Hari ini benar-benar hari sial bagi Tari. Bermula dari Tongki yang kembali kumat, hampir tertabrak motor saat berangkat, dan pasti datang terlambat. Tapi datang terlambat ini bisa di atasi dia memohon kepada penjaga gerbang agar membolehkannya masuk. Karena dia murid baru di sekolah ini, penjaga gerbang pun jadi tak tega dan langsung membolehkan Tari masuk.
Ngomong-ngomong soal hampir tertabrak sebenarnya Tari sengaja melakukan hal itu. Saat dia melihat motor yang ia kira milik penolongnya, tanpa pikir panjang dia melakukan ide itu.
Dia berjalan ke tengah-tengah jalanan, dia tau penolongnya akan berhenti tepat di depannya. Jadi dia tak akan mungkin tertabrak.
Saat itu wajah Tari di penuhi keringat, sebenarnya dia agak khawatir penolongnya itu mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Bagaimana kalau ia menabrak dirinya?
Dia makin dekat. Detak jantung Tari berdetak kencang. Dia semakin dekat dan semakin dekat. Tari memejamkan matanya, telinganya mendengar suara decitan melengking. Refleks, Tari berjongkok menutup telinganya, badannya gemetar bersiap dengan kemungkinan terburuk.Beberapa detik senyap terdengar suara di seberang sana. Tari mendongak, tatapan mereka bertemu. Tapi! Tari terkejut melihat sosok yang berdiri disana, sampai-sampai dia tak berkedip.
Dia bukan penolongnya. Jelas sekali bukan. Bahkan dari suaranya.
Dia bersuara lagi. Menanyakan keadaan Tari. Tari langsung menjawab dia baik-baik saja dengan canggung.
Cowok itu mendesah. Lalu berbalik mau meninggalkan Tari.
Seketika Tari menyadari sesuatu. Dia berseru. "Lo gak mau minta maaf?"
Cowok itu berbalik lagi. "Buat apa gue minta maaf?" Dia berkata santai.
"Lah, Lo mau nabrak gue tadi!"
"Yang salah tuh Lo. Udah tau jalan raya maen nyebrang aja. Gak tengok kanan kiri."
"Lo gak merasa bersalah tadi? Minimalnya Lo harus minta maaf atau tanggung jawab gitu."
"Tanggung jawab?" Dia tersenyum. Senyum meremehkan. "Gue gak ngapa-ngapain, Lo."
"Gue tau. Tapi Lo mau nabrak gue terus buat Gue hampir mati jantungan tadi."
Cowok itu terdiam. Lalu dia berjalan ke arah Tari. "Jangan-jangan Lo sengaja tadi?"
Tari tersentak. Apa yang di ucapkan cowok tadi menghantam dirinumya. Dia... dia tau.
Saat Tari masih terpukul oleh kata-kata cowok tadi. Cowok itu menyeringai lalu berbalik meninggalkan Tari.
Tari tak terima ini. Dia mencoba membela diri. "Gue gak sengaja. Lo harus minta maaf." Dia kembali berteriak.
Tapi percuma kata-kata Tari tak di dengarnya. Dia terus berjalan, menaiki motornya lalu beranjak pergi dari sana.
Tari mendengus sebal. Bagaimana bisa dia bertemu cowok seperti itu. Seharusnya dia bertemu dengan penolongnya. Bukankah motor tadi motor yang sama saat dia bertemu penolongnya, Tari yakin itu. Entahlah.
Lagi pula dia sudah sampai di sekolahnya. Karena tak lama dari kejadian dia di tinggalkan, sebuah angkot datang ke tempat kejadian perkara.
Tari mendengus kesal bila mengingat-ingat kejadian tersebut. Kini dia sedang berjalan menuju kelasnya semoga saja Pak Maman belum sampai sana. Guru itu terkenal terlambat masuk saat mengajar.
Tapi Tari salah. Pak Maman sudah tiba di kelas. Dia sudah memulai pelajarannya. Seketika wajahnya lemas saat dia menerima hukuman dari pak Maman, meski pun dia anak baru tapi pak Maman tak segan menghukum siapa saja yang melanggar peraturan. Siapa saja itu, tak terkecuali baginya.
"Tari kamu harus membersihkan buku-buku di perpustakaan bersama Valdo."
Itu lah perintah pak Maman kepadanya. Sebenarnya ingin sekali dia lari dari hukuman ini, pergi ke kantin misalnya. Tapi masalahnya penjaga perpustakaan akan mengadukannya ke Pak Maman. Lebih baik dia menurut saja, lagian ini salahnya karena terlambat. Bukan. Lebih tepatnya salah Bimo Abang nya dan si Tongki tentu. Kalau Tongki gak kumat gak bakal begini situasinya. Belum lagi kejadian saat bertemu dengan cowok super aneh tadi.
Dan tentang si Valdo yang di sebut pak Maman tadi. Tari tak tau siapa dia, dirinya hanya murid baru. Baru tiga hari sekolah.
Tari sudah sampai di pintu masuk perpustakaan. Lalu membukanya pelan. Walaupun hatinya sedang kacau. Dia cukup waras untuk membuka pintu perpustakaan pelan - pelan.
Terlihat ada wanita tua duduk di belakang meja di depannya. Wajahnya sangar untuk seorang yang sudah berumur, tatapan matanya tajam tak sebanding dengan kerutan di sekitar matanya. Tadi dia sedang membaca buku. Hingga Tari datang tatapannya beralih ke arah Tari. Dia menatap Tari lamat-lamat. Memastikan sesuatu. Entah apa itu.
"Misi Bu." Tari berkata se-sopan mungkin. "Anu kata pak Maman saya harus membantu Valdo, Bu."
Di seberang sana wanita tua itu masih menatap Tari menyelidik. "Oh, dia ada di sana. Sedang membereskan buku pinjaman." Tatapannya beralih ke arah ke sebelah kanan ke arah rak-rak buku yang berjejer.
Tari mengangguk. Dia berjalan pelan. Di antara rak-rak buku, Tari menghembuskan napas pelan. Tadi dia menahan napasnya saat berhadapan dengan wanita tua itu. Tari yakin dia adalah penjaga perpustakaan. Tampangnya yang sangar dan tatapan mata yang tajam sangat cocok dengan pekerjaannya. Cocok untuk menakuti anak-anak yang kedapatan ribut di area perpustakaan atau mereka yang tak kunjung mengembalikan buku yang di pinjam.
Tari semakin masuk. Menjelajahi jejeran rak-rak buku. Hingga dia mendengar suara dengkuran halus di sebelah rak tempat dia berdiri. Apa itu? Tari berjalan mendekati memastikan apa itu.
Saat dia tiba di rak sebelahnya. Dia amat terkejut saat melihat ada seorang yang berbaring diantara buku-buku yang berserakan di bawahnya. Dia tertidur. Tapi bukan itu yang membuatnya amat terkejut. Tapi karena siapa orang itu. Dia orang yang sama, yang hampir menabrak nya pagi tadi!
***
Tbc...

KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble Boy & Trouble Girl
Teen FictionStory by : Nita sari Di balik keterlambatannya ke sekolah Mentari Anjani bertemu dengan sosok malaikat. Dia adalah Yuda seorang ketua osis. Yang mampu mencuri hati Tari. Tapi semuanya berubah saat dia bertemu dengan seorang Rivaldo Adinara. Seorang...