32 Black Heart

348 39 4
                                    

Aku masih menatapnya. Bahkan aku tak menyadari rambutnya telah berubah warna dari kerudung itu. Rambut putih panjang yang terurai. Dengan wajah yang masih kukenali. Aku menghela nafasku.

Aku menghela nafas yang cukup panjang dari mulutku. Lalu melirik kelap kelip cahaya yang ada di depanku. Aku masih berpikir. Pemandangan kota modern ini terasa dramatis. Bila dilihat dari atas menara ini. Mataku lalu melirik orang bergaun pengantin di sampingku.

"Apa nanti dia akan datang?" tanyaku pelan.

"Sudah pasti," jawabnya.

"Dari mana kau tahu?" aku dengan tajam menatap matanya.

"Kau tahu, itu sudah menjadi masa depanku," lanjutnya sambil menutup mata dan tersenyum.

Aku memalingkan wajah darinya.

Tik ... tok ... tik ... tok ... suara dari jarum jam menara menggema di keheningan malam. Aku mencoba berdiri dengan gaun ini. Berusaha mencari pijakan agar tidak terjatuh dari atap menara. Lalu mengangkat kepalaku menghadap ke langit.

"Bisakah kau mencari wajah lain selain wajahku?" gumamku. Orang itu menatapku.

"Eh ...! Kenapa? Bukannya kau suka aku memakai wajahmu?" ceplosnya.

"Aku tidak pernah bilang seperti itu," kepalaku turun untuk menatapnya. "Dari dulu aku selalu menganggap itu sangat menjijikkan," lanjutku.

Ia tak berkata lagi. Dan langsung memalingkan wajahnya dariku. Aku tidak bisa melihat ekspresinya sebab terhalang oleh kerudung itu.

Kedua tangannya ia angkat. Lalu digunakan untuk menutupi wajahnya dari balik kerudung. Ia menundukkan kepala menjauh dari sinar yang ada di depannya.

Wuzzzhh ... sebuah angin kuat menerpanya. Membuat kerudung itu terbang ke belakang. Namun tersangkut oleh jepit di rambutnya. Sehingga tetap menempel padanya.

Setelah beberapa detik, ia melepas kedua tangannya. Memperlihat sosoknya yang beda padaku.

"Bagaimana," ujarnya sambil menghadap padaku. Aku langsung memalingkan wajah.

"Itu lebih baik," aku menyengir dingin. "Kali ini wajah siapa itu?" tanyaku dengan sinis. Dia justru mengelus-elus pipi putihnya sambil tersenyum.

"Salah satu dari kenalan lamaku," jawabnya halus.

"Apakah kau tidak punya wajah aslimu sendiri?" gertakku.

"Itu bukan urusanmu bukan," mata marahnya menatapku. "Lebih baik kau pergi dan selesaikan tugasmu. Luts dan Rusali pasti telah menunggumu, Alya," tegasnya dengan nada yang langsung menusuk hatiku.

Aku hanya bisa mendesis kesal. Kupalingkan wajahku dari sana. Lalu mengambil posisi.

Hup ... tap ...

Aku melompat dari atap menara jam itu. Namun, kakiku berhenti dan berpijak di jarum pendek pada jam yang menunjuk ke angka 12.

Aku melirik ke arahnya. Rambut putih panjang yang tertiup angin utara. Ia duduk di pinggir dengan gaun pengantin putih itu. Mata merahnya menatapku tajam. Senyumnya mengingatkanku dengan seseorang yang tak ingin kuingat.

"Siro!" panggilku.

"Apa?" jawabnya.

"Bukan apa-apa. Aku hanya ingin tahu, kau mengingat nama itu atau tidak," gumamku pelan. Ia hanya menyimpulkan bibirnya.

"Ha ...?"

"Bukan apa-apa, "

Hup ... wuzh ...

Aku kembali melompat. Mengambil posisi ke bawah dengan kepalaku yang turun terlebih dulu. Aku tak dapat mendengar suara dari gaunku ini. Yang berkibar sekeras angin yang kutabrak. Posisi ini mengingatkanku dengan jatuhnya meteor ke bumi yang pernah kulihat. Dan juga mengingatkanku. Dengan keinginanku yang berharap dapat terbang.

Wingless (World with Fantasy Character) Tamat✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang