Aku hanya ingin sesederhana lentera yang setidaknya mampu membawamu melangkah dari kelam menuju terang.
_Lentera Humaira_
Perdebatannya bersama Chandra membuat kebencian Arman semakin besar pada Maira. Lelaki Itu tidak lagi bisa menahan gemuruh di dadanya ketika berhadapan dengan Maira. Tapi, keadaan yang membuat Arman tidak bisa marah.
Arman memutuskan untuk menginap di rumah orang tuanya malam ini. Mau tidak mau Maira mengikuti kemauan Arman untuk menginap. Niat awal ingin menjauhi malah semakin mendekatkan keduanya. Arman kira dengan berada di rumah Mamanya, dia tidak akan berdua saja satu rumah dengan pengasuh itu, namun rupanya sang Mama menyuruh Maira tidur di kamar Arman, sedangkan Zhira di kamar Mamanya.
"Sudah sana kamu tidur di kamar suamimu. Biar Zhira tidur sama Mama. Kapan lagi coba?! Mama tidur sama Zhira kalo bukan sekarang. Sini! Serahkan Zhira sama Mama." sang mertua tersenyum lalu membawa Zhira pergi kekamarnya.
Maira bingung harus kemana sekarang. Haruskah dia kekamar suaminya? Tapi, bagaimana jika Arman malah mengusirnya? Dia kan sedang marah besar semenjak bertemu Chandra. Kalau menghindar keluarga Arman pasti curiga. Jadi, dengan berat hati Maira melangkahkan kaki ke kamar suaminya.
Tok Tok Tok
Maira mencoba mengetuk pintu kamar suaminya. Baru saja tangan Maira terangkat untuk mengetuk kembali pintu kamar Arman. Namun pintu tersebut sudah terbuka.
"Mas, Mama bilang say-"
Belum sempat Maira menyelesaikan kalimatnya, Arman sudah lebih dulu memotong.
"Masuk!"
Maira melongo, otaknya masih mencerna. Apa suamianya ini sudah tidak marah? Perasaan semenjak kepulangan Chandra ia masih marah.
Dengan muka mengkerut bingung Maira masuk."Mas, maaf. Untuk kejadian tadi siang." jeda sejenak. "Aku benar-benar tidak ada hubungan apapun dengan Chandra. Sungguh!"
Maira duduk di samping Arman yang sedang sibuk dengan beberapa berkas di atas meja. Wajahnya datar seolah tidak pernah menganggapnya ada.
"Mas harus tahu kalo Chandra itu sudah seperti Abangku sendiri. Mas tidak perlu curiga apalagi cemburu ya." Maira masih tidak menyerah untuk membuat suaminya paham.
Sekali lagi Arman hanya diam, sibuk dengan dunianya sendiri.
"Mas! Dengerin Maira, kan?"
Arman mendengkus lalu menatap tajam Maira yang tiada henti mengoceh di sampingnya.
"Bisa diam tidak?"
"Tidak! Sebelum Mas katakan marah apa tidak sama aku? Pleasa.. Mas jangan marah ya. Aku juga baru tahu ternyata dokter kepercayaan di rumah ini adalah sahabatku. Oh iya, kenapa sih Mas tidak suka sama Chandra? Dia baik kok." Maira tiada henti berceloteh hingga membuat kuping Arman terasa panas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Humaira ✔
Spiritual(Romance-Spiritual) Tahap Revisi. "Disaat kau merasakan cinta yang benar-benar tulus karena Allah. Maka, bagaimana cinta terbalaskan, itu tak penting lagi. Karena yang paling penting bagimu saat itu adalah melihatnya bahagia, sekalipun bukan dengan...