"Bagaimana kalau kita melawan Cronos?" serunya sambil menatap santai Lisa.
"Eh ..." semua orang terkejut dibuatnya.
"Apa yang kau bilang Alya. Melawan Cronos, apa kau sudah gila!" keluh Torm. Alya tersenyum mendengarkannya.
"Dengar, untuk melawan Hydra kita butuh skill poin yang cukup besar. Dan belum tentu dengan skill poinmu sekarang kau bisa masuk ke gua Hydra. Dengan melawan Cronos kita bisa menambah skill poin milik kota," jelasnya.
"Tapi kau tahu, Cronos tak bisa di bunuh. Bisa-bisa kita mati dan jadi Cronos!" Torm berbicara dengan nada tinggi.
"Mungkin tidak, tapi ada cara agar kita bisa mengalahkannya," potong Rion.
Semua mata tertancap pada Rion yang sedang memainkan syal miliknya. Mendengar perkataan dari Rion, Torm langsung berdiri. Wajahnya terlihat kesal.
"Jangan bercanda!" teriaknya.
"Aku tidak bercanda," sahut Rion.
"Kalian hentikan!" Lisa berusaha memecah kebisingan. "Ingat ini sudah malam dan ada nenek Yun pemilik rumah ini. Setidaknya kalian bersikaplah sedikit sopan," tatapannya terasa tajam.
Mendengar perkataan Lisa semua kembali diam. Bahkan Torm kembali duduk di tempatnya tadi.
"Rion apakah kau bisa memberi tahukan cara mengalahkan Cronos?" tanya Alya sambil tersenyum memecahkan suasana hening. Torm berdecit kesal. Dan Rion menghela nafas.
"Kalian pasti pernah dengar tentang arwah orang yang telah mati. Mereka akan terus bergentayangan sampai akhir zaman. Namun apabila ada yang terganggu dengan arwah itu, mereka pasti akan melakukan pemurnian arwah untuk menghilangkannya. Kudengar cara itu berhasil oleh sekumpulan Party ketika melawan seorang Cronos," jelasnya.
Semua mendengarkan perkataan dari Rion. Begitu pula Lisa yang paling memperhatikannya.
"Kau benar aku pernah mendengarnya juga," ujar Lisa.
"Tapi," Alfonso tiba-tiba terbang di tengah-tengah kami. "Memang benar itu pernah terjadi. Tapi hanya orang-orang tertentu yang bisa melakukannya."
"Apa maksudmu Alfonso?" tanyaku.
"Hanya penggunaan elemen sihir yang bisa melakukannya. Wujud peri adalah yang paling ideal. Namun sayangnya kita hanya punya peri tanpa sayap. Jadi kita hanya punya dua penyihir yaitu Rion dan kau Layria," ia menunjuk padaku.
"Dari mana kau tahu tentang itu?" tanya Torm.
"Kau lupa aku adalah tempat menyimpan data. Dan kau tahu aku ada di sana ketika Party itu menghabisi Cronos itu. Dan benar yang dikatakan Alya. Skill poin kalian bahkan belum cukup untuk masuk ke pulau tempat Hydra tinggal," lanjutnya.
Semua terdiam dan memikirkannya. Bahkan Torm sekarang tak berani membantah.
"Bagaimana Lisa?" tanya Alya. Lisa terlihat sedikit gelisah. Namun sekejap dapat diatasinya.
"Baiklah," wajah lega muncul jelas dari Alya. "Tapi siapa yang melakukan pemurnian itu?" tanya Lisa.
"Maaf mengganggu, tapi aku penyihir tipe pencuri. Rasanya kurang cocok bila aku yang melakukannya," potong Rion .
"Kau juga tidak bisa bukan Alya," lanjut Torm.
"Jangan khawatir soal itu. Kita tahu siapa yang pas. Benar bukan Layria," jawabnya.
Semua mata tertuju padaku . Membuat sudah dapat menebak apa yang akan mereka lakukan padaku.
"Ha ... eh?"
-
Pagi yang cukup cerah, aku duduk di sebuah ayunan kayu belakangan rumah nenek Yun. Sebuah buku terpangku di pahaku. Sesekali nenek Yun tersenyum padaku. Anjingnya Koko sedang bermain bersama Alfonso dan Siro.
Hanya aku, Alfonso, dan Siro yang tinggal di rumah nenek Yun. Alya dan Rion pergi membeli makanan untuk kami. Lisa dan Torm sudah terlebih dahulu pergi ke rumah pejabat untuk menceritakan apa yang terjadi semalam. Dan tujuan kami untuk melawan Cronos.
Tentang melawan Cronos, aku tak menyangka hal itu. Aku ditunjuk sebagai kunci quest ini. Aku akan memurnikan Cronos. Itu sebabnya kenapa buku berisi mantra sihir ini ada di sini.
Membayangkannya saja aku tak bisa. Aku amat ketakutan. Tapi semua orang percaya padaku. Itulah sebabnya aku mau melakukannya. Demi mereka.
Aku menatap nenek Yun. Terlihat ia sedang menyiram bunga yang menarik perhatianku. Aku pun mendekatinya, sambil meletakan buku itu di atas ayunan.
"Bunga yang indah," kagumku di sampingnya. Ia terkejut lalu menatapku sambil tersenyum.
"Iya, kau benar," nenek Yun terus menyiram air itu.
"Nenek suka bunga matahari ya?" tanyaku sambil memegang daunnya.
"Iya, bunga ini amat indah. Apalagi bila dia telah bermekaran di musim panas seperti ini," jawabnya. Aku tersenyum padanya.
"Bisa ku bantu menyiram beberapa bunga yang lain nek?" tanyaku.
"Tentu."
Aku mengambil alat penyiram yang menganggur di sana lalu kuisikan air kedalamannya. Sebelum akhirnya aku berlari ke beberapa bunga di sana. Ada puluhan bunga matahari yang tersebar di sekitar rumah nenek Yun. Terlihat sekali bahwa nenek Yun sangat menyukai bunga matahari. Aku mulai menyiramkan air ke bunga-bunga itu. Nenek Yun berada di sampingku dan masih terus menyiramkannya.
"Apa ada alasan lain kenapa nenek suka bunga matahari?"tanyaku.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Tidak, biasanya ada alasan khusus orang menyukai suatu hal," nenek Yun menatapku.
"Kau benar. Bunga ini mengingatkanku dengan seseorang yang pernah kutemui saat masih muda."
"Benarkah?" aku mulai penasaran.
"Iya, dulu aku bertemu dengan seorang pemuda di sebuah taman yang penuh bunga matahari," jelasnya.
"Apa itu suami nenek?" godaku.
"Jangan bercanda," nenek itu merasa sedikit malu karena tersinggung. Aku pun tertawa melihat warna merah di pipi keriputnya.
Angin bertiup menerbangkan rambut panjangku. Tanpa ku sadari air yang kusiram telah habis. Begitu pula nenek Yun. Namun tatapannya masih lurus pada bunga matahari mekar di depannya.
"Dia pemuda yang baik, berani, dan berjiwa petualang. Dia adalah teman perjalananku dulu di dunia ini. Tapi kami hanya sebentar bersama-sama," lanjutnya.
"Kenapa?"
"Itu karena dia telah jauh meninggalkanku."
"Apa dia udah pergi dari dunia ini?"
"Antahlah, tapi bila dia belum pergi aku ingin bisa bertemu dengannya sekali lagi," ujarnya.
Wajahnya terlihat berbinar terkena cahaya matahari. Keinginannya terlihat begitu kuat. Apakah itu sebabnya ia masih berada di dunia ini. Antahlah.
"Iya."
-
Sebuah makhluk mengerikan menatap sebuah danau yang terpantul bayangan rembulan. Suara nafasnya yang mendesis terdengar dari kejauhan. Makhluk-makhluk malam tak ada yang berani mendekat.
Seseorang berjubah menatapnya dari kejauhan. Lentera yang ia pegang menerangi jalannya hingga terhenti di sini. Tak ada wajah ketakutan darinya.
"Apa yang kau tunggu, Latios!" ujarnya.
Ia membalikkan ke arah sebaliknya. Lalu perlahan berjalan menjauh dari sana.
Di arah yang lain sekelompok orang sedang memantau dari kejauhan. Memperhatikan makhluk yang tak kunjung bergerak itu.
"Ayo kita tidurkan makhluk itu," seseorang berkata di dalam kegelapan.
Senyum senang terpapar dari wajah mereka. Sebuah senjata besi terpantul cahayanya oleh bulan sedang di tangan mereka.
To be contiued
KAMU SEDANG MEMBACA
Wingless (World with Fantasy Character) Tamat✓
FantasySebuah dunia tanpa kesedihan. Apakah itu ada? Layria, seorang gadis yang dulunya memiliki hidup yang sempurna. Tiba-tiba berbalik hidup penuh kesepian dan kekosongan. Bagai dunia tak menginginkannya lagi. Suatu malam, seekor kucing datang padanya...