Flashback

4.2K 344 57
                                    

NAVYN

Aku selalu suka berada di Mataram, kota kelahiran Papi yang rutin aku kunjungi dua bulan sekali.

Sejak perceraian Mami dan Papi, aku dan Kak Vonny ikut Mami tinggal di Jakarta, jatah Papi untuk bertemu kami adalah dua bulan sekali, itu adalah hasil rembukan Mami dengan pengacaranya.

Jatah untuk bertemu papi pun tidak lama, sekitar empat atau lima hari kami berlibur di Mataram, menghabiskan waktu dengan Papi yang sudah memiliki isteri baru sebagai pengganti Mami.

Perceraian itu terjadi saat aku masih berada di sekolah dasar, sepertinya saat itu usiaku juga belum genap sepuluh tahun, tapi aku sudah merasakan kepahitan dalam keluargaku.

Ketika melihat Papi pergi membawa seluruh pakaiannya dari rumah, itulah saat dimana aku merasakan patah hati untuk pertama kalinya.

Mami tidak pernah tahu, bahkan kak Vonny yang satu kamar denganku pun tidak pernah menyadari kalau hampir setiap malam aku menangis merindukan Papi. Papi adalah tempatku mengadu, dan Papi adalah sinterklas tampan yang selalu mewujudkan apapun permintaanku.

Papi segalanya bagiku, bahkan Mami tidak se-spesial itu bagiku. Tapi apa mau dikata, keputusan pengadilan menyerahkan hak asuh aku dan kakak pada Mami.

Papi selingkuh. Ya, itulah yang membuat Papi tidak berhak mendapatkan hak asuh, ditambah lagi memang mami memiliki banyak uang untuk membayar pengacara mahal demi memenangkan hak asuh aku dan kak Vonny.

Untungnya Mami masih berbaik hati memberikan Papi kesempatan untuk menemui kami. Dulu, dua minggu sekali Papi pasti datang kerumah, bermain bersamaku dan kakak, membawakan kami banyak mainan dan makanan kesukaan kami. Tapi sejak Papi kembali bekerja dan tinggal di kampung halamannya di Mataram, jatah kami bertemu jadi dua bulan sekali.

Lagi-lagi aku bersyukur karena Mami masih mengijinkan dan sudi menemani aku dan kak Vonny selama liburan bersama Papi, yaahh, walaupun Mami lebih memilih tinggal di hotel hingga waktunya kami kembali ke Jakarta.

Berlibur di Mataram adalah saat-saat yang aku tunggu, bertemu Papi, melepas rindu dan berbagi banyak cerita. Aku selalu memeluknya berulang kali, bermanja-manja dan kadang menangis tanpa sebab. Aku tahu Papi begitu jahat karena sudah mengkhianati Mami dengan wanita yang kini telah menjadi isterinya, tapi hormatku pada Papi tidak luntur sedikitpun.

Mungkin ia bukan suami yang baik, tapi Papi adalah seorang Ayah yang sempurna untukku.

Awalnya kebahagiaanku setiap waktu berlibur tiba adalah menikmati kebersamaan dengan Papi, tapi semuanya berubah saat pagi itu aku iseng bermain sendiri kearah pantai.

Bagiku, hari itu adalah hari keberuntunganku, saat dimana aku bertemu untuk pertama kalinya dengan dia, seorang gadis kecil yang hatinya secantik malaikat.

Masih teringat jelas dalam otakku, saat itu aku masih berada di kelas satu sekolah menengah pertama.

Pada hari kedua liburanku di Mataram, aku minta ijin pada Papi untuk pergi sendiri menuju pantai yang tidak jauh dari rumah karena kakak tidak mau menemaniku. Akhirnya aku nekat jalan sendiri, akupun sudah tidak sabar untuk membeli sebuah kelapa muda segar yang bisa kuminum langsung dari batoknya.

Semilir angin pagi membuatku rindu suasana Mataram yang seperti ini, rasanya damai sekali, apalagi suasana pantai yang masih sangat sepi. Namun kedamaian itu tidak berlangsung lama untukku, karena tiba-tiba saja ada seorang anak perempuan yang berlari cepat sekali dan menabrak tubuhku tanpa sempat kuhindari.

Aku tidak terjatuh dari kursiku, tapi kelapa bulat itu jatuh dan semua airnya tumpah ke pasir. Aku menunduk dan menatap nanar kearah es kelapa mudaku yang baru sedikit kuminum.

ADARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang