39 Memulai

286 28 3
                                    

Nuansa tegang menyelimuti ruang kecil itu. Sorot mata tajam satu per satu melirik gadis berjaket hitam itu. Membuat mata merahnya semakin menyala ketika ia mengembalikan tatapan itu satu per satu.

"Ada apa Alya? Kenapa kau mengumpulkan kita semua...?" tanya Torm dengan wajah yang sedikit asam.

"Iya... apa ada hal yang penting...?" lanjut Rion.

Alya langsung menundukkan pandangan ketika mendengar hujatan itu. Mata sayu mulai mewarnainya. "Aku ingin meminta bantuan dengan kalian..."

"Apa...?" entak Rion.

"Ini tentang dunia Paralel ini..." bisiknya.

Mata semua orang terketuk kaget. Ekspresi tegang mewarnai wajah mereka.

"Dunia paralel...? maksudnya dunia yang sedang kita tempati sekarang ini kan...?" ujar Clara.

"Itu benar..."

Ruangan kecil yang tak terlalu di penuhi perabotan. Hanya ada satu set meja dan kursi tamu yang terletak di tengah ruangan. Dan satu buah lemari besar di pojok utara ruangan.

Alya duduk sendiri di satu kursi. Clara dan Lisa membagi kursi panjang menjadi dua bagian untuk mereka tempati. Torm duduk di atas gagang kursi. Sedangkan Rion menjauh, dan lebih memilih bersandar pada tembok di ujung ruangan.

Tatapan Rion begitu tajam pada Alya. Rasa penuh keraguan menyelimuti kedipan matanya. Pikirannya penuh ke tidak percayaan pada sosok yang diliriknya saat ini. Seolah ia masih belum bisa melupakan hal yang terjadi di antara keduanya hati itu.

"Kenapa kami harus mendengarkanmu...? Bukankah peri tanpa sayap tak pernah bisa dipercaya...? Iya kan...?" sinis Rion.

Semua sorot mata bergantian melirik Rion yang sinis dan Alya yang tiba-tiba menundukkan kepala.

"Memang kalian tak seharusnya percaya pada kami..." desisnya. "Tapi..." Alya mengangkat kepalanya. "Percayalah padaku..." lanjutnya. Mata merahnya berbinar menarik simpati yang melihatnya.

Rion pun mulai terteguk melihat tatapan gadis itu. Decitan kecil ia buat dari cela giginya. "Apa untungnya kami membantumu?" tanyanya tegas.

Alya perlahan mulai menampakkan senyumnya. Senyum simpul yang lama sekali tak pernah dilihat orang-orang di sana. Dengan pose duduk tegak, dan tatapan lurus penuh percaya diri. Membuat siapa pun semakin terpikat dengannya.

"Aku akan membuat kalian semua menemukan jawaban yang kalian cari selama ini...?"

-

Sebuah sinar terselip di balik kelopak. Pandangan samar-samar mulai muncul dari sana. Sosok asing menyambutku di hadapanku. Membuatku mulai bertanya.

"Kau siapa...? tanyaku pada sosok yang masih samar itu.

Dia tak menjawab. Justru dia langsung pergi meninggalkanku. Aku berusaha bangkit dari tempat kuberbaring. Kepalaku seketika terasa sakit dan pusing. Tubuhku terasa berat. Dan tanganku serasa menekan sesuatu yang empuk dan lembut namun hangat.

Tanganku membopong kepalaku. Semilir angin menerpa tubuhku yang terasa basah karena keringat.

"Kau sudah bangun Layria?" tanya seseorang.

Suara nyaring terdengar di telingaku. Membuatku berjuang untuk menolehkan kepala agar dapat menemukan asal suara itu.

"Kau ... siapa?" suara serak kulontarkan.

Orang itu mendekat. Mata hijau yang menyala mengingatkanku dengan seseorang. Namun pandangan buram ini menghalangi penglihatanku.

"Kau lupa denganku...?" tanyanya. Aku hanya menggelengkan kepala. Namun dia membalasnya dengan senyum tipis. "Aku Cindy... kau masih ingatkan... Kita pernah bertemu di kota Axis dulu?" ujarnya sambil menunjukkan senyumnya.

Aku tak dapat mencerna apa yang ia katakan. Pandanganku masih buram. Kepalaku juga masih terasa berat. Aku hanya berusaha meyakini hal yang ia katakan tadi.

Bola mataku mulai berputar. Memperhatikan setiap sudut tempat ini. Tempat yang cukup asing. Seperti sebuah kamar tua. Yang di kelilingi oleh rak-rak buku tua. Dan beberapa perabotan tua. Ruangan yang cukup sempit. Dengan satu ranjang. Yaitu tempat yang sedang kutempati ini.

"Aku di mana...?" tanyaku lagi.

Dia kembali tersenyum. Sambil berjalan menuju ke sebuah meja kecil yang ada di ujung ruangan. "Kau masih ada di Gladiator Zeus..." tangan lentiknya bergerak. Bermain dengan botol-botol berisi cairan berwarna itu. "Tapi... sepertinya kau harus kembali tidur lagi. Ria..." ia membalikkan badan dengan senyum yang sama. Namun dengan sebotol cairan yang dimasukkannya ke sebuah wadah kecil.

"Apa maksudmu?" ujarku dengan masih menyangga kepala berat ini.

"Bukan hal yang penting. Kau hanya perlu meminumnya, dan kau akan terlelap. Itu saja..." ujarnya sambil terus tersenyum.

Namun kini, ia membuka mata hijaunya. Memancarkan cahaya kilau bagai mata kucing yang cukup menakutkan. Perasaan khawatir dan takut pun muncul. Dan semakin bertambah besar ketika ia mendekatiku di ranjang ini. Wajah pucat serasa muncul dari raut wajahku.

"Mau kau apakan aku...?"


To be continued



Pss...
Maaf ya... kalo akhir-akhir ini jarang update nih cerita...
Maklum... lagi banyak tugas... sama beberapa masalah...

Oke... semoga masih ada yang ngikutin cerita ini sampai charpen ini...

Thanks For Watching




Wingless (World with Fantasy Character) Tamat✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang