Satu Maaf Terakhir

4.8K 320 52
                                        


Navyn POV's


"Mati sajalah aku! Semua sudah hancur!"

Kuusap mata basahku berulang kali. Entah sudah berapa ratus kali aku meracau sendirian dengan makian yang sama, pada diriku sendiri. Ribuan tetes airmatakupun tidak mampu memudarkan rasa sesalku.

Bodohnya aku!

Kepergian Adara yang tanpa jejak beberapa hari terakhir membuatku stres bukan main. Aku semakin aktif uring-uringan, marah-marah tanpa kontrol, dan aku mencaci segala hal hingga aku merasa lelah.

Sudah bisa ditebak, emosiku yang random ini hanya bisa membuatku menangis disudut kamarku. Sendirian.

Hatiku patah, jiwaku remuk oleh kesalahanku sendiri. Detik-menit waktuku terasa hampa tanpa Adara di sisiku. 

Ya Tuhan, aku sangat sangat merindukannya....

Egoisnya, aku masih saja merasa kesakitan ini tidak adil untukku. Aku tidak ingin Adara menghukumku sekeji ini, aku butuh Adara kembali padaku.

Aku butuh Adara selalu ada dalam pandanganku, di depan mataku.

Oh Tuhan...... Sakit sekali rasanya, aku tidak sanggup terus begini.

Entah dia berada dimana saat ini, sudah satu minggu aku mencarinya kemana-mana dari pagi hingga malam hingga ke pagi lagi. Adara tidak ada dimanapun.

Aku tidak tahu apakah dia berada ditempat yang aman saat ini, aku tidak tahu apa Adara makan dengan baik di luar sana, bahkan aku tidak tahu sudah berapa kali kejadian sial itu membuat Adara menangis.

Adara benar-benar lenyap dari kehidupanku, dan dia berhasil membuatku merasakan kesakitan yang dalam karena kehilangan dirinya.

Aku sangat putus asa. Aku merasa semuanya gelap, tidak ada titik cahaya sedikitpun pada hidupku.

Kuambil kaus Adara yang tergeletak diatas sofa kamarku, kuhirup dalam-dalam kaus tidurnya dengan kerinduan yang tak terhingga.

Entah sudah berapa kali aku melakukan hal ini, aku tidak ingat. Jika harum kausnya sedikit saja memudar, aku akan beranjak ke lemari dan mengganti lembar pakaiannya dengan yang lain.

Aku benar-benar merindukan kekasihku, harum pakaiannya bisa memancing memoriku akan hadirnya dan membuatku tenang karena merasa dekat dengan Adara. Hanya itu yang bisa kulakukan saat ini.

Ya, aku segila ini merindukannya.

Aku menangis sambil mengusap-usap perutku, pasti Freya juga merasakan kesakitan yang sama karena aku tidak menutrisi asupanku dengan baik pada beberapa hari terakhir. Aku bukan hanya menyiksa diriku sendiri, tapi aku juga menyakiti janin kesayangan Adara ini.

Kuremas-remas guling disebelahku.

Rasakan kamu wanita hamil tidak tahu diri! Kalau begini sudah tidak bisa apa-apa lagi kan?! Nikmati saja rasa kehilangan ini, nikmati penyesalanmu seumur hidup.... Dasar bodoh!Kulempar guling itu ke sembarang arah. Rasa marahku menyiksa bukan main. Aku marah pada diriku sendiri. Benar-benar marah.

"Arrgggghh Adara pulang baby, please baby, please!"

Kupeluk tubuhku sendiri, dadaku sesak, hatiku berantakan.

Aku butuh sentuhan Adara untuk menormalkan kekakuan pada seluruh syarafku. Aku butuh pelukan Adara untuk menormalkan pikiranku yang sudah mulai sinting ini. 

Dan aku butuh kehadiran Adara untuk mengembalikan semangat hidupku yang mulai meredup. Kenapa juga kamu berani main api, Navyn, kenapa?!!

Sial, kepergian Adara benar-benar membuatku sinting! Rasanya ingin mati saja.

Aku lelah menangis. Aku lelah meracau tanpa henti, tapi itu semua tetap kulakukan.

Hingga tanpa kusadari waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, aku sudah tidak tahan lagi, tubuhku berkeringat dikamarku yang dingin ini, aku butuh udara segar.

Tanpa berpikir panjang aku melangkah ke lantai dua, tempat di mana kolam renang apartemen ini berada.

Udara di area kolam renang ini terasa lembab, mungkin karena lokasinya yang indoor. Suasana yang begitu terang oleh pencahayaan maksimal membuatku yang sedang gerah semakin ingin cepat-cepat merendam tubuhku ke dalam air.

Tidak ada seorangpun disini, baguslah, tidak ada yang akan melihatku menangisi kebodohanku di dalam air nanti. 

Dengan perlahan kakiku menyentuh air, ahh, dingin sekali rasanya.

Sedikit demi sedikit aku merendam seluruh tubuhku hingga ke leher. Seluruh pakaianku ikut basah.

Syukurlah, setidaknya aku bisa merasakan sejuk pada tubuhku. Setidaknya, dengan berendam aku bisa merasakan sedikit rileks. 

Jika ada yang datang melihatku, pasti orang itu akan menganggap aku ini orang gila. Berenang di malam hari dengan pakaian lengkap, sendirian. Biarlah.

Tidak terasa sudah hampir dua puluh menit berlalu, dan aku lebih banyak terdiam sambil memikirkan Adara sampai tidak sadar perlahan tubuhku melemas. 

Aku benar-benar lemas dan lunglai. Setetes demi setetes airmata ikut bergabung dengan air di kolam ini.

Kepalaku pusing, kakiku seperti tidak sanggup lagi berpijak. Tanpa sadar aku mulai tenggelam dan tubuhku melayang di dalam air. 

Bukannya segera tersadar dan bergerak menyelamatkan diri aku malah terus terdiam. Rasanya seluruh sendi di tubuhku tidak mampu merasakan apapun lagi.

Saat seluruh tubuhku hampir mencapai dasar kolam, seketika pikiranku kembali pada masa laluku bersama Adara, bayangan-bayangan itu mengarah ke masa-masa awal pertemuan kami.
Aku tersenyum, akhirnya, setelah beberapa hari terakhir. Ingatanku bermain dengan manis, wajah Adara memenuhi isi kepalaku, tatapan lembutnya memanjakan kenanganku padanya. Aku benar-benar merindukan kebersamaan kami.

Aku rindu sekali mengusap wajahnya dan mengecup pipinya.

Aku rindu diperlakukannya dengan sangat spesial seolah hanya aku yang dia miliki di dunia ini. Senyumanku tidak memudar sama sekali, hingga pada akhirnya seluruh bayangan indah itu berubah menjadi berwarna merah.

Bayanganku berhenti pada slide terakhir pertemuanku dengan Adara, dimana pada saat itu yang tersisa hanya kesedihan dan kilat kemarahan di matanya.

Tragedi pahit itu berputar-putar dan terus mengelilingi isi kepalaku, tatapan kecewa Adara saat memergokiku bersetubuh dengan Sabilla tidak pernah mau hilang dari ingatanku. Brengsek!

Seketika aku seperti disadarkan oleh kenyataan. Tubuhku yang mengambang terbalik membuatku refleks panik. Aku bisa saja mati jika terlambat tersadar.

Pada saat itulah tubuhku bergerak penuh antisipasi. Aku berusaha muncul ke permukaan dengan menggerakkan seluruh tubuhku tanpa henti.

Aagghhhhhhh......

Kuhirup udara dengan nafasku yang terengah-engah. Beruntung aku masih mendapat kesempatan untuk kembali bernafas.

Ya Tuhan, apa-apain ini Navyn? Apa yang sedang kamu lakukan perempuan bodoh?! Terlambat sedikit saja kamu bisa mati tenggelam tadi!

Aku membodohi diriku sendiri.

Aku tidak percaya dengan yang baru saja terjadi, aku melakukan semuanya tanpa sadar. Aku benar-benar sudah sinting.

Dengan susah payah aku menggapai tepian kolam, disanalah aku berusaha menenangkan diriku sendiri sambil meredakan nafasku yang masih terengah.

Sial! Sial! Sial!

Dengan seluruh pakaian yang basah aku masuk ke kamarku, malam sudah sangat larut, tidak ada seorangpun yang melihatku dengan kebodohanku ini. Syukurlah.

Aku terkejut begitu sampai didepan pintu dan menemukan bahwa pintu kamarku tidak terkunci.

Sial, saking stresnya sampai keluar kamar saja aku lupa mengunci pintu.

Aku masuk kedalam apartemenku dan segera beranjak ke kamar karena aku sudah tidak tahan lagi menahan dingin.

Ya Tuhan, apa aku tidak salah lihat? Apa aku masih melanjutkan bermain-main dengan bayanganku sendiri seperti di dasar kolam tadi?? Tapi dia....

"Baby....??"

Mataku terbelalak, mulutku menganga lebar. Apa aku tidak salah lihat? Adara sudah pulang??? Adara ada di sini??

Tanpa berpikir panjang aku mendekatinya dengan kebahagiaan yang luar biasa.

"Baby, ini beneran kamu sayang??" Kutepuk pelan pipi Adara, aku sangat bahagia.

Tapi Adara tidak bergeming, bahkan dia tidak peduli saat melihatku basah kuyup seperti ini. Yang lebih menyakitkan, Adara masih menatapku dengan tatapan kebencian yang mendalam.

Kemana tatapan penuh cinta seperti yang selama ini selalu kamu tunjukkan, baby? aku merindukannya, aku menginginkannya. Apa kamu ga kangen aku??

Ya Tuhan, Adara sudah kembali, tapi kenapa rasa sakit di hatiku justru berkali-kali lipat rasanya saat melihat dia menatapku seperti menatap seorang musuh besarnya.

"Baby, kamu kemana aja? Aku ga berenti cari-cari kamu. Aku minta maaf, aku benar-benar minta maaf baby."

Aku menangis dan mencoba memeluknya. Tapi dengan kasar Adara mendorong tubuhku hingga aku tersungkur ke atas tempat tidur kami.

"Baby....?" Demi Tuhan rasanya sakit sekali. "Kenapa kamu sekasar ini, sih? Aku cuma berusaha minta maaf, baby...."

"Jangan pernah sentuh aku lagi, brengsek!"

"Ya Tuhan, baby...." Jangan ditanya, hatiku rasanya sakit sekali seperti diiris-iris olehnya. Perkataannya membuat airmataku semakin deras membasahi pipiku.

"Berhenti menipu aku dengan wajah memelas buatan kamu itu, Navyn. Ga ada pengaruhnya sedikitpun buat aku."

Adara berbalik dan merapikan sesuatu diatas meja kerjanya.

"Aku kesini bukan untuk melanjutkan drama sialan kamu." sahutnya sambil memunggungiku. "Aku kesini hanya untuk mengambil dokumen penting milikku. Dan sekarang aku udah selesai."

Adara berbalik dan dengan cepat berjalan keluar kamar.

"Baby, kamu mau kemana?" Aku panik, dengan susah payah aku berdiri dan mencoba mengejar Adara.

Astaga, perutku sakit sekali rasanya, seluruh badanku linu bukan main.7

"Adara tolong aku, jangan pergi lagi, aku bisa mati...." kuteriaki Adara sebisaku.

Begitu aku sampai didepan pintu kamar, Adara sudah berdiri di ruang tengah dan bersiap dengan ransel di pundaknya sambil merapikan beberapa barang.

Sekali lagi, dia menatapku penuh kebencian yang membara.

"Tolong berhenti menatapku seperti itu, Adara, aku bisa gila!"

Aku berjalan tertatih, mendekatinya. aku berteriak, tapi dia sama sekali tidak meemdulikanku dan malah hendak beranjak pergi.

"Baby, jangan pergi, aku sayang kamu. Tolong jangan pergi!!"

Semakin aku memanggilnya, Adara semakin mempercepat langkahnya.

Begitu kulihat tangan Adara hampir meraih handle pintu, aku setengah berlari menghampirinya.Aku tidak sempat memperhatikan apapun, termasuk langkahku, hingga tanpa kusengaja aku menginjak lantai yang sangat licin bekas air dari pakaianku yang membasahi lantai.

"YA TUHAN, NAVYN..!!!"

Teriakan Adara samar-samar kudengar, aku terpeleset dan jatuh ke lantai dengan posisi kepala belakangku membentur lantai.

Setengah mati kucoba membuka mataku, tapi rasanya berat sekali. Tubuhku rasanya seperti mati rasa, kepalaku sakit sekali.

Tapi aku masih dapat merasakan hangatnya pelukan Adara dan teriakan-teriakannya yang terdengar seperti dengungan.

Beberapa detik kemudian aku tidak sadarkan diri, seluruhnya berwarna hitam, dan pekat.


*****
Adara POV's

Mataku nanar melihat kejadian yang menimpa Navyn, aku berlari menghampirinya yang sudah tergeletak di lantai menahan sakit. 

Aku tidak sanggup berkata apapun lagi, dengan keras kepala Navyn membentur lantai, dia berteriak kesakitan sambil memanggil namaku berulang kali, memintaku jangan pergi.
Kulihat ceceran berwarna keruh mengalir dari selangkangannya, aku sangat ketakutan, erangan kesakitannya melumpuhkan akal sehatku.

Dengan cepat kuraih tubuhnya dan berusaha membuat Navyn tetap sadar, tapi aku terlambat, dalam hitungan detik dia tidak sadarkan diri dan lemas dalam pelukanku.

ADARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang