Extra Part 1

96.9K 6.2K 345
                                    

Pada akhirnya setiap hati akan menemukan rumah untuk menjadi tempatnya berpulang.

Lentera Humaira

Hari ini Maira terlihat sangat anggun mengenakan gaun abu-abu muda dikombinasi dengan batik di bagian dada dan ujung gaun, disertai pula dengan hijab syar'i warna senada yang di perindah oleh bros kecil berbentuk kupu-kupu. Make up tipis dengan sedikit olesan maskara di bulu mata sudah membuat Maira tampak sangat menawan. Arman sampai tidak berkedip menatap keindahan wanita yang tengah sibuk merapikan kerah kemeja batiknya.

Sengaja, hari ini mereka memakai baju couple rancangan designer muda bernama Alya. Pemilik butik langganan mereka.

Tepat pukul satu siang ini, dia dan Maira akan menghadiri resepsi pernikahan salah seorang kerabat mereka. Tidak hanya berdua sepertinya Zhira, Azzam, dan Izza juga akan ikut. Mau bagaimana lagi? Orang tua Arman juga di undang, mertuanya juga ada di sana. Dan dia tidak punya kepercayaan yang cukup untuk menitipkannya pada kerabat yang lain. Pasti akan merepotkan.

"Sayang," ucap Arman sembari menangkup kedua Pipi Maira.

"Hmm?" Kali ini Maira menyahut.

"Sampai di sana jaga hati ya, jangan sampai kamu luluh sama lelaki itu lagi."

Kening Maira langsung mengkerut, bingung dengan arah pembicaraan Arman yang entah kemana? Apa maksudnya dengan 'Lelaki itu' Gus Ilham? Ya ampun, suaminya ini masih saja cemburu dengan lelaki yang jelas-jelas sudah menikah kemarin. Dan hari ini resepsi pernikahannya, apa mungkin Maira masih mau menatap suami orang? Ada-ada saja.

"Mas, Gus Ilham itu sudah nikah. Untuk apa Mai ganggu mereka? Lagipula Mai gak mungkin pindah kelain hati. Dan dari yang Mai dengar istrinya yang saat ini adalah seorang putri Kyai dari pesantren besar."

Bibir Arman sontak melengkung mendengar kalimat terakhir istrinya. "Syukurlah kalau kamu bisa jaga hati, dan ilham sudah bisa melepasmu seutuhnya."

"Mas cemburu ya?"

Arman menggeleng.

"Bilang aja kalo Mas cemburu." Maira menggoda suaminya.

Bagaimana 'pun Maira senang akhirnya ia bisa menghadiri pernikahan Gus Ilham hari ini, setidaknya dengan begini dia sudah yakin bahwa Gus Ilham baik-baik saja. Mantan tunangannya itu mampu mengikhlaskan kebahagiaan sendiri demi kebahagiaan orang lain. Dan itu perbuatan mulia yang tidak akan Maira lupakan. Dia berharap, Gus Ilham mendapat kebahagiaan yang sejati.

"Ma ma ma ma," suara Izza menarik perhatian Arman dan Maira untuk beralih pada dua bayi kecil yang ada di atas ranjang, mereka tengah ditemani Zhira.

Mereka terlihat imut dengan pakaian senada abu-abu dan batik, Azzam dan Izza sudah bisa merangkak dan duduk sendiri. Rasanya hal-hal baru yang terjadi pada kedua bayi tersebut adalah momen berharga bagi Maira dan Arman. Bahkan hal terkecil ketika keduanya bisa bersuara menjadi hal yang paling membahagiakan bagi Arman, waktu Zhira kecil dia tidak memperhatikan tumbuh kembangnya sedikitpun. Arman justru sibuk mendekam dalam masalalu yang kelam tanpa memikirkan sekitar.

Kini tidak lagi, dia akan selalu meluangkan waktu untuk menyayangi dan mengayomi mereka sebagaimana mestinya. Dari sebuah blog Almanhaj yang pernah Arman baca disela waktu sengganya mengurus perusahaan, ada beberapa kalimat yang masih setia di memori otaknya. Dari sumber itu dikatakan;

Anak, selain sebagai perhiasan dan penyejuk mata, juga bisa menjadi fitnah (ujian dan cobaan) bagi orang tuanya. Ia merupakan amanah yang akan menguji setiap orang tua. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

Lentera Humaira ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang