~Happy Reading~
Beberapa kisah cinta tidak berakhir dengan mudah. Sebab perpisahan hanya untuk memberikan pelajaran agar ikatan itu semakin kuat.
Lentera Humaira.
Sehabis sholat ashar, Maira masih terduduk di kursi tunggu koridor rumah sakit. Beberapa kali dia melihat pintu utama dan jam yang tertera di layar ponsel secara bergantian. Ilham belum juga datang, sedang Zhira dan keluarga mungkin sudah selesai berkemas. Bukan apa-apa, dia hanya tidak mau merepotkan Arman untuk mengantarnya pulang. Maira lebih suka naik mobil Ilham karena lelaki itu tidak pernah memaksanya duduk di depan. Dia selalu duduk di belakang dan menjadikan Ilham supir.
Tidak lama setelahnya Ilham datang dengan langkah lebar, sedikit tergesa.
"Sudah lama ya, nunggunya?"
Maira mengangguk.
"Maaf," Ilham memegang kedua telinganya tanda ia menyesal, "ada sedikit masalah siang tadi. Kamu tidak marah, kan?"
Gelengan kepala Maira sudah menjelaskan jika perempuan ini tengah suntuk. Ilham memang bukan tipikal lelaki yang peka terhadap perubahan sifat seseorang, apalagi orang yang baru dia kenal. Tapi tidak dengan Maira yang sudah berhasil membuatnya selalu mencuri-curi pandang, dan beristighfar. Sedikit demi sedikit ia berhasil memahami karakter calon istrinya ini.
"Adek marah ya?"
"Nggak. Jangan manggil adek ih."
"Biarin, Adek marah, Sih." tebak Ilham.
"Nggak ih, dibilang nggak juga."
"Abang punya sesuatu biar Adek gak marah lagi." Ilham mengulurkan tangan, namun tangannya masih terkepal, ada sesuatu dalam genggamannya.
"Apa?" tanya Maira masih dengan mode ngambeknya.
Perlahan lelaki itu membuka genggamannya. Sebuah kertas alumunium foil yang terikat seadanya membungkus sesuatu. Maira meraih benda itu lalu membukanya, sontak matanya berbinar. Bentuknya menyerupai kerikil tapi berwarna warni. Rasanya yang unik selalu membuatnya jatuh cinta. Coklat kerikil. Ya, Maira begitu menyukainya.
"Di mobil masih banyak loh, langsung dari Saudi Arabia," pungkas Ilham.
Seketika Maira tergelak, terlihat Jelas dari binar matanya. "Bohong,"
"Lah, kok bohong? Beneran."
"Emang rapatnya di Saudi Arabia?" Maira menahan tawa, menutup mulutnya dari luar cadar hitam yang ia kenakan.
"Ya, ya enggak. Maksudku …,"
Belum Ilham meneruskan omongannya Maira sudah cekikikan. Padahal dia masih ingin cerita kalau dia mendapat coklat itu dari pamannya yang baru saja pulang dari Arab. Tapi Maira tidak memberinya kesempatan untuk bicara, membuat Ilham gemas, jika saja dia sudah halal mungkin dari tadi Ilham gelitikin. "Heh… sudah berani ngetawain Abang ya, sini kembalikan. Gak jadi ku kasi sama Adek." Ilham berusaha meraih kembali coklatnya.
Reflex Maira mundur untuk menghindar dari Ilham yang masih berusaha merebut coklatnya kembali. Ketika Maira berbalik untuk lari, tidak sengaja tubuh seseorang di tabraknya.
Bruukk!
"Astaghfirullah," ucap Maira ketika tubuhnya malah terbanting kebelakang dan membuat pantatnya ngilu mencium lantai.
"Ya Allah, Mai." Gus Ilham menghampiri Maira sembari mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri.
Maira masih meringis di lantai, wajahnya sedikit cemberut sebab coklat itu sudah berserakan di lantai. Ketika mengangkat wajah, Maira semakin terkejut melihat dua tangan terulur ke arahnya. Ya, tangan Ilham dan … Arman!
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Humaira ✔
Spiritual(Romance-Spiritual) Tahap Revisi. "Disaat kau merasakan cinta yang benar-benar tulus karena Allah. Maka, bagaimana cinta terbalaskan, itu tak penting lagi. Karena yang paling penting bagimu saat itu adalah melihatnya bahagia, sekalipun bukan dengan...