Bahagia dan kesedihan adalah dua hal yang sama-sama Allah ciptakan, untuk sekadar menguji keimanan.
Antara senang dan sakit, hanya perihal mampukah kita melewatinya tanpa melupakan Allah dalam hati kita.~Lentera Humaira~
Beberapa menit setelah persalinan Maira mulai dipindahkan keruang inap. Semua kerabat, sahabat, dan keluarga berkumpul di sana. Mereka menunggu kedatangan bayi Arman dan Maira. Apalagi Arman, lelaki dingin itu kini bisa bernapas lega. Kenyataannya apa yang dia takutkan terlalu berlebihan dan dia begitu bersyukur anak istrinya baik-baik saja. Walaupun tadi sempat tegang juga karena bayi perempuannya tidak menangis, dokter bilang keadaannya sempat melemah. Ya, bayi mereka kembar Laki-laki dan Perempuan.
"Assalamu'alaikum," salam Dokter Ira dengan wajah berbinar, dia tengah mendorong boks kaca yang di dalamnya terdapat bayi mungil Maira yang pertama, kulitnya yang masih kemerahan terlihat menggemaskan.
"Wa'alaikumussalam," jawab semua yang ada di ruangan tersebut. Lalu dokter Ira memberikan bayi laki-laki itu pada Arman untuk diadzaninya.
Maira kembali menitikan air matanya, ada debar dalam dada, darahnya berdesir ketika mendengar Arman yang dulu kejam tengah mengumandangkan azan di telinga putranya, dia begitu takjub akan kuasa Allah. Jalan takdirnya begitu banyak kejutan. Allah selalu mendatangkan manis dari sebuah pengharapan.
"Bagaimana keadaan bayi perempuanku, Dok?" tanya Chandra yang sejak tadi sudah berada di ruangan sahabatnya. Tak ayal membuat semua mata tertuju kearahnya. Begitupula Arman yang sudah menatap tajam dokter muda itu usai mengadzani anaknya.
Demi mencairkan suasana Dokter Ira langsung menjitak kening Chandra, "kamu mau ada yang ngamuk pagi buta di rumah sakit, karena cemburu, hah?" bisik Dokter Ira namun masih bisa didengar semuanya, sampai tawa mereka pecah.
"Halah, kita kan sahabat. Yakan Mai."
Chandra mengedipkan sebelah matanya pada Maira yang masih terbaring tak berdaya. Tidak memperdulikan Arman yang sudah memerah karena marah. Wanita yang beberapa saat lalu memperjuangkan hidup matinya itu hanya tersenyum lemah pada Chandra yang sudah cekikikan.
"Arman juga tidak akan keberatan berbagi anak denganku. Yakan, Bro?!" Chandra menghampiri Arman lalu menonjok pelan lengan lelaki itu.
"Boleh, asal tidak memintaku berbagi istri saja," cetus Arman tajam.
Lelaki itu tiba-tiba ingat bagaimana Chandra dulu ingin melindungi Maira dengan begitu gigihnya.
"Hahaha," tawa Chandra dan yang lain memenuhi ruangan. "Tenang saja, kalo soal itu Maira sepenuhnya milikmu." ujarnya.
"Maira, selamat ya." kata Dokter Ira menghampiri Maira. "Sabar ya, bayi perempuanmu masih diobservasi, kami masih berusaha menormalkan kadar oksigen dan gula darahnya yang menurun. Tapi kamu tenang saja, semua akan baik-baik saja."
"Terima kasih, Mbak. Atas pelayanan dan bantuan Mbak juga rekan yang lain."
"Sama-sama. Itu sudah tugas kami." Ira menjawab lembut sembari tersenyum. "Kalau begitu saya permisi." Dokter Ira meninggalkan ruang rawat Maira.
Semua kerabat berkerumun pada makhluk kecil yang tengah tertidur lelap itu. Begitupun Zhira, anak itu begitu antusias menyambut kedatangan adik-adik kecilnya.
"Oma-oma, adeknya kapan di bawa pulang?" tanyanya."Hmm ... kapan ya? Oma gak tahu, Sayang. 'Kan harus nunggu adek yang satu lagi."
Zhira langsung keluar dari kerumunan dan menghampiri Maira. "Bunda, adeknya Zhira ada dua ya?" tanya Zhira mengangkat kedua jarinya membentuk V.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Humaira ✔
Spiritual(Romance-Spiritual) Tahap Revisi. "Disaat kau merasakan cinta yang benar-benar tulus karena Allah. Maka, bagaimana cinta terbalaskan, itu tak penting lagi. Karena yang paling penting bagimu saat itu adalah melihatnya bahagia, sekalipun bukan dengan...