut Ana. Semua teman Roni melihat Ana iba. Ana hanya menggeleng sambil terisak isak.
"Maafin kak Roni ya. Harusnya kak Roni tau Sindy kesini bukan buat jenguk Asa. Maaf ya," Ana tidak menjawab. Yang terdengar hanya isakan Ana.
"Jangan-jangan...," kata Harun sambil menunjuk Asa. Asa menatap Harun datar.
Harun menunjuk Asa kemudian Ana dan tangannya memperagakan seperti orang berciuman. Asa hanya tersenyum. Teman-teman kampus nya hanya bisa menggeleng kan kepala. Mereka baru mengerti maksud ucapan Roni dan gerakan Harun. Sementara Ryan, Ramon dan Jaya menatap mereka tidak mengerti.
"Jangan di pikirin kata-kata atau sikapnya Sindy Na. Dia emang gitu. Semaunya sendiri. Lo nggak salah kok," hibur Niko.
"Iya bener. Yang salah itu Asa," tambah Harun. Asa hanya tersenyum.
"Emang kenapa ?," tanya Ryan.
"Asa kebawa suasana dan menghancurkan semuanya. Ana yang nggak salah jadi kena batu nya," kata Niko sambil tersenyum mengejek Asa.
"Iya iya emang salah gue. Trus aja salahin gue udah," kata Asa pasrah.
"Kan emang salah lo," kata Harun.
"Iya. Salahin aja gue. Emang salah gue,"
"Lo pada ngomongin apaan. Udahlah jangan ngomongin ini. Lo kapan boleh pulang Sa ?," kata Ryan mengalihkan pembicaraan.
"Sabtu gue baru boleh pulang,"
"Lama amat ? Sakit lo parah sampek harus nginep disini seminggu ?," tanya Ryan bingung.
"Enggak. Biasa aja. Tapi kata dokter pemulihan gue sampek hari Sabtu,"
"Kalau yang ini salahin Roni," goda Niko.
"Kenapa Roni ?," tanya Ryan.
"Iya. Emang salah gua. Salahin aja gua nggak papa," kata Roni ketus.
"Santai dong. Gitu aja sensi lo," ejek Niko.
"Bacot," kata Roni masih dengan nada ketus. Teman-teman nya terkekeh.
"Nggak ngerti gue. Kalian berdua masih aja banyak masalah," Ryan menggelengkan kepala.
"Ya iyalah sahabat sejati," goda Kiky.
"Berisik lu," kata Roni masih kesal.
"Rena masih nangis ?," tanya Jhon.
"Enggak. Udah diem ini," jawab Roni sambil menunduk melihat Ana yang tidak terisak lagi. Roni melepas pelukan nya. Dia melihat Ana yang menghapus bekas air mata nya dan menyedot ingus nya. Asa yang melihat wajah sedih Ana jadi ikutan sedih.
"Jangan cemberut gitu dong. Senyum...," goda Roni. Anapun tersenyum tipis.
"Nah, gitu dong. Adek gue nggak boleh sedih," Ana tersenyum semakin lebar.
("Kalau lo jadi milik gue, gue nggak bakal biarin siapapun sakitin lo. Air mata itu nggak akan gue biarin menetes,") kata Asa sedih.
Niko, Harun dan Boy menggoda dan mengajak Ana bercanda. Akhirnya Ana pun dapat tersenyum lebar dan tertawa lagi. Asa tersenyum lebar melihat wajah senang Ana. Ryan, Recka dan Jaya yang melihat tatapan penuh cinta Asa pada Ana mengerti situasi nya. Dan tau alasan Ana menangis. Mereka tersenyum geli melihat Asa.
KAMU SEDANG MEMBACA
NaNaNa
Novela JuvenilJika sudah waktunya... hal yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin. Semua hal tak terduga terkadang adalah hal yang paling di harapkan. Jangan pernah menyalahkan keadaan. Tuhan tau yang terbaik untuk umat Nya