35 Tournament

300 32 0
                                    

Menggenggam tongkatku ini, aku semakin gemetaran. Jantungku berdetak kencang. Keringat bercucuran dengan deras. Sorot mataku tertuju pada wanita itu. Daiyana tersenyum lebar dengan mata seduhnya. Seolah, ia sedang mengejekku yang terdiam kaku di sana.

“Kau mencariku?” suara nyaring bergema.

Mataku tercengang melihat seseorang di hadapanku. Wajahnya tak terlalu jelas tampak. Bahkan aku tak tahu bentuknya yang sesungguhnya. Walaupun aku masih dapat melihat senyum tipis di bibirnya.

Kau ...?”

-

Waktu terus berjalan, namun Layria masih diam terpaku di sana. Semua orang yang menunggu mulai bersorak kesal. Bahkan Daiyana sesekali berdecap karenanya. Di tengah kericuhan itu, orang berkepala TV, yang berperan sebagai wasit hanya diam dan melihat.

Daiyana menurunkan alisnya, dan juga menghapus senyumnya. Ia telah muak dengan semua ini. “Hei kau, jika sudah menyerah bilang saja. Aku sudah muak di sini,” ujarnya dengan nada sumbang sambil meninggalkan tempatnya berdiri.

Greek  ... bruuk ...
Sebuah bongkah baru tiba-tiba muncul dan membuat Daiyana jatuh terpuruk. Tubuhnya langsung penuh dengan debu yang terkepung di area itu.  Dengan menahan sakit, ia berusaha melirik ke belakang. Melihat Layria yang masih berdiri di sana. Namun dengan posisi yang berbeda.

Layria tersenyum kecil. Tangan kanannya menggenggam tongkat yang ia jenjangkan tegak lurus. Ujung tongkat itu sedikit masuk ke dalam lantai area. Membuat retakan kecil di sekitar sana.

Daiyana berusaha bangkit. Ia membersihkan sedikit gaunnya yang  kotor itu. Lalu berdiri tegak dengan buku yang masih ia pegang dengan satu tangannya.

“Kau sudah siap ya?” tanyanya.

“Aku sudah sangat siap,” jawab Layria dengan nada yang sedikit kacau.

“Kalau begitu, biar aku yang mulai,” seru Daiyana.

Tiupan angin kencang membuka buku itu per lembar halaman. Hingga cukup jauh halaman buku itu terbuka, baru angin tadi berhenti. Mata Layria tertarik pada lembaran yang terbuka itu. Sorot matanya begitu tajam. Membuat sebagian orang ketakutan melihatnya. Tatapan yang belum pernah terlihat dari seorang Layria yang ramah.

Daiyana mengulurkan tangannya yang kosong menyerong keluar. Tatapan seduhnya perlahan hilang. Walaupun matanya masih berbinar kecil. “Aku mengundang para penjarah ke tempat pesta. Tepatilah janji kalian,” sebuah mantra keluar dari mulutnya. Lingkaran besar beraura ungu keluar di hadapan Daiyana, “Datanglah, Skull Play,” teriaknya begitu keras.

Wuung ... cahaya ungu keluar dari lingkaran itu.
Cahayanya memancar begitu tinggi. Hingga hampir menyentuh atap Gladiator. Seluruh mata langsung tertuju ke arah area itu.

Kreek ... kleetekk ... kleetek ...
Satu per satu tengkorak keluar dari lingkaran itu. Masing-masing dari mereka membawa senjata yang sama. Yaitu sebuah pedang panjang. Tengkorak yang telah bangkit langsung berjalan pincang ke arah Layria.

Layria masih diam melihatnya. Ia menatap mata seduh Daiyana yang kini telah hilang. Mata Daiyana kini menjadi tajam seperti elang yang mengincar mangsa. Namun, Layria justru tersenyum menanggapi semua itu.

“Kau ingin bermain ya? Baiklah akan kuladeni kau,” ungkapan itu keluar dari Layria.

Daiyana tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Layria. Tak tetap menatap Layria dengan tatapan yang sama. Ia tak sempat menjawab ungkapan Layria. Sebab, mulutnya masih sibuk mengucapkan mantra yang sama berulang kali.

Layria membungkukkan badannya. Ia juga memajukan tongkatnya ke depan. Bergaris lurus dengan tempat Daiyana berdiri. Matanya masih terasa menusuk.

Wahai bumi yang kotor. Bangunlah! Gravity On!” seru Layria dengan keras dengan mengucapkan mantra.

Greek ... blukk ...
Para tengkorak itu berhenti bergerak. Begitu pula Daiyana. Membuatnya, tak lagi bisa mengeluarkan lebih banyak mantra dari ini.

Wajah Daiyana terlihat panik. Ia terus berusaha menggerakkan tubuhnya. Namun itu tak berimbas. Hanya raut wajahnya yang saat ini bisa ia kendalikan.

Clockwork Up ...” suara itu menggema ke seluruh area. “Sleep ...” satu lagi kata di ucapkan oleh Layria.

Bazzzhh ... bruuk ... bhuum ...
Para tengkorak itu hancur seketika. Meledak, lalu menjadi kepingan-kepingan tulang lagi. Percik listrik berwarna merah masih terlihat di tulang-belulang itu.

Bruuk ...
Begitu pula Daiyana. Yang jatuh berlutut ke bawah. Dia bahkan belum yakin, mengapa ia bisa jatuh dengan posisi seperti ini. Perlahan ia mengangkat kepalanya. Melihat sosok  yang melakukan semua ini padanya. Daiyana tidak tahu. Sejak kapan Layria berdiri di hadapannya.

Layria menatap Daiyana dengan raut datar. Tak ada senyum yang menghiasi bibirnya. Hawa dingin terpampang di wajahnya. Matanya begitu menyala. Menusuk Daiyana secara tidak langsung.

Tingkat bermahkota permata merah mengacung ke arah sorot mata Daiyana. Percikan listrik merah terlihat di sana. Percikan yang  sama, yang masih melekat pada tulang tengkorak yang tadi di keluarkan Daiyana.

Raut wajah Daiyana begitu terkejut. Matanya begitu lebar, seakan ingin keluar. Mulutnya terbuka lebar. Ia tak khawatir, bila saja ada lalat yang masuk ke dalamnya. Buku yang dari tadi ia bawa telah terlempar jauh dari Daiyana. Beberapa lembarnya juga lepas dan tercecer di lantai.

Game Over,” bisik kecil dari mulut Layria.

Daiyana tak memberi respons mendengar ucapan itu. Ia masih tetap bertahan dengan posisi yang sama. Begitu pula Layria. Pala penonton mulai bersorak lagi. Berusaha membangunkan mereka berdua di sana. Namun teriakan keras mereka tak berpengaruh bagi keduanya. Justru, Layria dan Daiyana makin diam tak bergerak.

Orang berkepala TV itu tak bisa terus diam. Layar TV yang sebelumnya mati, kini mulai memunculkan sebuah gambar. Yaitu, gambar sederhana dari orang yang sedang tersenyum. Perlahan ia mendekati mereka.

Kedua tangannya ia angkat. Sejajar dengan bahunya. “Pemenangnya adalah ... Layria ....” jedanya begitu panjang.

“Yaey ... yoo ... hore ...!!” sorak para penonton bergema di sana.

Mendengar sorakan itu, Daiyana langsung bangkit. Ia berdiri, lalu mengambil dan merapikan bukunya yang terlempar tadi. Wajahnya kembali terlihat seduh. Dengan mata yang berbinar, ingin menangis.

Layria menarik tongkatnya. Mendirikannya tepat di sampingnya. Ia masih berdiri di tepat yang sama. Dengan wajah murung sambil menundukkan kepalanya. Seolah ia tak senang dengan kemenangannya.

Daiyana berlarian kecil keluar area. Bersamaan dengan itu, tulang-belulang tengkorak tadi menghilang teruap oleh panas. Tak ada yang tersisa dari sana. Bahkan, lingkaran yang dibuat Daiyana telah hilang. Entah sejak kapan menghilangnya. Hanya tertinggal jejak kaki di atas debu. Dan Layria yang masih ada di area tanding itu.

Layria mengeram tongkatnya begitu kuat. Tatapnya kini ikut seduh berbinar. Nafasnya mulai tak beraturan. “Apa yang sebenarnya sedang terjadi?” tanyanya, tanpa ada yang menjawab.

-

Bayangan itu kembali tampak. Terlihat seseorang tersenyum dari ujung samudra padaku. Memakai gaun pengantin yang indah. Dengan buket bunga di tangan dan tudung putih yang menutupi wajahnya.

"Selamat Layria. Kutunggu kau di belakang nanti," bisikan itu terdengar bernada di telingaku.

"Kumohon! Beritahu aku! Siapa kau? Dan apa yang akan kau lakukan padaku?" tanyaku padanya.

Namun dia tak menjawab. Ia justru hilang begitu saja. Dan aku kembali terbangun dari mimpi itu.

"Yaey ..." sorak gemurai terdengar di telingaku. Membuatku langsung terbangun.

Mataku langsung di sambut oleh wajah Daiyana yang mencekam. Membuatku bertanya. "Apa yang sedang terjadi ini?"

To be contiued

Wingless (World with Fantasy Character) Tamat✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang