Dia Milikku?

8.8K 658 44
                                    

Tanpa terasa enam bulan telah berlalu, hubunganku dengan Kiki semakin dekat, kami seperti tidak bisa terpisahkan.

Sayangnya, kami menjalani hubungan ini diam-diam. Tentunya kami menjalani hubungan ini tanpa sepengetahuan Tian yang hingga saat ini masih menjadi pacar sah Kiki.

Aku?

Aku hanya simpanannya, selingkuhannya, aibnya yang tersimpan rapat di ujung hati kami masing-masing.

Aku tidak bisa berbuat apa-apa, demi cintaku pada Kiki aku rela menaruh harga diriku sebagai perempuan di titik terendah.

Sudahlah mencintai sesama perempuan, perempuan itu sudah memiliki kekasih, dan aku hanya menjadi selingkuhannya pula.

Sungguh, aku ini sangat menyedihkan.

Beribu-ribu kali Kiki mengatakan cinta terdalamnya hanya untukku rasanya tidak setimpal karena disaat yang bersamaan aku harus rela melihat Tian memeluk tubuh Kiki, merangkul pinggulnya dengan mesra di hadapanku, dihadapan Citra dan beberapa teman-teman lainnya hampir setiap kali kami berkumpul.

Entah sudah berapa ratus kali Kiki mengatakan tidak bisa hidup tanpaku, tidak sanggup bila tidak bisa mendengar suaraku satu haripun, tapi semuanya terdengar seperti omong kosong karena disaat yang sama aku harus membiarkan Kiki mengangkat telepon dari Tian dengan suara yang amat mesra dan manja saat kami sedang berkencan.

Aku tidak pernah menghitung sudah berapa kali aku menginap di kost'an Kiki demi memenuhi hasrat seksnya yang menurutku cukup membuatku kewalahan.

Tapi aku bahagia bisa memberikan segalanya yang kumiliki untuk Kiki, itu membuatku merasa sangat dibutuhkan olehnya. Yaahh, walaupun aku sangat sangat tahu, Kiki juga sering bercinta dengan Tian. Memuakkan.

Kiandraku sayang, sampai kapan aku harus bersembunyi di balik hatimu?

Sampai kapan aku terus menjadi yang kedua?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus menggaung di hati dan pikiranku. Dan untuk yang kesekian kalinya, aku kembali mempertanyakannya kepada Kiki.

"Aku capek, sayang. Apa kita ga bisa berhenti bahas hal ini selamanya? Kamu bikin aku stres, tau ga?!" Kiki memandangiku dari tempat tidurnya dengan wajah kusut.

Pagi itu kami bertengkar lagi untuk kesekian kalinya mengenai hal yang sama, yaitu tentang hubungan kami.

"Kamu pikir aku tahan sama ini semua? Jadi benalu dalam hubungan kalian?"  Aku menahan emosiku sekuat tenaga.

Kami baru saja sama-sama terbangun setelah semalaman Kiki memintaku menemaninya menonton berbagai film hingga pagi.

Saat aku terbangun dengan ciuman-ciumannya di lenganku, pagi romantis kami sudah diganggu oleh telepon dari Tian yang mengajaknya untuk jalan-jalan.

Padahal kami sudah janjian untuk seharian dikost'an saja sambil pesan pizza dan marathon beberapa film lagi.

"Ya Tuhan....." Kiki meremas kepalanya dengan geram.

Ya, dia stres setiap kali aku mempermasalahkan hubungan kami yang masih saja tersembunyi dari seluruh inci dunia ini.

Dia menderita setiap kali melihatku tak berdaya karena merasa hanya dijadikan 'simpanan'. Padahal kami sama-sama tahu, perhatian dan perasaan Kiki terhadapku melebihi perlakuannya pada Tian.

"Sudahlah, mendingan aku habiskan hari liburku dengan tidur seharian. Toh, sebentar lagi pacar kamu dateng. Aku pamit." Ujarku cepat sambil segera membereskan tasku dan memakai celana jeansku dengan perasaan kesal.

Kiki menatapku pedih, dan dia membiarkanku pergi dengan berjuta rasa bersalah. Toh, percuma menahanku, dia sendiripun tidak bisa menolak kedatangan Tian.

ADARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang