~Happy Reading~
Jika saja hati bisa dipaksa untuk memilih, mungkin aku akan memilih dia yang mencintaiku. Bukan bertahan dengan orang yang selalu mematahkan hatiku.
Lentera Humaira
"Apa?!" teriak Dava.
Lelaki tersebut menggeleng tak habis pikir dengan sahabatnya. Kemarin, Dia sudah hampir botak menceramahi Arman untuk tidak sembarangan menggusur bangunan yang sudah berdiri walaupun masih setengah jadi. Sekarang? Malah lebih parah.
"Apa yang salah? Gue cuma mau ngasi Zhira kejutan." bela diri Arman.
"Ya, jelas SALAH! TUAN ARMAAN!!" seru Dava gemas sembari melotot mengepalkan tangannya di depan wajah Arman. "Hah!!" Dava mendesah frustasi. "Gue gak tahu lagi mau bilang apa sama lo. Jangankan Maira, nenek-nenek saja pasti ilfil kalo sikap lo begitu."
Dava memijit pelipisnya yang terasa berputar. Arman, Arman! Sosoknya saja yang pria dewasa, gagah, tampan. Tapi, soal bersikap manis pada perempuan, hadeeh!! Sepertinya mbah google saja menyerah mengajarinya. Dasar, lelaki tidak peka!
"Ya harusnya gak perlu sampai nangis gitu 'lah, kesannya kayak gue nyiksa dia aja. Gue cuma megang tangannya buat ketemu Zhira."
Brugh!!
"Aw!" Arman mengaduh kesakitan, merasakan ngilu usai timpukan map berisi file yang baru saja ia tandatangani melayang tepat di kepalanya. "Berani banget lo mukul gue!"
Brugh!!
Oke, fix. Dava benar-benar greget sampai tidak sadar dengan yang dilakukan tangannya. Bodo amat 'lah Arman mau bilang apa? Yang penting dia mau, agar Arman sedikit sadar. Siapa tahu dengan begitu benalu hitam yang membungkus otak sahabatnya bisa minggat. Dulu Arman tidak separah ini, meski bukan anak ustadz dia paham batasan antara lelaki dan perempuan.
"DAVA!! LO!!"
"Kenapa? Mau marah? Mau potong gaji? Mau mecat gue? Terserah! Emang lo yang salah, kan?" kata Dava tenang.
Kalau dipikir-pikir memang iya. Arman bungkam. Bibirnya seperti terekat dengan lem yang super kuat.
"Menurut lo gue harus gimana?" tanya Arman akhirnya, raut wajahnya berubah lembut.
"Ya lo minta maaf 'lah Ar-Man ... masa kek gini doang lo harus nanya?"
"Gak!" jawabnya cepat.
"Kenapa, gengsi?" tebak Dava. "Ya udahlah dari pada ribet. Mending berhenti ganggu Maira. Lagian untuk apa lo masih ngotot nyari dia? Sudah tidak ada hubungan juga, kan? Kalau dipikir-pikir seandainya Zhira dan Maira sudah ketemu." Dava memperaktekan menggunakan telunjuk kiri dan kanan yang di satukan. "Terus apalagi? Lo mau dia jadi pengasuh, selamanya? Gak mungkin kan? Maira juga butuh bahagia dengan pasangannya. Dia butuh suami yang mencintainya."
Berhubung tidak sedikitpun mencul jawaban, Dava kembali berkata.
"Gini, deh. Sekarang lo jujur dari hati lo yang paling dalam. Lo Cinta tidak, sama Maira? Kalo nggak, buat gue aja." cerocos Dava tanpa pikir.Brugh!!
Kali ini Arman yang menghantam kepala Dava dengan map yang entah kapan sudah beralih ke tangannya. Setelah itu Arman bergeming, seolah ada seribu tanya di otaknya yang berdatangan menuntut jawab.
Cinta?
Apa Arman mencintainya?
Yang Arman tahu tentang cinta hanyalah almarhumah Fanya, wanita yang dulunya teramat ingin ia lindungi. Arman selalu merasa kasian ketika orang lain menyakiti Fanya, tapi wanita itu tetap diam. Dari simpati itu Arman selalu ingin menjaganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Humaira ✔
Spiritual(Romance-Spiritual) Tahap Revisi. "Disaat kau merasakan cinta yang benar-benar tulus karena Allah. Maka, bagaimana cinta terbalaskan, itu tak penting lagi. Karena yang paling penting bagimu saat itu adalah melihatnya bahagia, sekalipun bukan dengan...