“Siapa yang menyuruhmu?”
“Jirachi.”
“ Seberapa penting Yuna bagimu?” pemuda itu menyengir.
“Dia seperti adik kandunganku. Aku telah berjanji membawanya pergi dari sini dengan tenang,” jawabnya tegas.
“Begitu ya. Maukah kau mengabulkan permintaanku?” Joel tersenyum lalu mengaguk.
Aku terdiam bisu di sana. Melihat hal tragis yang pernah kulihat sebelumnya.
“Kenapa aku bisa ke sini lagi?” gumamku.
Wuzh ...
Angin kencang menerpaku. Lalu melunturkan kejadian di depanku. Bagai cat pada lukisan yang terkena air. Membuat sekelilingku hanya tinggal warna hitam saja.“Apa yang sedang terjadi?” tanyaku sendiri.
“Menurutmu apa?” sebuah suara menjawab.
Aku langsung membalikkan badanku. Menuju ke arah di belakangku. Sorot mataku tertuju padanya. Seorang anak perempuan berambut pendek itu. Memakai baju kusam tipis. Tanpa alas kaki sebagai penutup kakinya yang tergores. Matanya masih terus berbinar. Diselimuti air mata tipis. Wajahnya begitu datar. Seolah tidak bisa mengeluarkan ekspresinya.
Kakinya yang penuh goresan bekas luka itu berjalan mendekatiku. Tubuh pendeknya melangkah jinjit di depanku. Tubuhnya tertarik ke kanan dan kiri. Senada dengan suara langkah yang ia buat. Ia terus melakukannya. Bahkan hingga ia melewatiku. 10 langkah dariku, ia akhirnya berhenti. Aku kembali membalikkan badan untuk memperhatikannya.
Perlahan ia mengangkat tangan mungilnya. Mengarahkannya ke sebuah arah. Yang tertuju pada lukisan hitam berbingkai kayu itu. “Lihatlah,” bisiknya.
Aku memusatkan mataku pada lukisan itu. Namun hanya ada warna hitam yang memblok seluruh kanvas lukisan itu.
“Tidak ada apa-apa,” seruku.
“Lihatlah terus!”
Aku kembali melihatnya untuk kedua kalinya. Entah apa yang terjadi. Sehingga lukisan yang hanya memiliki warna hitam. Kini memiliki lebih dari satu warna itu juga. Seperti beberapa warna yang menjadi satu membentuk sebuah gambaran.
“Itu ... “
“Gambaran seorang gadis memegang bunga mawar,” ujarnya memberi tahukan apa yang ada di lukisan itu.Aku mendekati lukisan itu. Tangan kananku tertarik untuk menyentuhnya. Hingga tangan dinginku sampai di kanvas itu. Tangan ini mulai terseret. Merasakan raut kasar yang di paparkan oleh cat lukisan itu. Gejolak naik turun terasa dari telapak tanganku ini.
Mataku melotot keluar. Ketika aku merasakan cairan kental menjalar disela jari jemariku. Aku tersorot pada tampak keseluruhan datar kanvas itu. Perlahan cat pada lukisan itu luntur. Perlahan yang di baliknya mengeluarkan sebuah lukisan baru lagi.
Aku berusaha menarik tanganku. Tapi cat pada lukisan ini bagai sebuah lem yang menarik tanganku. Semakin kutarik, semakin kuat lem ini menarikku. Raut panik kini tergambar di wajahku. Hingga aliran cat itu menutupi seluruh jari-jariku. Dan di sana lukisan ini berhenti luntur.
Mataku sekarang lebih tersorot pada gambaran di balik cat itu. Benar saja, lukisan baru seolah tergambar. Dari baliknya kini muncul gambaran kerangka manusia dari kepala hingga setengah dada. Tubuh gadis yang tinggal setengah kini mencerminkan sosok baru. Menjadi seorang gadis yang atasannya hanya tinggal kerangka.
“Jirachi,” tegas anak itu. Aku menolehkan kepala dengan posisi masih sama.
“Apa?” desisku.
Namun ketika aku mencarinya, ia telah hilang. Aku semakin merasa heran.
“Ke mana dia?”
Aku melirik gambar yang masih ada di sana. Mataku tertuju pada tangan kananku yang masih di sana. Lalu aku memperhatikan seluruh sudut pada lukisan itu. Bunga mawarnya telah hilang. Tangan gadis itu yang masih utuh seolah menggandengku. Dan menarikku padanya. Dari sana pikiranku semakin kacau.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wingless (World with Fantasy Character) Tamat✓
FantasySebuah dunia tanpa kesedihan. Apakah itu ada? Layria, seorang gadis yang dulunya memiliki hidup yang sempurna. Tiba-tiba berbalik hidup penuh kesepian dan kekosongan. Bagai dunia tak menginginkannya lagi. Suatu malam, seekor kucing datang padanya...