13 Kata Yang Ingin Terucap

718 69 1
                                    

Seorang pemuda berjalan di tengah hutan bersama anjing setianya. Langkahnya terlihat tenang. Senyum berbinar di wajahnya.

“Musim panas ini begitu menyenangkan bukan Koko,” ujarnya.

Wuugk ... Koko mengangguk.

“Tahun depan aku akan ke tempat ini lagi. Kuharap aku bisa bertemu dengannya lagi,” wajahnya terlihat berbinar.

Ia terus berjalan tanpa menyadari ada hal yang aneh. Makhluk-makhluk malam beterbangan dan angin bertiup dengan kencang. Bulan tertutup oleh awan. Dan kabut mulai muncul.

Tap ... tap ... suara langkah seseorang membuat pemuda itu tersadar. Ia membalikkan badannya. Posisi menyerang ia siapkan. Namun terlambat.

Wuuzh ...crees ... sebuah anak panah mencap cepat di dadanya. Darah keluar dari mulutnya dan tempat panah itu tertancap. Pemuda itu begitu terkejud dengan hal yang sedang dialaminya saat ini.

Bruuk ...
Tubuhnya terjatuh ke tanah. Matanya serasa redup.

Seseorang berjalan mendekatinya.
Grrrr ... guk ... guk ... guk ... hap ...
Anjing itu menggonggong ke arahnya, dan berusaha menggigit Joel. Namun itu dapat diatasi olehnya. Ia mendorong anjing itu hingga membentur pohon hutan. Ia pun kembali mendekati pemuda itu. Dan memperlihatkan sosoknya pada pemuda itu.

“Joel?” seraknya.

Ia menatap pemuda itu dengan tatapan dingin. Namun matanya terlihat berbinar dari kejauhan. Raut wajahnya begitu berat.

“Maaf,” bisiknya dengan nada sumbang.

“Joel, kenapa Joel? Kenapa?” ia termenung sedih.

“Maaf, maaf Latios. Maaf.”

“Kenapa?”

“Itu karena Yuna,” nada tinggi keluar darinya. Pemuda itu terhening.

“Kenapa?”

“Seseorang berusaha mengambil kepala Yuna. Aku terus berusaha menghalanginya dengan lari ke sana kemari. Namun pada akhirnya aku lelah. Mereka bilang satu-satunya cara yaitu melenyapkanmu. Latios sang Diva hutan utara,“ suara sesak keluar dari Joel.

“Jadi begitu,” ia tersenyum kecil. "Kau berpura-pura akan menjadi seorang pejabat dan menemuiku.”

“Bukan, aku benar-benar akan menjadi pejabat. Itu sebabnya aku sempat menunda pembunuhanmu.”

“Tapi Diva sepertiku mana bisa mati dengan panah seperti ini.”

“Kau pasti akan  lenyap. Panah itu telah ku beri matra peri. Tentu Diva bisa mati olehnya.”

“Siapa yang menyuruhmu?”

Jirachi.”

Wajah pemuda itu langsung tercengang mendengarnya. Lalu raut kesakitannya kembali muncul. Namun, ia berusaha menahannya.

“Seberapa penting Yuna bagimu?” pemuda itu menyengir.

“Dia seperti adik kandunganku. Aku telah berjanji membawanya pergi dari sini dengan tenang,” jawabnya tegas.

“Begitu ya. Maukah kau mengabulkan permintaanku?” Joel tersenyum lalu mengaguk.

Bulan kembali bersinar. Kabut juga telah hilang. Suasana kembali cerah seperti sebelumnya. Namun kini lebih terasa sunyi.

Seorang gadis berambut coklat itu terus memandang langit. Ia sedang menunggu seseorang yang tak kunjung datang.

“Yuna!” panggil seseorang. Yuna tersenyum senang.

“Joel, lama banget sih.”

“Maaf, maaf.”

Yuna menatap anjing berbulu lebat yang ada di samping Joel.

“Koko?” panggilnya. Anjing itu berlari mendekatinya. "Benar ini Koko. Tapi kenapa ada padamu Joel. Made?" wajah Joel terlihat pucat. Namun ia menutupinya dengan senyuman tipisnya. Walau alisnya sedikit berkerut.

“Antahlah, aku menentukannya tadi ketika di hutan. Pasti Latios menyuruhnya untuk menjagamu.”

“Waah ... Made baik sekali. Joel tahun depan kita kesini lagi ya. Aku mau bilang terima kasih pada Made,” ujar Yuna.

Joel hanya mengangguk dan tersenyum. Ia berpikir bagaimana menjelaskan kebohongan yang telah ia buat. Dan dosa yang terjadi karenanya.

Bulan kembali tertutup awan. Kabut kembali datang namun lebih lebat. Suara semakin sunyi. Apa ini karena Diva hutan ini tak lagi bernyanyi?

-

Byuur ...

Tubuhnya terjatuh dalam gelapnya kedalaman air. Ia tak bisa apa-apa lagi atau ke mana pun. Panah masih tertancap padanya. Hening malam dan bulan yang tertutup menemani matanya yang redup.

“Apa aku bisa pulang sekarang?”

“Benar tugasku sudah selesai.”

“Akhirnya aku bisa pulang dan pergi dari dunia ini.”

“Yuna? Aku masih punya janji padanya.”

“Aku akan pergi. Tapi bagaimana janjiku?”

“Apa nanti ia akan terus menungguku?”

“Yuna! Kumohon, pertemukan aku dengannya. Entah mengapa aku ingin mengatakan selamat tinggal untuknya.”

Yuna.”

Yuna?”

Yuna?”

Lambat laut tubuhnya mulai tertutup bulu lebat. Sebagian tubuhnya mengecil. Dan sebagian membesar. Gelembung-gelembung hitam keluar darinya. Semakin lama wajahnya perlahan berubah. Gigi tajam dan taring muncul. Matanya telah sepenuhnya redup. Ia kini adalah Cronos yang kesepian.

Aku termenung melihatnya. Tubuhku kaku melihat setiap detik kejadian itu. Dadaku terasa sesak. Mataku juga terasa kaku.

Cronos itu berdiri di depanku. Menatap kalung yang ada di leherku. Melihatnya, mengingatkannya dengan masa lalu yang tak seharusnya terjadi. Seketika pikiranku terbayang akan seseorang yang telah memberikan ini padaku.

“Nenek Yun adalah Yuna.”

Angin bertiup begitu kencang. Berembus menghantamku dan membuat mataku terpejam. Saat mataku terbuka aku telah berada di tempat lain.

Ladang bunga matahari yang panjang sejauh mata melihat. Dari sana terlihat seseorang wanita tua yang menatap langit di temani anjing berbulu coklat itu. Aku melirik Cronos yang ada di belakangku. Ia menatap wanita itu seolah mengenalnya dengan dekat.

Angin kembali menghantamku. Seolah menyuruhku melakukan sesuatu. Tapi apa yang bisa ku lakukan? Angin bisakah kau mengatakannya? Sebuah kata yang ingin terucap ini.

To be continued

Wingless (World with Fantasy Character) Tamat✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang