46) Siapa Suamiku?

151K 10.4K 664
                                    

Ada yang nungguin?
______________________________________________

Mungkin, Allah menciptakan jarak, agar kita sadar bahwa perpisahan itu lebih menyakitkan. 

Lentera Humaira

Sepanjang perjalanan Maira merasa kesal, sebab Ilham masih saja mendiamkan dirinya. Tapi dia juga tidak tahu ingin bicara apa? Maira bingung, sekaligus gugup. Penutup matanya juga masih belum dia buka, Maira ingin tahu apa yang ingin Ilham tunjukkan.

"Kita mau kemana sih? Masih jauh ya?" tanya Maira.

Yang di tanya masih diam hingga beberapa menit kemudian mobil berhenti. Maira mendengar suara pintu mobil terbuka.

"Selamat datang Nyonya, mari saya bantu."

Maira semakin bingung ada suara wanita asing, namun ia manut saja ketika wanita ini menuntunnya menuju sebuah ruangan.

"Nyonya, saya tinggal dulu ya, Assalamu'alaikum …," pamitnya.

"Wa'alaikumussalam," jawab Maira. Setidaknya salam itu membuatnya yakin bahwa ini bukan tempat orang jahat.

Apa sebenarnya yang di rencanakan Ilham? Kejutan seperti apa yang dia siapkan sampai membuat Maira sangat penasaran. Detik selanjutnya jantung perempuan itu seakan berdentum hebat ketika mendengar pintu berderit, seseorang tengah masuk. Dan suara tapak kakinya menandakan bahwa ia tengah mendekat, semakin dekat. Maira bergerak gelisah di atas benda empuk yang dia yakini bahwa itu ranjang.

Sulit sekali rasanya Maira menelan ludah sendiri. Sebab tenggorokannya seakan tercekat. Perempuan bermata sendu itu bangkit dari duduknya ketika suara tapak kaki itu terhenti di depannya.

"Gus Ilham, bolehkah penutup ini di buka?" tanya Maira.

Sesaat tidak ada jawaban, hening. Namun secara tiba-tiba tubuh Maira ditarik dalam pelukan seseorang. Tidak ada yang bisa Maira lakukan kecuali diam membeku dalam pelukan yang teramat hangat ia rasakan. Jujur jantungnya kini berpacu hebat, desir darahnya meningkat drastis, begitu pula lelaki yang tengah mendekapnya, Maira bisa merasakan debar di dadanya juga bergemuruh hebat, sampai sulit sekali rasanya ia bernapas. Tapi, tunggu! Ada sesuatu yang aneh.

Dekapannya, postur tubuhnya, aroma parfum di tubuhnya, seperti tidak asing di indera penciuman Maira. Ini seperti ….

Maira mendorong tubuh lelaki yang tengah mendekapnya erat, dengan hitungan detik penutup matanya ia buka paksa. Dan … astaghfirullah, "Mas Arman!" perempuan itu menutup mulutnya tak percaya. Dia begitu syok. 

Lelaki yang tidak lain mantan suaminya itu mendekat, Maira mundur. "Berhenti! Jangan mendekat!" napas dan dadanya naik turun karena amarah. Sedang apa lelaki ini di sini? "Pergi!"

"Mai, aku bisa jelasin semuanya. Tolong dengarkan aku dulu."

"Tidak! PERGI! Jadi maksud Mas nolongin aku apa, kalau akhirnya seperti ini? Atau mungkin penculik itu juga suruhan, Mas? Semua ini sandiwara? Benar 'kan"

"Maira aku akan jelaskan semuanya."

"Di mana suamiku? Lepaskan dia! Jangan sakiti Gus Ilham."

Arman terpaku, apa perempuan ini sudah mencintai lelaki itu? Lalu kenapa lelaki bodoh itu memaksa untuk menggantikannya? "Ilham tidak ada, dia sudah mati," jawab Arman ketus. Entah kenapa rasanya dia tidak terima Maira peduli pada lelaki lain. Arman cemburu.

Plak!

Satu tamparan keras menggema dalam kamar luas bernuansa putih itu. Maira mengepalkan tangan yang terasa nyeri ketika dengan kerasnya menyentuh pipi Arman, apa tamparannya begitu keras? Entah kenapa dia sedikit menyesal.

Lentera Humaira ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang