48) Masih Dengan Trauma Yang Sama.

133K 9.4K 321
                                    

Setiap hati yang selalu bermunajah, setiap bibir yang selalu basah sebab dzikir, tidak akan Allah biarkan kepahitan selalu merundungnya.

Lentera Humaira

Bumi terus berputar beriringan dengan denting waktu yang terus bergulir, seperti bahagia dan kesedihan yang saling berpacu. Hidup juga seperti itu, tidak selamanya hanya tentang kesenangan, karena kepedihan pun akan ikut serta. Tinggal bagaimana komitmen dan rasa saling percaya mengikat suatu hubungan.

Hubungan yang telah terikrar sempurna dengan ikatan suci adalah langkah bermunajat menuju garba surga-Nya. Memantik setiap keridhoan Ilahi hingga jannah tak lagi hanya cerita.

Setiap kesulitan yang Allah turunkan, pasti ada solusi di baliknya, tidak pernah Allah timpakan cobaan tanpa jalan keluar yang mengikut serta. Lagipula tidak baik membiarkan rasa takut atas luka masalalu menghambat suatu langkah untuk terus maju, menuju-Nya. Menjadikan masalalu kelam sebagai solusi di masa depan untuk bermuhasabah, mengAgungkan kebesaran-Nya.

Sehubungan dengan penculikan tempo hari, Dava sudah berhasil mengusut tuntas motif dibalik penculikan itu tanpa harus Arman turun tangan.

Kecurigaan Dava terhadap Gerry pemilik perusahaan desain konstruksi itu memang benar, dia begitu terobsesi untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan Abdi Jaya Group-perusahaan almarhumah Fanya yang kini maju pesat di tangan seorang Arman Ar Rasyid. Karena terlalu mengharapkan dunia yang melimpah sampai lupa syariat agamanya sendiri kini Gerry harus membayar atas apa yang terlalu dia obsesikan.

Perihal tanah wakaf, atas perintah Arman, Dava juga sudah menyerahkan hak penuh atas nama pesantren. Tidak hanya itu Arman juga menyumbangkan berbagai material bangunan untuk menyelesaikan segera sekolah di atas tanah tersebut. Satu persatu masalah terselesaikan dengan baik, kini bagaimana keduanya mengarungi bahtera rumah tangga dengan lebih baik.

"Bunda, Bunda, Tante Vania bilang Kak Kayla sebentar lagi punya adek kecil lagi." tutur Zhira di meja makan sembari menunggu makanan siap di sajikan.

Sebelum menjawab Maira melirik kearah Arman demi memastikan ekspresi sang suami yang masih sibuk dengan ponselnya. Lagipula untuk apa coba Vania dan anaknya dengan sengaja mempengaruhi putri kecilnya ini.

"Oh, iya?"

Zhira menaik turunkan kepalanya penuh semangat. "Adek kecilnya dari Allah juga kan Bunda?"

"Tentu dong, Sayang." Maira tersenyum sambil meletakkan piring di depan Zhira.

"Kalo gitu Chira mau berdo'a biar di kasi adek juga sama Allah, bisa kan, Bunda?"

Belum sempat Maira menjawab, Arman meletakkan handphonenya di atas meja dengan keras membuat semua orang di ruang makan terperanjat kaget termasuk Bi Inah yang baru saja meletakkan gelas.

"Pa, boleh tidak Chira punya--"

"Zhira! Papa kan sudah bilang kalau di meja makan tidak boleh bicara," potong Arman.

Melihat Zhira cemberut Maira langsung berinisiatif untuk mencairkan kembali kecanggungan itu. "Mas mau sarapan apa dulu? Sini aku ambilin."

"Terserah," sarkasnya.

Maira sudah menebak ini akan terjadi, padahal dia sendiri bingung, tempo lalu sang Suami juga marah ketika dirinya tidak sengaja membahas tentang anak. Saat itu Maira memakluminya sebab ia tahu sang suami memang suka berubah-ubah.

Arman memang sudah berubah, tapi watak kerasnya masih belum bisa dia kontrol, masih suka emosian, dan Maira sudah berjanji untuk selalu menjadi pemadam ketika api itu tengah berkobar. Menjadi peredam segala bentuk amarah suaminya. Sebab selain mengurus rumah dan anak, menjadi pelipur lara sang suami adalah hal yang utama.

Lentera Humaira ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang