Aku duduk bersandar di sebuah pohon. Angin yang berembus kencang sesekali membalik buku yang sedang ku baca. Begitu pula. Panas di tempat ini sangat menyengat. Membuatku harus memakai dress merah berkerah putih ini. Dengan panjang lengan sampai sikutku dan bawahan hampir menutupi dengkul. Sepatu boots yang kupakai panjang yang tingginya hampir setengah lenganku.
Aku melirik kartu skill milikku dan angka yang menunjukkan berapa skill poin milikku. Skill poin sama artinya dengan level dalam game. Namun ini digunakan sebagai penentu skill baru apa yang akan kau gunakan. Semakin tinggi skill poinmu. Semakin banyak dan kuat skill yang kau miliki.
Ada tiga cara mendapatkan skill baru. Pertama dengan mempelajarinya sendiri melalui buku sama seperti yang kulakukan ini. Kedua melihatnya atau menirunya langsung. Dengan cara seseorang menunjukkan skill miliknya lalu kau tiru. Bisa dilalukan dengan memintanya dari seseorang atau melihatnya langsung dari sebuah pertarungan. Namun agak sulit dengan cara ini. Karena biasanya skill milik orang itu tidak terlalu cocok dengan karakter atau elemen kita. Terakhir adalah membuat skill kita sendiri. Namun diperlukan pengetahuan yang banyak untuk ini.
Selama ini aku baru mendapatkan dua skill. Yaitu serangan petir, dan Gravity yang kugunakan untuk melawan Rion kemarin. Namun aku harus mempelajari semuanya lagi.
"Gawat aku terlambat," ujarku sambil melihat arloji milikku yang telah menunjukkan hampir tengah hari.
Tengah hari ini, kami berencana untuk pergi menuju pulau tempat Hydra tinggal. Aku memang sedikit takut, dan khawatir tentang hal yang akan terjadi nanti. Tapi aku yakin bisa menjalaninya.
Aku menutup bukuku. Lalu berdiri, sebelum akhirnya berjalan pelan menuju sebuah perumahan di depanku.
-
Kereta kuda berangkat. Dua ekor kuda menarik gerbongnya. Torm sebagai pengemudinya dan sisanya ada di gerbong belakang. Angin berembus halus menerpa kepalaku yang mengintip dari jendela. Kami masih berada di dalam kota. Beberapa penduduk di dalam kota melambaikan tangannya ke arahku. Aku pun membalasnya dengan hal yang sama.
Tanpa kusadari, kereta kamu melewati gerbang keluar pintu kota. Yang selama ini hanya kulihat dari kejauhan. Rasanya ini adalah perjalanan terjauh selama aku di sini. Semakin lama, kereta ini membawa ku jauh dari kota Axis ini. Hingga aku hanya bisa melihatnya semakin kecil , dan hilang di makan pepohonan."Kau hebat Torm, dari mana kau dapat kereta ini ?"tanya Alya.
"Kebetulan seseorang meninggalkannya ketika aku mampir ke sebuah kota," jawabnya sambil memegang tali pengemudi.
"Kau mencurinya?"
"Mana mungkin ... lagian ... ini kan... itu... sudah lama di tinggalkan. Lagian kudanya aku beli sendiri ... dan ..." jawabnya kikuk. Alya menatapnya dengan keraguan.
Torm terus membela dirinya. Membuatku, Lisa, dan Rion mengikik kecil. Begitu juga Alfonso yang dari tadi diam, tertawa keras.
"Lisa, berapa lama perjalanan ini sampai?" tanyaku.
"Mungkin sekitar satu bulan," jawabnya.
"Satu bulan?"
"Itu karena kota Axis ada di bagian utara benua, sedangkan pulau Hydra ada di ujung benua. Satu bulan itu bila kita melakukan perjalanan dengan kecepatan seperti ini. Belum bila ada masalah yang menghadang atau lainnya," lanjut Alfonso yang tiba-tiba terbang di depanku.
"Begitu ya."
"Hai, Bola Besi kita akan ke mana setelah keluar dari kota?" tanya Torm.
"Jangan panggil aku seperti itu musang," Torm mendesis kesal. "Kau lurus saja ke arah selatan," tunjuk Alfonso.
"Setelah ini ada sebuah perdesaan kecil. Kita akan istirahat sebentar di sana," tegas Lisa dengan nada lembut. Aku mengaguk.
Udara panas masih menyengat. Apa itu karena sekarang sedang musim panas di dunia ini. Namun yang aku suka dari musim ini adalah, harum rerumputan kering yang dibawa oleh angin.
-
Malam semakin gelap. Siapa sangka kami hampir seharian berada di kereta sejak keluar dari kota. Aku melirik Layria yang sedang tidur pulas di bahu Lisa. Walaupun hanya sebentar pasti ia amat kelelahan. Torm sudah terlebih dahulu tidur di pojok kereta, setelah berganti posisi dengan Rion. Kini hanya aku dan Rion yang terjaga. Bahkan Siro dan Alfonso sudah tidur di sampingku.
Perasaanku ada yang mengganjal. Apa karena kami sedang melewati hutan yang gelap ini. Apa memang aku sedikit ketakutan akan sesuatu yang aku impikan. Benarkah itu akan terjadi? Aku terus menanyakan hal itu sejak keluar dari kota. Apa ini karena aku seorang peri tanpa sayap?
Aku mendekati kursi pengemudi. Perlahan aku mengeluarkan tanganku ke arah depan. Tepat di sebelah kiri pundak Rion. Rion yang merasakan tanganku langsung membalikkan badannya karena terkejut.
"Ada apa Alya?" tanya Rion sambil menatapku.
"Maaf mengganggu, apa kau merasakan sesuatu Rion?" tanyaku.
"Selain dinginnya malam ini, mungkin tidak," jawabnya sambil memalingkan wajahnya dariku.
"Mungkin kau benar, mungkin hanya perasaanku."
Aku berjalan mundur, dan kembali duduk di tempatku tadi. Rion menatapku yang terlihat pucat. Perasaannya khawatir mungkin mulai muncul dalam benaknya.
"Alya, mungkin akan ku periksa sebentar," ujar Rion. Aku mengaguk.
Rion menatap sekeliling dengan mata biru yang seakan menyala itu. Pasangannya terlihat tenang, namun ekspresi ketakutan muncul ketika menolehkah kepalanya ke sisi kiri. Keringat dingin mulai keluar darinya. Membuatku semakin merasa cemas.
"Ada apa Rion?" tanyaku. Rion berkedip menghilangkan cahaya silau dari matanya.
"Alya!!" teriaknya khawatir yang mengejutkanku dan yang lain.
Braaakk ... sesuatu membelah kereta menjadi dua. Ngiikk ... suara kuda yang ketakutan berdecit.
Drap ... drap ... drap ... dua ekor itu lari menjauh sambil menarik pengemudi yang masih terpasang dengannya. Namun meninggalkan gerbong kereta yang hancur terbagi dua.
Dari balik gelapnya hutan, muncul sosok yang amat menakutkan. Bertubuh besar, penuh dengan bulu hitam yang menutupi seluruh tubuhnya. Berbadan layaknya sebuah beruang besar. Namun berbadan kurus kering di bagian perutnya. Begitu pula kaki tangannya yang kecil. Namun berkuku panjang di telapaknya yang lebar. Bermata satu yang terlihat pucat di tengah kepalanya. Mulut yang bergelimang air liur yang menetes melewati gigi besar dan runcing itu. Pertanda ia haus akan sesuatu. Suara bergemuruh terus keluar darinya. Membuat semua orang mengeram ketakutan melihatnya.
Dari gerbong kereta itu terlihat sobekan helai kain merah. Dan helai bulu burung berwarna putih yang terbang tertiup angin.
"Cronos!!"
To be contiued
KAMU SEDANG MEMBACA
Wingless (World with Fantasy Character) Tamat✓
FantasySebuah dunia tanpa kesedihan. Apakah itu ada? Layria, seorang gadis yang dulunya memiliki hidup yang sempurna. Tiba-tiba berbalik hidup penuh kesepian dan kekosongan. Bagai dunia tak menginginkannya lagi. Suatu malam, seekor kucing datang padanya...