"Akan ada saat di mana hati merasa lelah memperjuangkan rasa yang tak pernah terbalas."
Lentera Humaira
"Sebaiknya kita kembali ke kamar," ucapnya lalu merengkuh tubuh Maira dan menuntunnya kembali ke ruang inap. Tatapan tajam itu tak lepas dari Chandra sedikitpun.
Ya! Tatapan tajam dari perempuan cantik bernama Nadia. Tadi dia memang di titipkan Mamanya untuk menjaga Maira, karena ada telepon penting dan tidak ingin mengganggu makanya Nadia keluar, alangkah terkejutnya ia ketika tak menemukan Maira di kamarnya. Setelah ia cari-cari di sepanjang koridor, ternyata dia bersama dokter muda itu (sahabat kecilnya). Kenyataan yang didengarnya tadi lebih membuatnya terkejut. Ada apa dengan hari ini? Banyak kejutan yang di alami oleh Nadia, mulai dari telepon aneh dari seseorang yang misterius, pernikahan kontrak sang kakak dan yang terakhir potensi kehilangan kakak ipar terbaik.
"Kakak kenapa sampai di luar seperti itu? Kalo terjadi apa-apa gimana?" Ucapnya sedih. "Kakak tunggu di sini jangan kemana-mana. Nadia akan panggil dokter buat pasang infus kakak lagi."
Nadia berbalik, dalam empat langkah kakinya kembali terhenti. Sosok yang miliki potensi besar merebut kakak ipar tengah berdiri di depannya saat ini.
Ya, Chandra sudah berada dalam bilik rawat Maira."Saya akan memasang infus Maira. Kau tunggulah di luar."
"Kenapa? Kenapa harus menunggu di luar? Apa anda ingin bicara sesuatu pada Kak Maira? Apa anda akan mempengaruhinya untuk meninggalkan kakak saya?" Tuduh Nadia dengan nada bicaranya yang begitu formal, ketus dan tidak bersahabat seperti awal mereka bertemu.
"Kau bicara apa? Saya ini dokter, silahkan anda lihat pasien di belakang sana dia begitu lemah. Jadi, jangan menghalangi saya." Chandra mencoba profesional.
"Baiklah! Silahkan!"
Chandra tak menghiraukan tatapan tajam Nadia yang seolah ingin menerkamnya saat itu juga. Kakak beradik ini sama-sama otoriter, suka seenaknya, dan pemaksa. Padahal di awal bertemu gadis ini sangat manis dan ramah. Tapi, sekalinya marah tidak ingin mendengar alasan apapun. Chandra hanya berdoa semoga siapapun jodohnya kelak bisa sebaik dan setegar Maira.
Tujuh menit kemudian Maya, Vania dan Zhira datang. "Bunda, Zhira pulang," ucap Maya sambil melambai-lambaikan tangan Zhira. "Loh? Dokter Chandra, Maira kenapa?"
Sebelum menjawab Chandra sempat melirik ke arah Nadia yang menatapnya intens.
"Nggak apa-apa, Tante. Saya cuma mengganti infusnya." Jawab Chandra santai.
"Ooh. Makasih ya, Dok!"
"Ngapain makasih sih, Ma? Itu memang pekerjaan dia," sinisnya.
Maya dan Vania menatap Nadia heran.
"Sinis banget, Buk? Lagi PNS? Eh, salah! PMS?" Vania menepuk pelan mulutnya yang sudah salah menyebut.
"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu," pamit Chandra, lalu beranjak pergi dari ruangan itu.
"Jangan balik ke sini lagi ya, Dok. Terimakasih ...." teriaknya dari dalam.
"Hust! Ni anak kenapa coba?" Maya heran.
"Yaah ... Zhiranya dateng Bundanya Bobo. Ya udah Zhira main sama Oma dulu ya," kata Vania. "Tante pulang dulu ya Zhira Cantik." Vania menoel pipi gembul Nazhira.
"Kakak udah mau pulang? Gak nunggu Kak Maira dulu?"
"Maaf, Nadia. Kakak harus pergi dulu. Ada uruan mendesak, entar aku pasti dateng lagi kok. Udah ya, aku permisi. Assalamualaikum ...,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Humaira ✔
Spiritual(Romance-Spiritual) Tahap Revisi. "Disaat kau merasakan cinta yang benar-benar tulus karena Allah. Maka, bagaimana cinta terbalaskan, itu tak penting lagi. Karena yang paling penting bagimu saat itu adalah melihatnya bahagia, sekalipun bukan dengan...