Permohonan Maaf

18 1 0
                                    

Asa kembali ke kamar Ana dengan senang. Semua melihat ke arah Asa. Asa melihat bingung pada semua.

"Kenapa ngeliatin gue gitu banget ?," tanya Asa.

"Kenapa balik lagi lo ?,"

"Bokap lo ngajak Ana jenguk Andi sekarang,"

"Sekarang ? Kenapa ?," tanya Rama.

"Ya mana gue tau. Gue cuma sampein pesen bokap kalian,"

"Ya udah ayo," semua turun dari ranjang.

"Pada mau kemana ?," tanya Asa kebingungan.

"Katanya mau jenguk Andi ?! Kita ikut," kata Roni yang merangkul Ana. Keenam pemuda yang lain mengangguk setuju. Asa mengangguk paham.

Merekapun kembali melangkah keluar dari kamar Ana. Mereka menuju lantai satu sambil ngobrol dan bercanda. Saat sampai di lantai satu, bu Tari tersenyum senang melihat kedelapan anak itu. Bu Tari merasa seperti seorang ibu yang sangat bahagia memiliki banyak anak walaupun Moya dan Asa bukan anaknya.

"Kenapa Ma ?,"

"Mama senang liat mereka Pa. Mama ngerasa kayak ibu yang paling bahagia bisa melihat anak anak kita tumbuh dewasa dan bahagia bersama,"

"Iya Ma," pak Tomi ikut tersenyum dengan bahagia.

"Ayo Pa," ajak Roni.

"Kalian mau ikut juga ?,"

"Iyalah Pa. Kita jadi bodyguard nya Nana hari ini," jawab Reza semangat.

"Ya sudah. Ayo berangkat,"

Mereka pun berangkat bersama ke rumah sakit. Pak Langit sudah memberitahu ayahnya Andi. Jadi mereka sudah menunggu. Ana sebenarnya masih belum siap bertemu Andi, tapi kasihan juga jika tidak di temui. Sepertinya Andi memang tulus untuk minta maaf. Dan Ana mau minta maaf juga. Dia sadar dia juga salah.

Sampai di rumah sakit, jantung Ana berdetak kencang. Dia sampai merasa panas dingin karena takut bertemu Andi. Untungnya ada kakak-kakak nya dan juga Moya serta Asa. Ana sedikit merasa tenang walaupun mungkin hanya 30%. Sisanya, hanya perasaan takut dan kesal pada Andi.

Pak Tomi mengajak semua masuk saat sampai di depan kamar inap Andi. Roni masih merangkul Ana. Sebenarnya Ana ingin di gandeng Asa, tapi tidak berani mengatakan pada Roni. Ana hanya menoleh pada Asa, meminta kekuatan. Asa mengangguk.

Ana melihat Andi yang wajah nya masih penuh memar. Andi menatap nya, tapi Ana anehnya tidak merasa grogi seperti dulu. Mungkin efek dari perasaan nya saat ini yang membuatnya santai.

Ana berdiri di tepi ranjang. Tepat di sebelah Andi yang terus menatapnya. Tidak ada pembicaraan selama beberapa menit. Hingga tiba-tiba Andi yang membuka suara.

"Aku minta maaf Na. Aku salah. Aku terlalu terbawa cemburu. Maafin aku ya," Tangan Andi menggenggam tangan kanan Ana tapi segera di tepis Roni.

"Nggak usah pegang pegang,"

"Kamu mau maafin aku ?," Ana hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Aku mau kamu bilang secara langsung Na,"

"Iya. Aku maafin kamu kok. Nggak papa. Aku juga minta maaf," semua melihat Ana bingung. Kenapa ikut minta maaf. Tapi tidak ada yang mau bertanya.

"Beneran Na ?,"

"Iya,"

"Kenapa segampang itu kamu maafin aku ? Aku hampir bikin kamu nggak suci lagi ?," tanya Andi tidak percaya.

"Kamu nih bikin bingung banget sih. Kan kamu minta maaf , ya aku maafin," jelas Ana santai.

"Tapi kamu nggak ngerasa aku salah besar ke kamu ?," Ana hanya tersenyum. Bingung mau menjawab apa.

NaNaNaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang