D u a p u l u h e n a m

56 8 0
                                    

Jika aku bisa menukarkan semua yang kupunya untuk satu kebahagiaan. Aku rela memberikan semuanya.

.
.
.



Hari sudah berganti. Matahari sedang tersenyum indah memancarkan sinarnya. Burung-burung berkicau riang. Suasana pagi yang indah, namun itu tidak dirasakan oleh gadis yang sedang duduk merenung di kolam renang rumahnya.

Gadis itu memainkan air di dalam kolam sembari duduk dan menatap kosong air yang bergerak tenang karena kakinya.

Tidak ada kegiatan lain dari dua jam yang lalu. Matanya masih sembab karena semalaman menangis dan tidak tidur.

Hari ini hari minggu. Kemarin Papa Tara sudah sadar, penyakit jantung nya kambuh dan Mama Tara ingin perawatan yang maksimal untuk Papa Tara. Jadi hari ini Papa dan Mama Tara pergi ke Singapura untuk mendapatkan perawatan maksimal dari dokter keluarga Mamanya disana.

Rasa bersalah masih bercokol di hati Tara. Gadis itu merasa dirinya sangat bodoh dan terlalu tergesah-gesah. Ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri untuk itu.

"Non, saya sudah membuat sarapan. Mau saya ambilkan?" Bi Ina datang untuk menawari sarapan kepada Tara karena gadis itu hanya diam.

Dan tidak ada jawaban dari Tara. Tidak ada anggukan maupun gelengan. Hanya kakinya saja yang bergerak di air.

Bi Ina pun kembali ke tempatnya karena mengerti bahwa suasana hati Tara sedang tidak enak.

Beberapa jam berlalu dan Tara masih diam melamun. Air mata Tara berjatuhan mengaliri pipinya, tetapi gadis itu sendiri tidak menyadari jika pipinya sudah basah karena air mata.

Dan sudah 15 menit seorang pemuda mengamati gadis itu tanpa menghampiri. Pemuda itu bisa merasakan kesedihan yang dirasakan gadis itu. Akhirnya pemuda itu memutuskan untuk menghampiri gadis itu, Tara.

"Pagi Ra. Udah makan?" Tanya Akmal sembari ikut duduk disebelah Tara namun tak ikut mencelupkan kakinya ke dalam air.

Yang ditanya hanya diam masih menatap kosong seakan-akan hanya ada tubuhnya disana, arwahnya entah kemana.

"Tamara? Kenapa?" Akmal mencoba menyentuh bahu Tara, menyadarkan gadis itu agar tidak larut dalam pikirannya sendiri.

Seperti terkejut, Tara cepat-cepat menoleh ke arah Akmal lalu menghapus air mata yang baru saja menetes di pipinya. "Eh, lo sejak kapan disini?"

"Hmm kayaknya udah 15 menit yang lalu. "

"Ah, ada apa?" Tanya Tara.

"Gue khawatir sama lo. Lo udah makan?"

Tara kembali menatap lurus lalu bergeleng. Gadis itu memutuskan untuk bangun, namun entah kenapa rasanya kaki Tara lemas dan seakan tak kuat menopang tubuhnya sendiri. Tara hampir saja jatuh jika Akmal tidak segera menangkap dan menggendong gadis itu.

Akmal membawa Tara ke dalam rumah dan mendudukkan Tara di sofa ruang tengah.

"Makasih."

Akmal ikut duduk di sebelah Tara. Pemuda itu mengamati kaki Tara yang pucat mungkin karena terlalu lama di dalam air. Lalu Akmal tak sengaja melihat luka sayatan di tangan Tara yang sepertinya masih baru.

"Ini kenapa?" Tanya Akmal sembari menunjuk luka yang ada di tangan Tara.

"Ahh gapapa. Cuma luka biasa. "

"Lo lukain diri lo sendiri agar merasa tenang Ra? Ini bukan pertama kalinya gue ngelihat luka di tangan ini. "

Tara menunduk menautkan jari-jarinya sendiri. Air matanya kembali menetes. Rasanya ada yang salah pada matanya. Ia jadi sering sekali menangis. Kegiatan yang sebenarnya ia benci namun selalu terjadi, membiarkannya terlihat lemah. Tara benci itu.

STAY [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang