20] Menetap Atau Pergi?

140K 11.3K 374
                                    


Suatu saat akan tiba masa di mana kita harus merelakan yang mungkin tidak di takdirkan untuk kita. Lalu, pasrah akan ketentuan ilahi. Seperti halnya mendung yang harus berlalu setelah datangnya hujan. Lalu, percaya akan datangnya pelangi.

Jika pelangi tidak pernah datang setelah datangnya badai mungkin ia datang di tempat lain. Itu artinya seseorang harus mencari sendiri kebahagiannya. Allah telah menulis takdir setiap hambanya di laukhul mahfudz, bagaimanapun seseorang berusaha melawan, jika memang tidak di gariskan niscaya tidak akan kejadian. Kucuali do'amu mampu menggetarkan arsyi.

"Bunda," panggil pria jangkung itu pelan.

"Hhmm?" Sang bunda tetap dengan aktifitasnya mengobati luka di sudut mata anaknya yang lebam.

"Aku mau menerima perjodohan dari, Bunda." Chandra meringis ketika Ainun tanpa sengaja menekan lukanya lantaran terkejut dengan ucapan putranya.

Ainun tidak menjawab dia masih berpura sibuk dengan luka anaknya. Ibu mana sih yang rela melihat anaknya terluka? Tidak! Tidak ada ibu yang rela jika anaknya terluka. Termasuk Ainun, tapi, keputusan yang di ambil secara mendadak dan terpaksa akan lebih menyakitinya. Kelak. Terlebih, orang yang mendapat peran sebagai pelarian.

"Bunda akan lebih senang jika kamu melakukannya tanpa terpaksa."

"Apa Bunda lebih suka aku selalu terluka seperti ini?"

Lagi. Ainun terdiam tanpa kata. Menimbang-nimbamg kejadian yang lebih buruk dari ini.

"Baiklah, berhubung kamu besok dinas siang, paginya Bunda suruh perempuan itu ke sini. Akan lebih baik lagi jika kamu istikharah, minta sama Allah yang terbaik. Dan berhenti menyebut nama dalam do'amu. Allah lebih tahu mana yang baik untuk hamba-Nya."

Usapan pelan di kepala membuat dokter muda itu sedikit tenang, Bundanya benar. Tidak seharusnya ia selalu menyebut nama orang lain dalam setiap pintanya.

Terkadang, kita tidak harus menyebut nama dalam doa. Cukup pinta yang terbaik, karena Allah selalu tahu yang pantas untuk seorang hamba. Jodoh itu cerminan diri, tidak perlu menggebu-gebu meminta seseorang, Allah selalu punya cara membersamakan dua insan yang bahkan tidak saling mengenalpun. Atau bisa jadi yang selalu berada dekat dengan kita.

Chandra membuang napas gusar bersamaan dengan berlalunya sang Bunda. Yang masih dia heran kenapa dia bertahan dengan cinta yang salah.
Duhai pemilik hati, apakah hamba benar-benar akan kehilangan lentara itu, Ya Robb? Hamba bukan tidak ikhlas, hanya saja hamba tidak rela melihatnya terus tersakiti. Kumohon, jaga lenteraku di manapun berada. Berikan kebahagiaan untuknya.

Keesokan paginya Ainun, Dinda--adik perempuan Chandra--sudah duduk di meja makan bersama seorang gadis memakai hijab toska senada dengan gamis yang dipakainya. Wajahnya sedikit bulat, pipi cubby, mata belok dan lesung pipi yang membuatnya terlihat sangat manis ketika tersenyum. Namanya Alya Azzahra ketiga perempuan beda usia itu tengah menunggu Chandra.

Tak lama kemudian Chandra datang, sorot matanya sempat menangkap sosok gadis asing itu. Menurutnya biasa saja, karena dia hanya melihatnya sekilas. Jujur Chandra tidak tertarik dengan gadis manapun saat ini. Hatinya masih tertawan sang Lentera.

"Chandra kenalin ini Alya. Dia seorang desainer muda berbakat loh,"  puji sang Bunda.

Gadis bernama Alya itu mengulurkan tangan ke arah Chandra. "Hai, namaku Alya Azzahra," ucapnya lembut disertai senyum.

"Chandra," jawab Chandra singkat.

Alya menurunkan tangannya yang tidak mendapat respon dari pria itu.

Lentera Humaira ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang