1) Semu Merah.

232K 17K 788
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Happy Reading

___________________________

Jika cinta di dunia mampu melumpuhkan cintaku pada-Mu, maka, jangan cintakan aku pada siapapun.

Lentera Humaira

"Mas, hari ini jadwalnya baby Zhira check up ke dokter anak. Mas bisa nganter nggak?"

Sembari memberikan bayi itu susu, Maira menatap tidak enak pada Lelaki yang tengah sibuk memangku laptopnya di sofa. Pernikahan mereka masih berumur satu minggu dan sejauh ini suaminya hanya menganggap dia pengasuh.

"Tidak bisa."

Jawaban singkat itu berasal dari mulut lelaki yang beberapa minggu lalu menjabat sebagai presdir sebuah perusahaan properti besar Abdi Jaya Grup namanya Arman Ar Rasyid. Lelaki yang membuat hidupnya masuk pada dimensi waktu sebuah drama pernikahan di atas kertas.

"Tapi, Mas. Masa cuma nganterin sebentar gak bisa?"

Maira memanyunkan bibirnya lalu pindah dari ranjang duduk di samping Arman yang tetap diam. "Dede' Zhira, Papa gak mau nganterin, gimana dong?" tanya Maira pada bayi yang sudah mulai belajar tersenyum, dia begitu gemas sampai tidak berhenti menoel pipi Cubby si kecil.

"Jangan melewati batas, tugasmu di sini hanya untuk merawat Nazhira. Jangan berharap lebih, atau hatimu akan terluka."

Sontak Maira membisu. Kenyataan itu kembali menghantam telak dada Maira. Harus bagaimana lagi ia berusaha menarik perhatian suaminya. Harus dengan cara apa lagi dia menakhlukan suaminya? Padahal selama seminggu ini Maira sudah seperti jalang yang berusaha keras merayu mangsanya. Tapi hasilnya apa? Berkali-kali penolakan yang dia terima.

"Tidak Mas aku Cuma--"

"Saya berangkat," potong Arman datar, lalu mendekat untuk mencium kening Zhira belum sempat wajah Arman menjauh, tatapan mereka beradu dan saling mengunci, begitu dekat.

Melihat wajah Maira bersemu merah Arman sedikit terpesona, kemudian  buru-buru menjauhkan wajahnya sembari berkata, "status kita memang suami istri. Tapi, bagiku pernikahan ini cuma status di atas kertas. Bagiku kau cuma seorang pengasuh, tidak lebih, jangan lupakan batasanmu, jika tidak," ucap Arman dingin.

"Jika tidak, kenapa?" Maira seakan menantang dengan suara lembutnya. Dia sudah tidak peduli sang suami menganggap seperti apa. Yang pasti dia ingin Arman menganggapnya istri. Bukan pengasuh!

Arman tidak menjawab dia langsung pergi meninggalkan Maira. Perempuan itu mengeratkan pelukannya pada Zhira, jujur! hatinya begitu sakit. Kenapa kisah hidupnya begitu menyakitkan?

Aku memang tidak akan bisa seterang mentari. Tapi percayalah, aku bisa jadi lentera yang setidaknya mampu menerangi langkah kelammu. Maira mendesah berat, sesak sekali dadanya.

***

Tidak lama setelah keberangkatan suaminya ke kantor, Maira juga keluar rumah untuk memeriksakan perkembangan baby Zhira. Jarak rumah sakit tidak terlalu jauh, hanya butuh beberapa menit kini Maira sudah duduk di kursi tunggu depan ruangan dokter anak yang selalu menangani Zhira.

"Pagi Bunda Maira, kok ngelamun, mikirin apa?" lelaki berjas putih itu menaik turunkan kedua alisnya. "Lagi mikirin aku, apa lagi mikirin yang di kantor? Hmm ... Pasti mikirin aku!" lelaki itu bertaya jawab sendiri. Konyol.

Lentera Humaira ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang