Pernyataan

14 1 0
                                    

Dua minggu berlalu. Ana dan Andi menjadi semakin dekat. Tapi Ana sebisa mungkin tidak terbawa perasaan dengan perhatian dan tingkah romantis Andi padanya.

Seperti saat minggu lalu. Tepatnya hari Minggu. Seperti biasa Andi mengantar Ana check up. Saat pulang dari rumah sakit, tiba-tiba Andi mengambil kedua tangan Ana dan melingkarkan tangan kecil itu ke pinggangnya. Ana dengan sekuat tenaga melawan gejolak di hatinya. Ana melepaskan pelukan nya di pinggang Andi tapi Andi malah mengembalikan kedua tangan Ana di pinggangnya sambil berucap.

"Udah gini aja. Biar kamu nggak jatuh, " kata Andi sambil tetap memegang kedua tangan Ana. Jantung gadis itu berdetak keras dan akhirnya jadi tidak bisa berkata apa-apa. Ana diam di balik punggung Andi. Andi juga ikut diam. Tapi entah suasana nya tetap nyaman walau Ana benar-benar grogi .

Sejak saat itu Andi selalu menarik tangan Ana untuk memeluknya jika mereka akan keluar. Awalnya Ana biasa saja. Tapi lama-lama Ana kesal juga. Ana pun mengutarakan kekesalan nya.

"Harus ya kayak gini ?," tanya Ana saat mereka akan pergi ke taman.

"Harus lah. Biar kamu nggak jatuh, " jawab Andi santai dan tangan nya memegang kedua tangan Ana.

"Ya kamu jangan ngebut lah. Aku pasti nggak akan jatuh, "

"Tetep aja aku nggak tenang. Takut kamu kenapa napa di belakang. Kalau gini kan aman. Aku juga jadi tenang, "

"Apaan sih. Modus banget," kata Ana judes.

"Kok modus ? Siapa yang modus ? Aku serius ini, "

"Terserah kamu deh, " Ana jadi kesal sendiri dan malas berdebat.

Setelah itu Ana tidak pernah protes lagi. Tapi dia jadi lebih banyak diam saat bersama Andi. Ana jadi takut. Takut jatuh pada perasan aneh itu.

»»»»»

Pagi ini seperti biasa Ana dan Andi menonton tv. Menghabiskan waktu berdua karena keluarga Hesadianto yang lain sedang beraktivitas. Ana serius menonton tv sambil sesekali makan cemilan. Andi dari tadi melirik Ana, tapi gadis itu tidak perduli dan tidak mau GR.

"Na, " akhirnya Andi mengeluarkan suara.

"Hm?, " balas Ana tanpa menoleh.

"Aku boleh ngomong sesuatu ?,"

"Ngomong apa ?," Ana masih belum melihat Andi.

"Bisa lihat aku nggak ?," tanya Andi serius sambil menatap Ana.

"Hm?, " baru Ana melihat Andi sambil tersenyum.

Andi mengambil dua tangan Ana. Ana mengerutkan kening bingung. Andi tersenyum tulus menatap Ana. Beberapa menit Andi hanya diam di posisi itu. Ana ikut diam.

"Kenapa sih ?," tanya Ana to the point karena bosan hanya diam di posisi itu.

"Mmm, gimana ya ? Mungkin aku emang ceroboh. Aku memang bodoh. Tapi ya... Gimana lagi. Aku ngerasa bener bener harus jagain kamu. Aku harus... Gimana ngomong nya ya ?," tangan Andi masih menggenggam tangan Ana. Ana masih menatap Andi dengan bingung.

"Aku sayang sama kamu," Andi menatap Ana tepat di kedua mata nya.

"Maksudnya ?," Ana masih belum paham dengan maksud ucapan Andi.

"Aku pengen jagain kamu, pengen lebih dekat lagi sama kamu, aku pengen terus bisa ada di samping kamu. Aku tau harusnya aku sadar diri aku siapa. Tapi aku nggak bisa terus terusan bohongin perasaan ku. Aku bener bener sayang sama kamu. Kamu mau nggak aku jadi bodyguard buat hati kamu ? Mungkin aku memang bukan orang kaya, bukan cowok yang keren dan banyak uang, tapi aku bisa jagain kamu. Walaupun aku harus bertaruh nyawa sekalipun, aku bakal berusaha jagain kamu. Gimana ? Kamu mau nggak ?,"

"Kamu kan tau mama ngelarang kita semua pacaran ?,"

"Iya aku tau. Kita rahasia in dulu hubungan kita. Kalau ada waktu yang pas, aku bakal ngomong langsung ke mama kamu, "

"Kalau mama marah gimana ?,"

"Aku yang bakal menghadapi mama kamu. Aku yang bakal jelasin semuanya. Kamu tenang aja. Aku yang bakal tanggung jawab kalau mama kamu marah. Aku janji, " Andi tersenyum yakin.

"Gimana ya ? Aku takut sih kalau mama marah,"

"Kamu tenang aja. Aku yang tanggung jawab,"

Jujur, ini pertama kali nya untuk Ana. Dia belum pernah sedekat ini dengan pemuda dan belum pernah mendengar pernyataan perasaan seperti ini. Bahkan Ana belum pernah di tembak seorang pemuda secara langsung begini. Ana diam menatap Andi. Dia benar benar dilema sekarang.

Jika Ana menerima Andi, Pemuda itu akan jadi pacar pertama Ana. Dan Ana berharap Andi akan jadi yang pertama dan terakhir jika memang mereka berpacaran. Tapi dengan situasi sekarang, Ana lebih khawatir dengan ekspresi dan tanggapan mama nya. Pasti mama nya akan marah besar.

"Gimana ya ? Aku bingung, " kata Ana dengan wajah frustasi.

"Kita coba jalani aja dulu. Kamu nggak usah takut. Ada aku disini. Oke ?,"

Ana terjebak dengan prinsip nya. Dia menyayangi orang yang menyayangi nya,  dia mencintai orang yang mencintai nya. Dan sekarang,  hal itu yang menjadi pertimbangan nya. Ana tidak mau mengecewakan Andi yang sayang dan tulus padanya. Ana tidak perduli Andi itu siapa. Yang penting bagi Ana adalah ketulusan Andi. Itu sudah cukup bagi Ana. Walaupun dia ragu karena terfikirkan Asa. Tapi karena Ana pikir Asa mungkin menganggap nya adik, Ana jadi sedikit merasa tidak bersalah menerima Andi.

Ana tersenyum dan kemudian mengangguk. Andi tersenyum lebar. Ekspresi Andi terlihat sangat lega. Ana ikut senang melihat ekspresi Andi.

"Trimakasih ya. Maaf kalau aku terlalu cepat bilang ini ke kamu. Maaf juga aku udah melewati batas ku sebagai bodyguard. Tapi kamu bisa pegang ucapan ku. Mulai sekarang aku akan jagain kamu sepenuhnya, " Ana mengangguk yakin. Dia mempercayai semua ucapan Andi.

Dasar nya Ana yang mudah percaya,  jadi dia tidak merasa ragu sedikitpun dengan semua ucapan Andi. Andi melepas pegangan tangannya di tangan kanan Ana kemudian mengelus puncak kepala Ana. Ana tersenyum senang merasakan sentuhan sayang Andi.

"Ya udah, ayo nonton tv lagi, " kata Andi santai. Ana mengangguk.

NaNaNaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang