Right on Target

5.5K 414 531
                                        

Kiandra's POV

Sudah dua jam aku bersandar di tempat tidurku sambil menggenggam ponselku kuat-kuat, sibuk memikirkan Adara dengan perasaan tak menentu.

Ingin sekali aku menghubunginya, tapi aku yakin dia pasti akan mengacuhkanku lagi.

Aku kesal sekali saat Dara menolak ajakanku yang berniat mengantarnya pulang. Dia lebih memilih mengejar ABG sialan itu.

Ergh, aku jadi emosi bila mengingat kejadian di butik tadi, untuk apa sih Dara bawa-bawa dia? Apa maksudnya? Mau bikin aku jealous gitu?!

Ya. Dia pasti sengaja mau bikin aku panas.

Huh. Rasakan saja dengan apa yang sudah kuperbuat. Aku tahu ABG itu mudah sekali dipancing emosinya, dan aku puas sudah berhasil bikin mereka bertengkar. Dia pasti marah sekali saat tahu aku kerja di butik itu.

Aku selalu selangkah lebih cerdas dari kamu Navyn, kamu bukan tandingan aku!

Argghh, bagaimana lagi caranya agar aku bisa mendapatkan Dara kembali. Entah apa yang sudah ABG sialan itu berikan padanya hingga Dara selalu saja membelanya dan memilihnya daripada aku.

Bahkan saat ini Dara sudah tinggal bersamanya, satu-satunya hal yang sejak dulu tidak berani kulakukan. Brengsek!

Kuremas rambutku kuat-kuat, berharap nyeri di kepalaku ini bisa lekas menghilang. Dara benar-benar membuatku depresi.

Seandainya saja dulu aku berani bersikap, meninggalkan Ratian dan mengajak Dara untuk tinggal bersamaku, pasti saat ini Dara masih berada dalam pelukanku. Bukan bersama bocah itu!

Aku mendengus kesal.

Wait.... Ratian?????

Ah, kenapa aku tidak pernah terpikirkan.

Mengingat kekasihku itu tiba-tiba aku mendapatkan ide segar.

Setidaknya, ide ini bisa membuatku sedikit tersenyum malam ini. Semoga brilian!

Mademoiselle Butik, 8.20 PM

Seharian ini, sudah beratus-ratus kali kucuri pandang pada Adara yang selalu saja sibuk sendiri di meja kerjanya. Apa tidak bisa sebentar saja dia menatapku?

Sia-sia setiap hari aku dandan maksimal dan kerap menggunakan pakaian-pakaianku yang sedikit terbuka, berharap penampilanku ini bisa menarik perhatiannya. Tapi hasilnya nihil. Dara lebih mirip mannequin di lantai bawah, dia bahkan tidak bergerak jika tidak dibutuhkan. Aku curiga dia tidak bernafas sejak pagi. Huh, menyebalkan!

"Eh-hem.." dehamku pelan.

Dan ya, tentu saja, Adara sama sekali tidak bergeming.

Sudah hampir malam, Citra sudah pergi ke butik cabang Bogor sejak siang tadi, dan aku masih bertahan di ruangan ini demi bisa berlama-lama berduaan sama Dara yang jika sudah bekerja selalu lupa waktu.

Harusnya jam kerjaku cukup sampai pukul empat sore, bahkan Citra bilang aku boleh memilih jam kerjaku kapan saja tanpa harus terjadwal rutin seperti karyawan yang lainnya.

Tapi demi Adara, aku rela setiap hari pulang malam. Walaupun hingga hampir tiga minggu aku berada di butik, Dara masih juga tidak memedulikanku. Sedihnya.

Aku kikuk. Tidak tahu mau bersikap bagaimana lagi. Tapi hati dan pikiranku sudah tidak tahan dengan sikap Dara kepadaku. Aku ingin sekali kami bisa saling bicara.

ADARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang