Exchange of Fate

348 26 0
                                    

Aku membuka mataku. Pandangan samar-samar masih terbayang di mataku. Rasa hangat selimut ini terasa begitu nyaman. Membuatku merasa ingin kembali menutup mataku. Dan melanjutkan mimpiku tadi. Namun sayangnya, itu tidak bisa kulakukan.

“Rasanya aku habis bermimpi aneh,” gumamku mengingat mimpi tidak masuk akalku tadi.

Dengan tekad kuat, aku coba membangunkan tubuhku. Lalu, melenturkan tubuhku yang terasa begitu berat. Sebelum akhirnya aku turun dari ranjang ini.

Aku berdiri di atas lantai dingin ini. Mataku melirik secerpih cahaya matahari yang bersinar dari balik jendelaku. Entah mengapa aku merasa ada yang berbeda hari ini. Bahkan panas dan sinar matahari kali ini tetasa berbeda dari biasanya.

Aku mengabaikannya, dan kembali melakukan rutinitasku di setiap paginya. Bersiap untuk melewati hariku yang menyedihkan.

-

“Pagi nak, ayo sarapan dulu!” perintah yang halus di tambah senyuman itu.  Entah mengapa terasa aneh bagiku. Walaupun yang mengatakannya adalah ibuku sendiri.

“Tidak usah... aku harus berangkat cepat,” jawabku.

“Ayo makan sedikit. Kamu enggak mau lemas nanti kan,” sambung pria berkumis yang sedang membaca koran. Secangkir kopi hitam dan panas berdiri di depannya.

“Iya kak, ayo makan,” lanjut anak laki-laki yang telah duduk rapi di meja makan.

“Baiklah,” jawabku lagi.

Aku duduk di kursi meja makan itu. Entah mengapa jantungku berdebar kencang ketika aku duduk di sana. Di keliling  oleh keluargaku ini. Senyum hari ini yang mereka tunjukkan seolah memberi kehidupan baru bagiku. Entah mengapa walau ini terasa aneh bagiku. Aku merasa sangat senang.

-

Ruangan kelas ini masih sama saja seperti biasanya. Namun sekali lagi, ada yang salah dengan tempat ini.

“Alya... mau ke kantin sama kita?” ajak seorang gadis berambut pendek itu.

Aku melirik ke arah belakangnya. Terlihat dua gadis lain yang ikut tersenyum padaku.

“Hmm... baikalah,” jawabku.

Semringah senang teraut di wajah mereka. Aku tak tahu apa yang terjadi hari ini. Namun ini sangat membahagiakan bagiku.

Aku berdiri dari mejaku ini. Lalu berjalan satu langkah  menuju mereka.

“Ayo!” ajaknya sambil menggandeng dan menarik tanganku.

“I... iya...”

-

Aku berjalan kembali ke kelas. Dengan perut kenyang sehabis makan makanan nikmat di kantin. Tiga orang itu masih bersamaku. Mereka saling bercerita,  dan bercanda riang yang sempat membuatku tertawa keras.

“Ngomong-ngomong Alya, kamu dapat nilai IPA tertinggi di kelas ya?” pertanyaan itu sedikit mengagetkanku.

“Ha?”

“Oh iya, aku juga lihat. Ada namamu di papan pengumuman depan. Namamu ada di sana.”

“Keren, hampir dapat nilai IPA sempurna.”

“Ehh... aku malah tidak tahu soal itu. Hehehe...” mungkin saat itu wajahku tersipu malu karena ucapan mereka.

Aku terlalu terbawa suasana di sana. Sampai aku tidak sadar, aku telah sampai di dalam kelas. Semunya terlihat sama saja. Tapi ada hal yang terasa ganjal di sini.

Aku kembali duduk di mejaku. Tapi mataku dari tadi melirik seorang gadis yang duduk di kusri depan itu. Dari tadi ia hanya menundukkan kepala dengan wajah pucat. Tak ada yang mendekatinya. Adanya hanya yang membicarakannya dari belakang.

“Ada apa Alya?” tanya itu mengagetkanku.

Aku melengok ke belakang. Menjawab pertanyaan itu tadi. “Hmm, aku mau tanya sesuatu....”

“Apa?”

“Layria dia kenapa. Dari tadi dia kayaknya seperti itu?”

Gadis itu sedikit kaget aku menanyakan itu. “Kamu tidak tahu ya Alya soal kabar itu?”

“Ha...? Kabar apa?”

“Itu... soal hubungan Layria dan Clara?” aku menggelengkan kepala. Dan gadis itu pun mulai bercerita.

Rasanya sedikit gila dan tak masuk akal. Hanya masalah bodoh  seperti itu, bisa mengubah nasib seseorang seperti ini. Aku semakin heran, apa yang sebenarnya terjadi. Apa ini benar ada hubungannya dengan mimpiku semalam.

“Anak-anak lain pada takut dekat dengan Ria. Karena mereka di ancam oleh Clara,” potongan kalimat terakhir yang di sampaikan gadis itu.

“Hmm... oke, terima kasih ya,” seruku sambil tersenyum simpul padanya. Sebelum aku kembali membalikkan tubuhku.

Aku termenung di sana. Tatapanku kubuang keluar jendela.  Melihat apa yang sedang terjadi di luar sana. Sesekali kaca jendela itu memantulkan bayangan Layria. Yang terlihat begitu kesepian dan menyedihkan dari sini.

-

Aku berdiri di depan papan pengumuman itu.  Satu per satu memperhatikan setiap kalimat di papan itu. Hingga akhirnya aku menemukan sesuatu yang ku cari.

“Namaku ada di sana,” bisikku.

Hari ini aku memang merasa sangat senang. Tapi tetap saja ada sesuatu yang ganjal dari hariku yang berbeda satu ini.  Aku pun teringat mimpi itu.

Dalam mimpi aku bertemu dengan seseorang. Yang mengatakan ingin mengubah nasibku. Diriku yang dulu sangat menyedihkan, akan di ubahnya menjadi hal yang berbalikknya.

“Kalau tidak salah, saat itu ia mengatakan Pertukaran Nasib apa itu?” gumamku.

“Itu artinya nasibmu akan di tukar oleh seseorang. Kau akan merasakan bagaimana nasibnya. Dan dia akan merasakan bagaimana nasibmu.”

Terdengar suara melengking yang terasa tak asing bagiku menjawab pertanyaan itu.  Aku membalikkan badan. Dan di sana aku melihatny. Sesosok kucing putih berekor dua yang sama persis dengan yang ada di dalam mimpi.

“Apa?”

“Kau pasti ingat. Kemarin kau menukar nasib menyedihkanmu, dengan nasib seseorang yang telah kau pilih. Kau pasti ingat bukan siapa orang itu?”

“Layria.”

Ingatan itu kembali.  Hal tidak masuk akal yang terjadi padaku kemarin. Kupikir itu hanya mimpi tak masuk akal saja. Namun sekarang aku sadar. Itu bukanlah sebuah mimpi.

“Itu artinya, kau merasakan nasib bahagia seperti yang dulu dia rasakan. Dan dia merasakan nasib menyedihkan seperti yang dulu kau rasakan,” jelasnya.

Penjelasan itu membuatku kaku seolah napasku dan jantungku berhenti saat  itu. Tubuhku penuh dengan keringat, dan hawa tubuhku terasa dingin.

Aku tak bisa menyangkal apa yang dikatakan oleh kucing itu. Yang bertengger di atas sebuah palang sambil menggoyangkan kedua ekornya. Dan menatapku dengan mata merahnya itu. Wajahnya terlihat datar tak berekspresi. Yang menghadap satu arah saja.

Langit cerah berganti. Kini digantikan dengan awal gelap yang menutupi seluruh langit.  Awan gelap yang tanpa peringatan langsung menurunkan hujan lebat ke atas bumi ini. Orang-orang berlarian mencari tempat berteduh. Sesaat, mereka melupakan hal yang mereka lakukan untuk menghindar dari hujan.
Mungkin hanya aku di sini, yang tidak ke mana-mana ataupun berlari dari hujan ini. Aku tetap di tempat dan mengabaikan tubuhku yang basah karena terguyur hujan ini.

“Bo... hong,” gumamku.



To be continued


Wingless (World with Fantasy Character) Tamat✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang