"Andai aku bisa, mengulang kembali."
Prilly tersenyum pahit mendengar sederet lirik yang sedang terputar di radio mobilnya. Matanya meredup, hatinya berkelana ke masa-masa sulit. Namun, lamunannya terhenti seiring dengan berhentinya deru mobil. Prilly merapikan rambutnya, kemudian ia berlalu turun setelah memberi senyuman kecil pada supir yang telah menemaninya selama ini.
Wajahnya yang murung mendadak ceria dan terbit sebuah senyuman tulus. Matanya menelisik ke arah koridor, ia mencari teman-temannya. Pencarian Prilly terhenti ketika irisnya menangkap salah seorang teman sekelasnya, Rassya.
"Woi, Sya! Tumben banget lo lewat gerbang sini? Bukannya mobil lo berhenti di gerbang Timur ya?" Tanya Prilly.
Rassya menaikkan alisnya, "Emangnya kenapa sih? Lagian sekolah juga punya bokap gue."
Prilly tertawa kecil, "Ya elah, Sya, sensi amet sih. Gue kan cuma nanya sama lo, sekalian kurang-kurangin, deh, halu lo!" Rassya hanya menganggukkan kepala singkat. Ia hendak pergi, sebelum tangannya ditahan oleh Prilly.
"Barengan aja ke kelasnya sama gue. Oh iya, gue enggak nerima penolakan," ujar Prilly memaksa. Memang sudah bukan rahasia negara lagi, karena apapun yang keluar dari mulut Prilly bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.
Prilly mengapit lengan sebelah kiri Rassya, sambil tersenyum lebar. "Enggak perlu ngegandeng gue juga kali, Pril," Rassya berusaha melepas rangkulan lengan Prilly di tangannya.
Prilly melotot ke arah Rassya sambil menggeleng, ia tetap kekeh untuk menggandeng Rassya. Bahkan tingkahnya semakin liar, ia menggelendotkan kepalanya di bahu Rassya.
"Ya ampun, Prilly, gue udah punya pacar kali. Entar kalo keliatan sama pacar gue, bisa-bisa dia ngambek tujuh hari tujuh malem lagi sama gue." Wajah Rassya terlihat frustasi, namun hal itu malah menjadi hiburan tersendiri untuk Prilly.
"Ya elah, sensian amet sih pacar lo. Situ emangnya anjing apa? Diiket mulu, perasaan. Kalo gitu mending lo putusin aja pacar lo, terus jadian deh sama gue." Wajah tak berdosa yang ditunjukkan Prilly malah membuat Rassya ingin mencakarnya. Seakan-akan mengakhiri hubungan adalah perkara yang mudah.
Rassya melotot garang, "Sembarangan banget sih, mulut lo! Udah masuk ke kelas gih, jangan godain gue lagi."
Prilly berdecih dengan sebal sambil melepaskan rangkulannya kepada Rassya, "Emang kenyataan kali, Sya! Awas aja kalo sampe gue denger rumor bilang kalo lo jatuh cinta sama gue!"
Rassya menepuk dahinya, "Amit-amit gue suka sama cerobong asap kayak lo."
Prilly memajukan bibirnya sambil menghentak-hentakkan kakinya. "Yeee... Dasar tutupan kecap lo! Cerobong asap kaya gini menggoda iman keleus! Entar malem gue santet online, tau rasa!"
Rassya tertawa kencang hingga sudut matanya mengeluarkan air. "Tega bener, ya ampun. Cogan modelan Shawn Mendes begini, mau lo santet?" Prilly menjulurkan lidahnya ke arah Rassya, kemudian ia melambai pelan.
Ia kemudian melanjutkan langkahnya menuju kelas seorang diri, mengubah raut wajahnya menjadi ceria kembali. Sangat gampang baginya untuk terlihat bahagia.
Sesampainya di kelas, ia berkacak pinggang melihat kedua sahabatnya yang asyik menggibah tanpa menunggu kehadirannya.
"Kampret banget punya temen modelan begini. Gibahnya dimulai duluan tanpa gue, sepenting apa sih sampe enggak bisa nungguin gue?" Ghina dan Gritte hanya bisa terkekeh pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay (Away)
Fanfiction⚠️Cerita Mengandung Bawang⚠️ "Lo maunya apa sih?!" Prilly mengeluarkan seringai menggodanya. Tangannya terulur menuju kerah seragam Ali, ia menarik kerah Ali hingga tubuh Ali terhempas mendekat ke arahnya. Lantas ia berbisik dengan suara seraknya, "...