29 Head

351 34 2
                                    

Memakai dress simpel merah ini. Aku berjalan dengan sepatu yang belum sempat kubersihkan ini. Mataku melirik kanan dan kiri. Mencari hal yang tak kunjung kutemukan. Berdiri di kerumunan orang ini. Aku seperti hanya berputar-putar di tempat ini. Seolah tak punya tujuan. Dalam batinku selalu bergumam khawatir.

“Aku tersesat.”

-

Buuk ...
Di tengah kegelisahanku, tanpa sengaja aku menabrak seseorang. Tubuhku hampir jatuh, namun aku masih bisa menyeimbangkannya. Namun orang itu telah tergeletak di lantai. Bahkan barang yang ia bawa pun jatuh bergeleparan.

“Maaf ... “ seruku panik.

Buku-buku tergeletak di lantai. Beberapa hampir terinjak oleh orang-orang. Tangan putihnya dengan cepat mengambil buku itu. Aku juga ikut membantunya. Aku benar-benar merasa bersalah karena tadi.

Setelah semua buku terkumpul, aku membantunya berdiri. Seketika, tudung cape yang ia kenakan terlepas. Memperhatikan wujud aslinya itu.

Matanya berwarna merah. Rambutnya berwarna putih lebat panjang. Sehingga terlihat seperti bulu domba yang menggumpal. Pita merah terikat di sisi rambutnya. Dia memakai gaun biru. Dengan celemek putih. Ia menatapku dengan ragu. Namun ia masih tersenyum padaku.

“Terima kasih,” desisnya.

“Iya, aku minta maaf karena tadi menabrakmu,” jawabku.

“Tidak masalah,” ia menatapku dengan heran. “Apa kau tersesat?” tanya lembut.

“I ... iya,” aku  sedikit tersinggung. “Kau tahu dari mana?”

Dia sedikit terteguk. Bahunya melompat ke atas. Senyum sempat hilang. Namun ketika kembali, senyum itu semakin lebar. Melihatnya, membuatku sedikit kebingungan.

“Kau tadi berputar-putar seperti orang bingung. Sudah jelas kau tersesat,” ujarnya dengan nada kecil. Aku tersenyum mendengarnya.

“Benar, aku ingin ke pasar. Tapi sepertinya aku terserah,” aku tersenyum malu.

“Bagaimana kalau kuantar?” tawarnya.

“Sungguh?”

“Iya, aku salah satu penjaga toko di sana,” ia mengangkat tumpukan buku itu. “Ngomong-ngomong  namamu siapa?”

“Aku Layria. Kau?”

“Namaku Lumina. Ayo Layria!” serunya.

“Iya.”

Aku mengikuti Lumina. Rambutnya yang seperti bulu domba itu mengembang ketika ia berjalan. Entah mengapa rasanya begitu lembut jika dilihat dari belakangnya. Lumina menolehkan kepalanya. Ia tersenyum padaku. Seolah mengetahui aku sedang memperhatikannya.

-

Aku menatap dua orang yang sedang berdiri di depan kedai itu. Melihat mereka, membuat kegelisahanku hilang. Aku kembali melirik Lumina. Yang kini bersembunyi di balik cape miliknya.

“Sepertinya sampai sini saja. Aku telah menemukan orang yang kucari,” ujarku padanya.

“Baguslah kalau begitu. Aku akan lewat jalur ini. Kedaiku tak jauh dari sana. Sesekali mampirlah,” ujarnya.

“Iya, tentu.”

“Sampai nanti Layria. Semoga kau beruntung di babak berikutnya,” ujarnya sambil melangkah pergi.

“Iya.”

Aku kembali hanya bisa melihat rambut yang menggumpal itu. Semakin lama, ia terlihat semakin kecil. Hingga perlahan hilang ditelan kerumunan. Dalam batinku mulai bergejolak.

Wingless (World with Fantasy Character) Tamat✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang