S e m b i l a n

113 10 0
                                    


"Semakin hari Papa semakin ingat Damara. Pengaruhnya besar bagi kesehatan. Hanya Tamara yang bisa jadi Damara untuk Papa, tapi Mama juga tidak bisa memaksa. Jantung Papa juga akan kambuh jika memimpikan Bunda kamu dan Damara. Hanya Tamara yang bisa buat Papa tenang, tapi Tamara harus jadi Damara. Tamara bisa?"

Halaman rumah sakit yang luas menjadi tempat Tara merenung. Penyakit Papa dan Damara. Jika saja hari itu...

Tidak. Tidak. Tara tidak boleh bersedih untuk hari ini. Ia harus memikirkan kesehatan Papa nya. Rupa Dara dan Tara memang mirip tapi tidak dengan sifat dan kepribadian mereka. Mereka beda. Sangat beda. Dan Tara harus bisa menyontoh Dara yang perfect bila di hadapan Papa nya.

"Nih. " Sebuah botol air mineral dan cokelat hadir di hadapan Tara, membuyarkan lamunannya.

"Ambil. Kalau cewek normal nih ya, suka banget di kasih cokelat kalo lagi unmood. Yahh.. Lo bisa coba. " Akmal duduk di samping Tara lalu meletakkan air mineral yang tidak di ambil oleh Tara dan membuka bungkus cokelat.

"Coba dulu Ra. " Akmal menyodorkan cokelat ke arah Tara seperti akan menyuapi.

"Gak mau ah Mal. Kayak anak kecil aja. "

"Coba dulu aja. Barangkali pikiran lo jadi lebih fresh. "

Dengan ogah-ogahan Tara menggigit cokelat yang berada di genggaman Akmal.

Manis. Lembut. Tara suka cokelat, Damara juga suka cokelat.

Tara menunduk. Memperhatikan kaki nya yang dibalut sepatu hitam.

"Gue bingung Mal. "

Akmal menoleh memperhatikan Tara yang terlihat sedih.

"Bingung kenapa? Tentang Papa lo?"

Tara mengangguk. Rasanya ia ingin menceritakan pada Akmal tentang apa yang ia rasakan sekarang. Ia ingin bercerita tentang Damara dan Papa nya. Tentang keluarga nya yang dulu dan tentang... Kecelakaan itu.

"Kok gue jadi kelihatan sedih di depan lo sih?" Tara mendongakkan kepalanya melihat ke arah depan.

"Lo juga kenapa jadi sering meduliin gue sih? Sahabat gue aja nggak ada yang sepeduli ini, yaa gue gak tau sih apa arti sahabat sebenarnya. "

"Bagus dong, ada cowok ganteng yang peduli sama lo. Bilang aja kalau lo juga seneng. "

"Cih?! Gue seneng? Yang ada gue gak bisa bebas!"

"Nih habisin cokelat nya, terus ayo ikut gue. Gue tunjukin tempat yang gue yakin gak bakal bikin lo sedih. "

Tara membalas dengan dengusan kasar lalu menggigit cokelat yang sudah berpindah ke tangannya dengan tragis.

Karena tidak sabar menunggu Tara menghabiskan cokelat nya, Akmal tiba-tiba bangkit dan menarik tangan Tara. Tara sempat berontak, tapi Akmal malah semakin kuat menariknya. Dasar cowok pemaksa.

Dengan ogah-ogahan, Tara duduk di boncengan Akmal. Masih dengan cokelat ditangannya. Helm fullface Tara sudah terpasang dengan rapi.

"Pegangan dong Ra, nanti lo jatuh. " Ucap Akmal sambil melirik Tara melalui kaca spion.

"Modus!"

Akmal menyalakan motornya dan menjalankan dengan kecepatan lumayan cepat.

"Gue bukan orang yang suka cium pipi sesuka hati loh!" Sindir Akmal.

Tara memajukan kepalanya, "Kenapa? Gak suka? Pengen lagi?"

"Mau dong, disini nih disini. " Akmal menoleh ke arah Tara dan memonyongkan bibirnya.

STAY [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang