25) penyesalan.

163K 11.5K 391
                                    

Jika penyesalan dapat diprediksi lebih awal, mungkin di dunia ini tidak akan ada yang namanya sakit hati.

Lentera Humaira

Tiga tahun berlalu dengan sangat cepat, sejauh itu pula Arman masih belum menemukan Maira. Gadis itu seakan lenyap entah kemana. Berbagai cara sudah Arman lakukan untuk menemukan pengasuh itu, namun hasilnya nihil bahkan pernikahannya dengan Rissa sudah batal karena sang Mama tidak pernah menyetujuinya.

Hatinya kembali hitam legam, lentera yang mampu menerangi sisi gelap dalam hatinya kini telah tiada, kini telah hilang entah kemana? Penyesalan datang saat Maira berhasil mencuri dan membawa pergi separuh jiwanya. 

"Maaf, Tuan. Kami benar-benar kehilangan jejak Non Maira. Informasi terakhir yang kami dapat tiga tahun lalu, sehabis dari panti mantan istri anda menaiki bis jurusan Jakarta-Bogor, Tuan," lapor salah satu dari lima anak buah Arman.

Lelaki yang tengah duduk angkuh di meja kerjanya itu tengah menahan amarah, rahangnya mengeras, namun masih terlihat tenang dengan aktifitasnya memutar-mutar bolpoin di atas meja. Mantan istri? Mereka bilang mantan istri.

"Saya sudah mengerahkan semua anak buah saya dan juga rekan seprofesi saya untuk menyusuri kota Bogor. Namun hasilnya masih nol. Apa tidak sebaiknya pencarian ini di hentikan?" lanjutnya.

Arman mengangkat wajah, auranya menyeramkan. Tidak bisa di bendung lagi amarah Arman naik ke ubun-ubun. Darahnya seperti mendidih. Tangan kekarnya meraih gelas berisi teh di atas meja, kemudian membantingnya dengan keras ke lantai. Saking kerasnya, mungkin jika sedikit saja mengenai kulit, serpihan gelas itu akan menancap dengan sempurna.

"BODOH!!" Bentak Arman. "Saya membayar kalian untuk menemukan Maira! Bukan untuk bertingkah bodoh seperti ini!!"

Lima lelaki bertuxedo hitam itu menunduk takut. Berhadapan dengan lelaki kejam seperti Arman tidak semudah yang terlihat, apapun dan siapapun yang berani mengganggu ketenangannya akan ia hancurkan hingga berkeping-keping.

Tiga tahun semenjak kepergian Maira hidup Arman kembali redam. Saat ini Arman tidak hanya kejam, namun di kalangan pengusaha Arman sudah terkenal sebagai Monster berdarah dingin. Tidak segan menjatuhkan lawannya hingga benar-benar jatuh tak bersisa.

"Kalian pikir saya tidak bisa membayar kalian satu persatu? Sampai kalian berani menyuruhku menghentikan pencarian, hah?" bentak Arman.

Dava yang baru saja masuk langsung menahan Arman untuk tidak menghancurkan seisi ruangan. "Woy! Tenang, Bro. Dengan tingkah lo seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah." Kembali Dava mendorong Arman untuk duduk.

"Kalian pergilah, lakukan segala cara untuk menemukan Maira lepas semua anak buah kalian, tambah personil, kalo perlu gunakan kuasa para detektif di sana untuk melacak keberadaan Maira" perintah Dava.

"Baik! Kalau begitu kami permisi." Ke lima lelaki itu akhirnya pergi.

Beberapa saat keduanya terdiam. Dava masih mencari tahu seberapa menyesal lelaki ini menyiakan perempuan sebaik Maira. Arman terlihat menyedihkan, namun selalu bersembunyi di balik sifat kejamnya.

Tiga tahun belakangan ini memang ada perubahan pada Arman. Penampilan yang biasanya terkesan sangat rapi dan tampan, sekarang cenderung tidak peduli, bahkan rambutnya sudah berantakan. Lingkar hitam tercetak di bawah matanya, membiarkan dagu dan kumisnya di tumbuhi bulu-bulu kecil.

Lentera Humaira ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang