Seandainya...

4K 401 394
                                    

16 February, 11.00 PM
ADARA

Masih saja kupandangi ponsel dan pintu apartemen itu bergantian, menanti Navyn dengan berbagai macam pikiran yang berkecamuk dan tanpa hasil. Dua jam aku terduduk dilantai, tanpa tenaga tanpa semangat, yang terasa hanyalah kesedihan.

Sudah dua hari aku mencarinya kemana-mana, hasilnya nihil.

Tidak satupun pesan atau telepon yang masuk ke handphoneku berasal dari Navyn. Semua kuabaikan, aku hanya ingin kabar itu datang dari Navyn. Aku benar-benar stres.

Aku sudah kesekolahnya dan bertanya pada banyak orang, tidak satupun mengetahui dimana keberadaan Navyn. Dan sialnya aku tidak tahu nomor ponsel Mami Navyn, itupun jika Navyn sedang bersama Maminya. Lagipula nanti aku juga bingung akan menanyainya seperti apa, bisa-bisa aku dituduh yang macam-macam saat Mami Navyn tahu anaknya tidak pulang sejak kemarin.

Arrghh, aku ini benar-benar bodoh. Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa. Menunggui Navyn di apartemenpun ternyata sama sekali tidak menghasilkan.

Aku bisa gila lama-lama begini!

Navyn kamu dimana sayang? Jangan begini caranya marah, beri aku hukuman apapun, tapi tolong jangan menghilang sayang....

Kuremas kepalaku kuat-kuat, lagi-lagi aku menangis penuh rasa takut dan khawatir, walau kutahu percuma menangispun tidak bisa membuat Navyn kembali.

Apa aku harus melapor pada polisi atas kehilangan Navyn? Hanya itu satu-satunya cara, aku sudah tidak tahu lagi harus mencarinya kemana. Aku frustasi bukan main.

Baru saja aku ingin beranjak dan pergi ke kantor polisi, teleponku berdering.

Vika... Vika menghubungiku, untuk apa?

Sesaat aku termenung.

Bodohnyaaa, bagaimana bisa aku melupakan Vika, pasti Navyn sedang bersamanya saat ini, sebagai satu-satunya sahabat yang Navyn miliki.

Tidak mau berlama-lama dengan pemikiranku, aku segera menjawab telepon Vika.

"Halo Vika?"

"Kak Adara..."

"Vik? Kamu lagi sama Navyn, kan?"

"Emm, kak..."

"Navyn sama kamu disitu kan, Vik?? Iya kan?!"

"Kak, sabar sebentar." Suara Vika terdengar dingin. Aku jadi ragu apa tujuan Vika meneleponku sesungguhnya.

"Vik, kenapa diam??"

"Iya kak, Navyn ada sama aku."

"Ya Tuhan, syukurlaaahh. Kamu di mana, Vik? Aku kesana sekarang!"

"Kak, sabar, aku mohon dengerin aku dulu."

"Apa? Kenapa?? Navyn baik-baik aja, kan?? Dia ga terluka atau kecelakaan kan, Vik?!"

Vika tidak langsung menjawab. Semakin dia diam aku semakin resah, entah kenapa dia tidak menjawab pertanyaan-pertanyaanku dengan jelas. Bahkan suaranya terdengar seperti berbisik dan seperti sedang keresahan.

"Vika ayolah, ngomong, di mana kalian sekarang? Aku mau jemput Navyn!"

"Kak, Kak Dara tenang dulu, ya. Navyn, Navyn.... Ugh, aku stress sekali kak. Sebetulnya  Navyn melarangku untuk menghubungi Kakak dulu untuk sementara..."

"Apa?! Kenapa?? Kenapa dia tiba-tiba hilang dan sekarang ga mau temuin aku? Kenapa Vik?!!"

"Kak, emmh, Navyn kak..."

ADARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang