Hukuman

5.3K 443 26
                                    

Adara's POV

Kupandangi Navyn yang duduk di sudut ruangan. Dia bersandar di sofa, diam, kaku, dingin. Tatapannya lurus ke depan. Kedua alisnya bertaut, entah apa yang sedang ada dalam pikirannya.

Aku sendiri masih dalam posisiku, duduk dengan gelisah, memainkan jari-jariku sambil memikirkan apa yang ada dalam pikiran Navyn.

Entah sudah berapa lama kami dalam posisi seperti ini. Hening, tanpa saling bicara sedikitpun. Tanpa obrolan apapun.

Aku merasa pegal sekali dengan posisiku yang duduk dengan kikuk, jangankan untuk bergerak, kayaknya mau nafas aja aku takut salah.

Lama-lama aku tidak kuat. Kurentangkan tangan dan kakiku untuk sedikit peregangan. Tanpa kusengaja kakiku menendang meja kayu di ruang tamu yang mewah itu.

Memang tidak kencang, tapi di saat suasana yang hening diantara kami tendanganku itu jadi terdengar cukup kencang.

Navyn melirik kearahku, melihat apa yang terjadi.

Aku mengusap kakiku sambil nyengir bodoh untuk membalas tatapan Navyn. "Sorry..."

Navyn melengos lagi, pandangannya kembali datar. Dia sama sekali tidak menyahutiku.

Uuh, kenapa sih dia jadi cuek gitu. Kemana senyum manis kamu buat aku, sayang.....

Aku mendesah... Aku mengeluh dalam hati...

Lalu tanpa kuduga akhirnya Navyn melakukan pergerakan. Dia berdiri dan berjalan kearahku lalu mengambil posisi duduk di sudut meja kayu, tepat di hadapanku.

Navyn memandangiku lekat-lekat, kedua tangannya yang saling meremas dia letakkan di atas lututnya. Badannya sedikit membungkuk dan matanya tak lepas dariku. Sungguh, tatapannya membuatku gugup bukan main. 

Sepertinya dia sedang memperhatikan memar di pipiku, lalu matanya berkeliling menyusuri bagian-bagian wajahku yang lain.

Aku menunduk. Rasa bersalah kembali menyerangku, aku merasa matanya seperti sedang menginterogasiku.

Beberapa saat kami berada dalam posisi itu, hening, tanpa suara.

Hingga akhirnya Navyn meraih daguku untuk mengarahkanku menghadap wajahnya. Dia menatapku semakin serius.

Kedua alisnya bertaut, dan dia juga memicingkan matanya menatapku. Aku sudah benar-benar siap jika dia ingin menamparku lagi. Atau apapun yang lebih dari itu.

Refleks mataku terpejam dengan kuat.

Tampar aku, Navyn. Tampar aku lagi kalo emang itu bisa bikin kamu maafin aku. Tampar sekuat kamu bisa......

Aku pasrah.

Namun tanpa kuduga Navyn justru melepaskan wajahku.

Kubuka mataku perlahan, sekedar ingin tahu apa yang sedang Navyn lakukan. Ternyata dia sedang berdiri lalu berjalan menuju dapur.

Kupandangi punggungnya yang menjauh.

Aku kembali resah, mengingat saat beberapa waktu yang lalu dia mengungkapkan betapa dia merasa bersalah telah membuat wajahku lebam.

ADARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang