33

2.5K 265 36
                                    




Ming tampak ragu saat dia perlahan bangkit dari berlutut dan menunggu Kit serta orang tuanya untuk duduk di sofa sebelum dia bisa melakukan hal yang sama. Matanya masih terpaku pada Kit yang tidak berani menatapnya sama sekali. Tapi itu tidak menghentikan Ming untuk menatap wajah bengkak Kit. Kit-Nya jelas telah banyak menangis, dilihat dari wajahnya yang merah dan matanya yang bengkak.

"Menatapnya tidak akan membuat perubahan, Ming. Dia sudah memberikan keputusannya jika ia tidak akan membantah kami, bahkan jika kami menyuruhnya untuk putus denganmu. Dia telah mengambil keputusan dan dia memilih kami daripada kau." Kata ayah Kit kasar.

"Pa .." Kit mencengkeram lengan ayahnya untuk menghentikannya menyakiti kekasihnya dengan pernyataan menyakitkan mereka. "Kenapa Pa melakukan ini terhadapku?" Dia menangis sambil melirik Ming, lalu menatap kembali ayahnya. "Kenapa Pa harus menyakitinya?"

"Kenapa? Dia harus tahu di mana kau memihak?"

"Aku tahu itu, tapi biarlah aku yang memberitahunya." Kit berdebat.

"Baiklah. Silakan, Kit. Katakan padanya." Ayah Kit bersandar dan menunggu kit untuk bicara. Dia ingin melihat apakah Kit cukup berani untuk menyampaikan keputusannya kepada Ming.

"Ming ..."

"Ya, Kit." Ming menjawab serak. Ia sedikit gentar karena ia tahu apa yang akan Kit katakan padanya.

"Aku mencintaimu, Ming. Sungguh." Ungkap Kit dan menghela nafas pelan.

"Aku juga mencintaimu, Kit." Ming menjawab jika dia merasakan hal yang sama.

"Aku tahu. Tapi, aku benar-benar minta maaf, Ming. Ayahku benar. Seberapa besar aku mencintaimu ..," Kit berhenti dan mengambil nafas dalam-dalam sebelum ia melanjutkan. "Aku rasa aku tidak bisa membantah orang tuaku. Aku benar-benar tidak bisa, Ming."

Ming kehilangan kata-kata. Dia merasa hatinya hancur berkeping-keping karena kata-kata Kit, tapi dia tetap tegar untuk membuat Kit tidak merasa bersalah karena telah membuat keputusan itu.

"Aku tahu jika aku akan menyakitimu karena baktiku terhadap orang tuaku, tapi aku juga tersakiti, Ming. Kau satu-satunya untukku dan aku rasa tidak ada siapapun yang bisa menggantikanmu di hatiku." Walaupun itu terasa aneh untuk mengatakannya di depan orang tuanya, Kit masih harus melakukannya. Dia ingin Ming memahami jika dia tidak bermain-main dengan hati Ming. "Aku sangat bahagia ketika bersamamu, Ming. Kau membuat hidupku berarti. Tapi aku tidak pantas bahagia jika orang tuaku tidak bahagia, Ming. Itu sebabnya aku harus mematuhi permintaan mereka. Mereka orang tuaku, keluargaku satu-satunya, yang memiliki hubungan darah denganku." Ia menjelaskan, menangis sambil menatap tangannya gelisah.

"Kau dengar itu, Ming? Aku rasa anakku tidak benar-benar mencintaimu, bahkan untuk mencoba melindungi cintanya padamu. Mungkin kau harus melupakannya. Dia tidak layak untuk dicintai olehmu."

"Pa!" Kit terkejut dengan komentar ayahnya yang kejam. Dia tidak percaya jika ayahnya akan mengatakan hal seperti itu pada Ming. "Apa aku benar-benar tidak pantas untuk dicintai, Pa?" Dia berpaling ke ibunya dan bertanya hal yang sama. "Apa aku tidak pantas, Ma?"

Ibu Kit menangis sambil memeluk sayang anaknya. "Kau layak untuk dicintai oleh semua orang, Kit. Ayahmu tidak bersungguh-sungguh dengan apa yang dia katakan."

"Tidak apa-apa, Kit. Aku mengerti."

Kit mendongak dan menatap wajah tersenyum Ming.

"Aku akan menerima keputusanmu, Kit. Jadi, tolong berhenti merasa bersalah dan berhentilah menangis. Aku mengerti situasimu. Aku tahu jika keluargamu lebih penting bagimu. Jadi, tidak apa-apa. Aku merasa puas dengan mengetahui jika kau masih mencintaiku."

"Ming ..."

"Tidak apa-apa, Kit. Percayalah, aku akan baik-baik saja." Ming meyakinkan Kit meskipun jauh di lubuk hatinya, dia ingin memberi tahu Kit betapa hancurnya dia dibuang oleh dokter lesung pipi itu.

Kit hancur. Dia tidak tahan lagi. "Maaf, Ma, Pa..Aku.. Aku..." Dia menggelengkan kepala sambil berdiri dan melarikan diri dari sana, naik tangga menuju kamarnya.

"Kit!" Ming berteriak memanggil kekasihnya yang sedang menangis. Dia ingin mengejarnya namun terhenti karena ayah Kit.

"Duduklah, Ming! Aku belum selesai denganmu."

Ming memejamkan mata dan merosot kembali ke kursinya, merasa benar-benar kalah. Perlahan ia membungkuk ke depan, menutup wajahnya dengan telapak tangannya dan membiarkan air matanya mengalir untuk menghilangkan frustrasinya.

Orang tua Kit duduk dalam diam, melihat Ming menangis dan memberinya waktu untuk menenangkan diri, sebelum ayah Kit mulai bicara lagi.

"Apa kau sudah selesai menangis? Jika sudah, duduk lah tegak dan dengarkan apa yang ingin ku katakan."

SOULMATE 2 (MINGKIT FANFIC) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang