Tulisanku memang tak seindah yang lain. Tapi, aku bangga karena ini hasil dari tulisanku sendiri. Bukan hasil plagiat. Jadi, mari hargai para penulis dengan tidak memplagiat tulisan mereka. Karena membuat karya itu susah.
HAPPY READING ...
_________________________________________Mencintai manusia memang menyakitkan, mengaharapkan cinta manusia memang melelahkan.
_ Lentera Humaira _
"Mas, yang tadi ...,"
"Jangan salah paham, itu hanya hukuman karena aku kalah dari tantangan Dava," jawab Arman cepat.
Deg!
Setelah di bawa melambung tinggi hingga ke awang-awang kini Maira seolah dihempas jatuh ke dasar jurang terdalam. Taukah, apa yang Maira rasakan sejak tadi? Rasanya itu seperti ada ribuan bunga yang merekah di dadanya. Berharap sang suami benar-benar menganggapnya sebagai pelengkap imannya menuju jannah. Namun yang terjadi? Salah! Praduganya ternyata salah.
Entah sampai kapan batas sabar harus maira kendalikan? Yang pasti jika suatu saat ia memilih menyerah itu artinya batas sabar itu sudah mencapai titik di mana kesabarannya sudah tak mampu lagi ia pupuk.
"Mas, kenapa Mas tidak bisa mencintaiku? Bolehkah Mai tahu di mana letak kekurangan itu? Agar aku bisa menjadi bagian dari orang yang Mas cintai," gumam Maira.
Arman tetap diam. Namun tak dapat dipungkiri jika otaknya langsung merespon pertanyaan Maira dalam hatinya.
Kenapa? Kenapa aku tidak bisa mencintai Maira? Apa kekurangannya? Apa hanya karena ia berteman dengan dokter itu? Kenapa harus membencinya sampai demikian jika semua itu memang tidak mempengaruhimu? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu terus bergulat dalam pikiran Arman.
"Mas."
"Tidak bisakah kamu diam Maira? Saya pusing dengar pertanyaan yang sama setiap hari. Apa kurang jelas jawaban saya jika tidak ada yang bisa menggantikan Fanya sampai kapanpun."
Maira menelan ludah getir. Sampai kapan Arman menolaknya? Kapan akan bersikap manis padanya?
Jika hadirku membawa luka. Maka aku takkan pernah pergi sebelum luka itu sembuh. Izinkan hadirku yang juga membalut lukamu. Bahkan jika kau melakukan beribu cara untuk menyingkirkanku. Aku akan bertahan! Karena Allah selalu ada di sampingku.
"Aku tahu Mas sangat mencintai almarhumah Fanya, aku ngerti perasaan Mas. Aku tidak meminta Mas menghapus masalalu itu, cukup simpan rapi masalalu itu dalam hati Mas. Tapi, Maira mohon jangan anggap Mai pengasuh. Aku juga manusia biasa yang merasakan sakit, Mas."
Arman tersenyum sinis tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan raya yang agak padat. Kedua tangannya masih sibuk memutar kemudi, lalu berkata, "apakah kau lupa Maira sudah berapa kali saya menyuruh untuk kau mundur? Tapi tenang saja apa yang saya janjikan dalam kontrak akan tetap dipenuhi," Sarkas Arman setelah mobil itu berhenti di tempat parkir rumah besar keluarga besarnya, lalu keluar begitu saja. Belum sempat kakinya melangkah Arman menunduk melihat Maira yang diam terpaku di dalam mobil. "Ingat, Maira! Aku akan lihat sampai sejauh mana kau mampu bertahan? Dan saat itu tiba aku akan tersenyum bahagia."
Maira menarik napas dalam lalu mengeluarkannya perlahan. Kedua iris mata itu berkaca-kaca, sambil melihat sang anak yang tertidur lelap di pangkuannya. Dengan cepat Maira keluar dari mobil sambil mengeratkan dekapannya pada Zhira. Langkah kakinya berjalan cepat menyusul Arman, tepat di belakang sang suami, kaki itu terhenti. "Tunggu, Mas. Ingat juga kata ini! Akan kupastikan secepatnya Mas mencintaiku sebelum kesabaranku bertahan menemui batas. Jika saat itu tiba Mas telat menyadari, dan aku sudah menyerah. Ku pastikan Mas akan menyesalinya." Maira menekankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Humaira ✔
Spiritual(Romance-Spiritual) Tahap Revisi. "Disaat kau merasakan cinta yang benar-benar tulus karena Allah. Maka, bagaimana cinta terbalaskan, itu tak penting lagi. Karena yang paling penting bagimu saat itu adalah melihatnya bahagia, sekalipun bukan dengan...