Sebaik-baiknya skenario di dunia ini adalah naskah yang telah Allah tetapkan untuk hambanya.
Lentera Humaira
Malam begitu sunyi, hanya suara lembut hembusan angin menerpa wajah. Dingin, namun menenangkan.
Lelaki berparas tampan, dengan mata tajamnya itu tengah terduduk dikursi panjang berwarna hitam--dibalkon--lantai dua rumahnya. Pikirannya berputar pada kejadian tiga jam lalu.
Flashback on
"Kok Om sih? Harusnya Mas dong, aku salam cantik buat kamu kok," goda Chandra mengedipkan sebelah matanya.
"Dih! Mulai deh gombalan receh ala Dokter Onta," ucap Maira.
Chandra terkekeh, lalu mengambil alih Nazhira dari tangan Maira. "Sini, biar Zhira sama Om dulu. Bunda harus bantu Ibu panti nyiapin hidangan, pergi gih," usir Chandra.
Maira berbalik, bangkit dari duduknya. Namun bukannya bergegas Maira justru terpaku.
"Mas Arman."
Jika boleh mengeluh, Maira ingin merutuki waktu yang selalu sengaja menempatkannya pada situasi seperti saat ini. Ketika ia tengah bersama sahabat kecilnya.
Chandra ikut berbalik dengan Zhira yang tetap diatas pangkuannya. Aura menakutkan seakan menguar dari tatapan Arman padanya. Waktu seakan berubah kaku.
"Mas kapan sampai?" Maira bertanya.
Arman tidak menjawab raut wajahnya berubah dingin. Lelaki itu merasa seperti orang bodoh, untuk apa sampai repot-repot menyusul jika akhirnya hanya pemandangan seperti ini yang dia lihat. Arman melangkah cepat melewati Maira yang diam terpaku, tanpa sepatah katapun lalu meraih Zhira dari tangan Chandra. Bayi kecil itu sempat menangis karena di ambil paksa.
"Aku akan membawa putriku pulang." Arman marah, lagi-lagi keegoisannya membuat Nazhira menangis namun tidak ia pedulikan.
"Mas, aku mohon. Pulanglah setelah acaranya selesai. Aku bisa jelasin semuanya," ujar Maira memohon.
Sayangnya Arman terlalu keras kepala untuk mendengarkan orang lain. Maira tahu suaminya ini baik, hanya saja kematian Fanya telah merubah sifatnya menjadi keras, membuatnya jauh dari Allah, dia tidak memperdulikan permohonan Maira justru melangkah meninggalkan Aula panti menuju tempat parkir. Namun langkahnya terhenti ketika tangan kekar seseorang menghentikan langkahnya.
"Saya ingin berbicara empat mata dengan anda Tuan Arman Ar Rasyid." Suara Bas namun merdu itu adalah Chandra yang telah berhasil merebut Nazhira lalu menyerahkannya kembali pada Maira. "Bawa Zhira masuk," pinta Chandra.
Malam ini begitu dingin, semilir angin sepoy-sepoy membelai setiap wajah, dinginnya serasa menusuk tulang. Lagi-lagi hanya suara jangkrik yang berhasil memecah kesunyian dibalik keterdiaman dua Lelaki beda karakter itu. Keduanya duduk di bangku panjang yang ada di taman bermain, samping Panti asuhan Istana Kasih. Sudah hampir setengah jam mereka terdiam.
"Kenapa Anda begitu membenci Maira?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Chanra.
Arman benar-benar terdiam, otaknya berputar mengulang semua kejadian bersama Maira. Namun tidak satupun ia temukan apa dan kenapa ia membenci Maira. Apa hanya karena dia dekat dengan dokter ini? "Saya tidak membencinya, saya hanya tidak mudah menerima orang baru. Lalu?Bagaimana dengan Anda? Apa anda tidak bosan mengganggu istri orang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Humaira ✔
Spiritual(Romance-Spiritual) Tahap Revisi. "Disaat kau merasakan cinta yang benar-benar tulus karena Allah. Maka, bagaimana cinta terbalaskan, itu tak penting lagi. Karena yang paling penting bagimu saat itu adalah melihatnya bahagia, sekalipun bukan dengan...